Randoman gue bareng Rizky Putri Utami nih!
Diangkat dari FEARLESS OF LOVE nya kak Anindhiya Putri
kalo bingung sama awalnya baca dulu FOL :)
Check this out
Another End Of Fearless Of Love (fearless of death :p)
”Terserah lo mau bilang gue egois atau apa, terserah lo mau pukul gue sampek gue koma juga nggak apa-apa, tapi apa lo lupa Cak? Gue satu-satunya yang pernah kehilangan disini!” kata Alvin lirih
“Maafin gue vin, gue ga bermaksud ….. Tapi harusnya lu share sama kita-kita. Jangan simpen semuanya sendiri!”
“Hah, gue Cuma berusaha sekuat tenaga biar kalian nggak perlu takut dan ngrasain sakitnya kehilangan, terlebih dia, sahabat kita sendiri!” peringat Alvin pelan
“Lo salah, Vin! Dengan loo ngerahasiain ini semua, itu malah bisa bikin kita ngerasa jadi sahabat yang nggak berguna!” kilah rikko
“Gabriel Stevent Damanik,….. ya dia yang minta gue ngerahasiain ini!”
“Apa maunya si Iel? Apa dia nggak mikirin perasaan kita? Nggak kasihan sama Via?” kata rikko lagi
“Dia Cuma nggak mau kalian—”
BRUKK
“Alvin..! Vin, lu kenapa? Vin, bangun!”
“Kayaknya kita harus gotong Al masuk, dia pingsan!” kata Obiet lalu berdua dengan Riko berusaha membawa Al masuk, meninggalkan Cakka yang masih berdiri terdiam ditengah hujan. Cakka tersadar saat tanngan rikko kembali dan menyentuh pundaknya
“Kka, masuk yuk! Gue khawatir sama Al!”
*****
“Apa? Lemah jantung? Sejak kapan dok?” Tanya obiet panik. Dokter itu menghela nafas berat
“Tiga tahun yang lalu!” Cakka tertegun, nafasnya serasa inginberhenti. Semuanya sudah di luar kendalu.
“Apa yang mereka berdua pikirin sih?” obiet menggumam.
Dua sahabat mereka diambang kematian, manusia mana yang sanggupmenghadapinya? Agni dan yang lain dating menghampiri Cakka cs yang duduk tertunduk di ruang tunggu.
“Al mana?” Semua diam, tak ada satupun kata yang bisa keluar dari kerongkongan mereka. Hanya tangan Obiet. Tangan itu menunjuk ke sebuah pintu yang dibaliknya terbaring sahabat mereka, Alvin.
Rasanya seperti ada yang menusuk jantung mereka begitu dalam, mata Shilla tak lepas dari dictator jantung yang bergerak sangat lambat itu, baru saja dia mencoba menghapus air mata melihat benda itu menyentuh kulit Gabriel, kini, benda itu benda itu menempel lekat ke tubuh sahabatnya yang lain, Alvin.
Cakka yang masih shock memperhatikan gerakan kecil dari tangan Alvin. Dia langsung menghampiri tempat tidur Alvin.
“ Al, lu udah sadar? Maafin gue, Al, gue nggak tau kalau semuanya bakal jadi kayak gini!”
Mata Alvin berputar menatap mereka yang melihatnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
“Gue ketahuan juga ya?” tanyanya, lalu tersenyum lemah. “ Iel udah sadar?” lanjutnya
“Cengar cengir, lu pikir ini lucu?! Iel udahh stabil, tadi udah stadar, trus skarang malah tidur dia!” terlihat kelegaan di wajah Siviia
“Dan kenapa lo sembunyiin ini dari kita?” Tanya Rikko.
Alvin membuka selang Oksigennya. “karna gue tau, kalian nggak akan ngijinin gue main bola lagi!” jawab Alvin santai
“Lo gila, Vin! Ortu lo tau lu sakit?” Tanya Cakka
“Papa? Hahaha bercanda lo, Ka? Mama tau kali, dia liat gue ngenes gini dari surge!” Cakka menutup mulutnya, begonya dia!
Alvin mencabut diktator jantungnya, lalu mengenakan seragamnya lagi, diirringi tatapan heran bercampur marah oleh yang lain.
“Kalau gue nggak pake baju ntar gue masuk angin, udah ya, gue mau pulang. Mau ganti baju ntar kalo sempet gue balik lagi!” kata Alvin
*Siput mulai kumat saikonya, harap maklum kalau abis ini ngelantur banget*
“Vin, lu bener-bener nggak waras. Sakit lo! Sadar nggak sih kita khawatir sama lo! Eh lunya malah kayak gini!” Kata rio (anggep aje udah ade di fol 1 udah keburu keketik sih :P) kesel setengah marah
“Kunci mobil gue mana?” Tanya Al tanpa menghiraukan pertanyaan Rio, karena nggak di respon Al bilang “kalo kalian enggak mau ngasih kunci mobil, gue naik ojek nih”
“Lari aja sekalian biar langsung mati!” Via mulai nggondok
“Oke” Alvin bener-bener keluar dari kamar itu dan meninggalkan mereka disana. Sambil memegang dada kirinya ia tetap berusaha pergi dari tempat laknat itu, well kekuatan manusia ada batasnya, tepat saat ia menemukan sebuah taxi dia masuk dan limbung didalamnya. “Jalan Kelingi, pak!” kata Alvin dengan napas terengah-engah.
“Hoi, Al!” Ria berusaha mengejar Alvin, tapi terlambat Alvin sudah masuk taxi
“Alvin mana, Yo? Cakka, Via cs nyusul
“Dia beneran balik!” Kata Rio panic.
“Duh, salah gue! Gimana dong?” kata via ikutan panic.
“Biar gue yang bawa mobil Al, Yo lo bawa motor gue ya!” kata Cakka
“Oke, kita susulin Al ini?! Trus, yang jaga Iel siapa?”
“Yang cewek aja!” kata Obet, dan kemudian letsgo
“Di dalam taxi Alvin terus menekan dada kirinya. ‘Sial, sakit banget sih’ batin Al.
“Mas nggak apa-apa?” Tanya supir taxi
“U..udah mas jalan aja!” kata Alvin tetap berusaha mengabaikan sakitnya
@RS
Gabriel mulai bangun. Matanya berkeliling ke setiap sudut ruangan. Bersamaan dengan itu cewek-cewek masuk.
“ Lu udah bangun, Yel?” kata Via sambil mendekat ke ranjang Iel. Iel mengangguk kemudian balik bertanya
“Mana cowok-cowok?”
“ngejar Alvin!” kata Oik akhirnya setelah beberapa menit terdiam.
“Al? kenapa dia?” Tanya Iel.
“Dia…” Oik pun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, kecuali penyakit Alvin.
****
“rrgh…” Alvin mengerang, rasa sakit itu muncul bertubi-tubi jelas membuat si supir jadi takut.
“Kita puter balik ke RS ya, mas?” kata supir itu parno.
“jangan!” kata Alvin dengan suara melemah.
“tok.. tok..” si supir menengok ke kaca pintunya dan ternyata ada sebuah motor yang berjalan beriringan dengan taksinya. Tampang Rio yang lagi marah bikin si supir mikir kalau dia lagi ngebawa seorang anak yang baru lolos dari penculikan, ya jadi dia ngebutin mobilnya.
“Eh, dasar supir taksi sialan! Ngajak rebut dia?” Rio menambah kecepatan motornya. ‘udah kayak dikejar setan aja si Rio’ batin Cakka yang ngikut di belakang pake mobil Alvin. Dia juga mulai menambah speednya
“Woi, berhenti lo! Temen gue sekarat! Lo nggak liat!” teriak Rio sambil tetap mukul-mukulin kaca pintu taxi itu
*untunggnya polisi nggak dibayar ekstra buat nilang orang yang nglanggar lewat sms -,-* .
Supir itu dengan lola mikir “Temen ya? Berenti dong!”
Supir taxi kemudian meminggirkan taxinya.
”ken..hh..napa berhenti..hh?” kata Alvin sambil terus meremas dadanya
“Itu ada temennya mas!” kata supirnya takut ngeliat Riko dan Rio yang turun dari motornya.
“ JALAN PAK!” teriak Alvin dengan sisa tenaganya, reflek supirnya menginnjak gas dan ngeeng, asap mengepul di depan muka RikoRio
“Eh, sh*t.. sialan banget tu sopir!” RioRiko langsung balik ke motor, sementara Cakka masih setia ngikutin si pak Taxi
Saking semangatnya nginjek gas, mobil langsung melunjak dan berjalan dengan kecepatan tinggi. Tanpa disadari si supir, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju dari arah berlawanan
“WAAAAAA…..” si supir berteriak, ia membanting stir mobil menabrak pembatas jalan.
“PAK, KELUAR! Mobilnya nanti meledak!” kata Alvin
*Putri mulai lagi*
Dengan cepat pak supir keluar, Alvin yang sedikit limbung juga berusaha untuk keluar. Namun sialnya Alvin yang keluar dari pintu kiri yang menabrak pembetas jalanjatuh ke jurang yang berada di balik pembatas jalan itu. Alvin yang hampir jatuh, berusaha berpegangan pada batu yang cukup menonjol. Tapi sialnya tenaganya sudah terkuras habis oleh rasa sakit di tubuhnya. Saat Alvin mulai pasrah ada tangan yang tiba-tiba meraih lengannya dan membentunya naik. Dengan susah payah Cakka menarik tangan Alvin, kesadaran Alvin yang makin menipis ditambah lagi dengan rasa sakit yang masih menusuk membuat Alvin kehilangan tenagannya. Begitu Alvin berhasil diangkat Rio cs membantu cakka membawa Alvin ke mobil
*pak taxi dicuekin*
kemudian bergegas membawanya ke RS.
*gue berusaha nyelametin lo dari si Siput, Vin*
*Nggak asik ni kak Janie :p*
*wkwkwkwk gwe menang :D*
“Bukannya hh kalian hh mau hh gue mati?!” Tanya Alvin bingung, kali ini dia diimpit oleh rio dan obiet supaya nggak kabur, sementara riko naek mottornye cakka.
“Bego, mana ada sahabat yang mau sahabatnya sendiri mati?!” kata cakka sambil nyetir.
“Kita khawatir tau. Kalau lu mati siapa yang bakal nyumbang piala-piala juara ke sekolah kita” kata Rio sedikit emosi.
“Lucu..” respon Alvin pelan. Tanpa disadari dua sungai merah kecil mengalir dari hidung Alvin, Cakka yang melihat itu dari spion tambah panic begitu Alvin menuttup mata.
“Eh Yo, Biet, tuh si Al knapa?” Cakka panic
Tanpa basa-basi Cakka langsung tancap gas menuju RS
@RS
Alvin segera ditangani dokter. Sementara Cakka, Rio, Obiet, Riko harap-harap cemas di luar.
“Rrrt..rrt..” hp Rio bergetar.
“Hallo.. oh, kita udah ada di RS.. dia lagi ditanganin.. Iel sadar? Oke, kita kesana”. Rio mengakhiri . “Bro, Iel sadar!” kata Rio.
“Kalian kesana duluan, gue nungguin Alvin disini! Ntar kita gentian!” kata cakka diikuti anggukan dari teman-temannya
“Alnya gimana?” Tanya Iel begitu Rio cs dateng.
“Al masih ditangani dokter, tu anak nekat sih!” kata Rio.
“Bukannya memang itu gitu, udah gue bilang jangan dilawan” kata Iel dengan nada tidak setuju. “Gue mau liat dia!”
“Tapi Yel..” Via khawatir.
“Udah Via, gue nggak papa!” Gabriel tetep maksa.
“JAngan nekat, gue panggil dokter dulu!”
Atas izin dokter. Gabriel boleh keluar kamar. Alvin telah dipindah ke ICU, keadaannya benar-benar gawat. Mereka memutuskan Iel dan Via yang menjenguk duluan. Gabriel awalnya begitu semangat pengen ketemu Alvin, setelah melihat keadaan Alvin dia menjadi tidak tega. Bahkan Sivia pun sampai nangis nyesek di pelukan Iel.
“Gue kecewa sama lo, Vin, lo munafik! Kenapa lo nggak bilang soal keadaan lo? Gue bener-bener kecewa, tapi gue tetep pengen lo sembuhVin, inget janji lo!”
“Vin, bangun dong. Tanpa ada lo anak-anak jadi nggak semangat tuh! Bentar lagi masuk sekolah, Vin. Guru-guru pasti pada nggak semangat ngajar tanpa lo!”
Lima hari berlalu, keadaan Iel semakin membaik, bahkan terapi yang dilakukan berjalan dengan sangat lancer, namun kondisi ini bernbanding terbalik dengan Alvin, keadaannya tidak setabil dan bertambah buruk. Lima hari juga Aren selalu setia menemani Alvin, meskipun ia bukan siapa-siapa Alvin, tapi ia tetap selalu mengunjungi Alvin.
“Kak Alvin bangun dong, ini Aren kak.. kak Alvin, memang Aren bukan siapa-siapanya kakak, tapi Aren sayang kakak, Aren cinta kakak. Kasih Aren kesempatan buat buktiin itu semua!”
“Ren, udahlah Al juga pasti sedih lihat lo kayak gini, lo istirahat dulu lah, dari kemaren lo di sini terus” kata Rio
*inget FOL yang ke 2? Disini Rio jadi kakak tirinya Aren*
“Tapi Aren mau jagain kak Alvin!”
****
@RS
“Kapan sih gue dah boleh pulang? Bosen disini, kerjaannya disuruh tidur, makan! Mending boleh keluar, jagain Al aja nggak boleh!” Iel ngedumel
“Ada saatnya, Yel. Terapi kamu tinggal 2 minggu lagi, tahan ya!” kata Sivia
“Gue udah nggak betah, Via! Gue pengen nemenin Alvin!”
Sivia menatap Gabriel bingung “Yel, kalo Al sembuh dan lihat lo nggak sembuh-sembuh, dia bisa bantai kita semua!”
“Ya udah deh, terserah kamu aja, Vi! Gue boleh maen ke kamar Al nggak?”
“Ngapain? Ada Aren disana, Yel!”
“Gue kasihan sama Aren, Udah beberapa hari dia terus jagain Alvin terus!”
“Dan dengan gitu lo nggak kasian sama diri lo sendiri? Jangan gini lagi dong, Yel! Kita udah bahas ini dari kemaren!”
“Ya udah, terserah. Trus skarang gue harus ngapain?”
“Kamu tidur aja, istirahat Yel, aku mau check Aren, takut dia sakit kayak kemaren gara-gara nggak makan!”
“Heuh” Iel mendengus pelan. Sivia tersenyum meledek lalu pergi ke ruangan Alvin.
“Assalamualaikum!” katta Sivia sembari mengetuk pintu ICU
“Waalaikumsalam, eh kak Via! Masuk kak!”
“gimana Al?” Tanya sivi, lalu duduk di samping Aren, mata Sivia tak berpindah menatap kearah wajah putih pucat Alvin. Wajah yang dulunya s3elalu membantunya dari belakang.
“Masih sama, kak! Naik turun terus.Gue takut banget, kak! Takut kak Alvin nggak akan bangun lagi!”
“Aren, yang sabar ya! Alvin kuat kok, buktinya dia selalu bisa bawain kita piala kan?! Itu artinya dia bener-bener ngerti sakitnya, dan dia bisa ngeredam itu!”
“Tapi kak, Aren takut!”
“jangan perrnah takut, Ren, Karena Alvin nggak pernah takut sama kematian, yang penting kamu doa’in Alvin, sugest dia, dia pasti sembuh!”
Aren menngangguk “Kak Iel gimana, Kak?”
“He’s better, don’t worried bout his condition, okey I think I must back, before Gabriel came in, jaga Al ya!” kata Sivia lalu tersenyum
Setelah mengantar Sivia keluar, Aren mendekat ke tempat tidur Alvin lagi. Aren menggenggam tangan Alvin
“Kak,, bangun dong! Nggak capek tidur terus?”
Satu gerakan kecil Alvin membuat Aren terkejut, jari yang terjepit infuse itu bergerak perlahan, antara rasa haru, senang, bahagia dia berlarikeluar dengan semangat memanggil dokter yang lewat.
“Dokter, dokter.. kak Alvin sadar!”
Dokter segera masuk memeriksa keadaan Alvin. Aren hanya bisa menunggu di luar.
Aren masuk ke dalam begitu dokter selesai menjelaskan,
“keadaan Alvin sudah membaik, tapi kondisinya masih sangat lemah, jadi tetap buat dia selalu istirahat!”
***
Setelah mengantar dokter keluar, Aren menghampiri Alvin.
“KakAlvin gimana keadaannya? Udah baikan?”
“Always fine” kata Alvin lalu ia lanjutkan dalam hati ‘for you’. “Yang lain mana?” lanjutnya.
“sekolah lah kak! Kak Riko nggak mungkin ninggalin acara sekolah!”
“Gabriel gimana? Udah sehat? Apa malah udah pulang?”
“kak Gabriel masih harus terapi kak!”
“Ren, gue pengen makan sate!” pinta Alvin. Tiba tiba
“Kak Alvin bercanda? Sate nggak baik buat jantung kakak!” kata Aren
Alvin beranjak dari tempat tidurnya mencoba untuk duduk. Tubuhnya terasa kaku. “gue koma berapa hari?” Tanya Alvin sambil merenggangkan tubuhnya
“19 hari kak! Eh kak, tuh infuse jangan dilepas!” kata Aren yang melihat Alvin hendak melepas infuse yang menjepit tangannya.
“Mangkanya beliin sate, kalo nggak mau beneran gue lepas ni infuse!” ancam Alvin
“Yaudah, tunggu bentar gue panggil dokter buat nanya dulu!”aren berlalu,
didepan pintu dia bertabrakan dengan seseorang
“Aww..” rintih Aren.
“Aren? Alvin gimana?” Tanya orang itu setelah melihat Aren
“Kak Al di dalem, udah sadar! Udah dulu ya kak!”
“Ren,.. Aren. Mau kemana?” teriak Cakka, tapi tampaknya Aren tak mendengarnya. “Dasar, mau kemana sih buru-buru banget!” Cakka ngedumel gj sambil memasuki kamar Al.
“ngapain lu ngommel sendiri?” Tanya Al.
“Itu calon cewek lo mau kemana?” Alvin mengedikkan bahunya.
“bagus deh, kaloo lu dah sembuh, kita nggak harus bujuk-bujuk Iel buat nggak keluar kamar terus, dan emm gue minta maaf soal waktu itu” kata cakka lalu menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.
”No prob, lupain aja” kata Alvin santai.
“elo nggal bakalan nekat lagi kan Vin?” “nggak janji!”
“Vin!” bentak cakka.
“Iye, iye, nggak pake otot kali Cak!”
“Abis lu sih, gue Tanya beneran malah gitu jawabnya! Lo taukan kita semua khawatir setengah mati!”
“gatau lah, gue kan matisuri bego ya lo!” kata Alvin asal
“Al, jangan ngomong aneh-aneh! Ngeri gue!”
“Gue nggak aneh-aneh, gue emang matisuri kan! Coba alat-alat bantu itu dilepas, gue udah nggak ada kali!” kata Alvin
“AL! GUE NGGAK SUKA DENGER OMONGAN LO!” teriak seseorang yang berdiri di depan pintu. Iel yang duduk di kursi roda di bantu Via tiba-tiba nongol dari balik pintu
“Iel, ngapain lu kesini? Bukannya istirahat malah maen!” kata Alvin sok kesel
“Udah gue larang tadi, Vin! Tapi dia ngotot pengen liat lo!”
‘Anjir! Sial banget gue!’ batin Alvin
“Gue nggak suka ya denger omongan lo!” ulang Iel
“Oh, terus?”
“Lo tuh nggak pernah berubah ya?”
“Emang!”
“tok tok tok..”
Aren bersama dokter masuk ke dalam kamar Alvin
“Tuh dok, kak Al ngeyel pengen sate!”
“Alvin, sate itu nggak baik buat jantung kamu! Kalau pengen cepet sembuh kamu harus bisa nahan nafsu kamu, jangan makan sembarangan, terutama yang berkolesterol!” jelas dokter panjang x lebar
“Tuh kan, Kak Alvin ngeyel sih!”
“Hah, baru tau ayam nggak baik buat jantung!” kata Cakka heran.
“bukan ayamnya tapi prosesnya, pembakarannya nggak baik buat penderita kanker kayak Al!” jelas si dokter
“Kanker?” Tanya yang lain bingung
“bukannya kata dokter kemarin Al Cuma Elje?” Tanya Sivia. Al member isyarat agar dokter tetap bohong
“Oh iya, boleh deh!” kata dokter itu terpaksa lalu berbisik pada Al. “saya tidak bertanggung jawab kalau kamu makin parah!” Al tersenyum seraya mengiyakan.
“Fear of death is worse than death it self” kata Al begitu dokter itu sampai di pintu
****
Satu minggu berlalu, semua sudah kembali ke sekolah, kecuali Gabriel yang masih harus menjalani terapi. Alvin sudah kembali menjadi kapten sepak bola, tentu saja dengan pengawasan berlebih dari Aren
“Udah deh kak, ini udah jam setengah enam, udah lewat dari jadwal latihan, balik yuk!” ajak Aren
“ Nggak ah, males!”
“kak, jangan maksain diri! Inget, badan lo itu rapuh banget! Sakit kakak bisa kambuh kapan pun! Aku nggak mau kakak sakit lagi!”
“bentar lagi! Lo jadi tambah cerewet, Ren!”
“Oke, kalau kakak nggak mau berhenti aren pulang sendiri!”
“Oke! Fine! Kita pulang!”
di mobil Al hanya diam dan focus ke jalanan
“kakak marah ya?”
“nggak” “kok diem?”
“suka-suka gue!”
“oh gitu ya!”
“Kak, aku…. Ah nggak jadi” Aren menarik nafas berat
“sampek, cepet turun!”
“nggak mampir kak?”
“nggak!” “inget sampek rumah istirahat, makan terus minum obat!”
“hmmm” Alvin langsung tancap gas. Aren Cuma bisa geleng-geleng ‘cueknya kumat ni anak’ batin Aren
****
Bosen, bosen! Gabriel seakan pengen ngebuang semua barang si kamar rawatnya, 3 minggu sudah dia disana, bosen jelas menjeratnya.
“Tok tok..”
“masuk!” kata Gabriel nggak niat
“jalan yuk!” ajak orang yang baru muncul itu.
“nggak mau, Vin, ntar gue kena marah!” kata Gabriel sok nggak mau
“Ah, udahlah! Gue udah ijin sama dokternye” kata Alvin
“Oh.. ini gimana?” kata Gabriel nunjuk kepalanya yang botak
“Pluk”
Alvin melemparkan topi kupluk.
Gabriel tersenyum seraya berkata “you’re my best Bro!”
***
“jalan kemana, Vin?” Alvin tetap focus nyetir
“Ah, gue bosen, Vin! Lu diem mulu. Kan tadi lo yang ngajak gue keluar!”
“Hah, lu Tanya apa yel? Gue nggak denger, konsen nyetir soalnya!”
“Kita mau kemana Mr. CUEK?”
“terserah lu lah, lu maunya kemana?”
“ liat sunset yuk!”
“ciiiit”
Alvin ngerem mobilnya tiba-tiba
“anjir lu, Pin! Kalo kepala gue keantuk, mati dibantai lu!”
“sorry, abis lo tadi ngomong kayak cewek tau nggak! Enek gue!”
“udah, mau kagak?”
“iya, gue anterin!”
***
“Wah, lama nggak keluar! Anginnya seger banget! Eh Al, gimana caranya lu bisa bujuk dokter? Gue aja kagak berhasil loh!”
“Rahasia perusahaan, Yel!”
“Al, jangan sok misterius ah!”
“Ya ada lah caranya, lo mau tau aja! Udah nikmatin aja sunsetnye!” kata Alvin lalu duduk di hamparan pasir yang tidak terkena air pantai.
Gabriell mengedikkan bahunya. Sahabatnya yang satu ini memang selalu bisa membuat orang sekitarnya bahagia.
Sedangkan Alvin hanya tersenyum melihat Gabriel yang asik main air
“Kayak anak kecil lo!”
“Biarin! Sini, ikutan main!” Iel sedikit menciprat-cipratkan air kea rah Alvin
“nggak, gue nggak kayak lo! Dasar CHILDISH!”
“Hoi, Mr. CUEK, sekali-kali nggak papa kali!”
“childish!”
”Mr. cuek!”
“childish!”
”Mr. cuek!”
“childish!”
”Mr. cuek!”
“childish!”
”Mr. cuek!”
“Gilaaaa!” teriak mereka bareng, mereka lalu tertawa bersama.
Namun tiba-tiba terjadi perubahan air muka di wajah Alvin
“Lo nggak papa kan?” Tanya iel panik
“kayaknya kita mesti balik deh!
“Lo, nggak papa Vin?”
“Nggak papa kok! Tadi gue Cuma ijin ngajakin lo bentar doing!”
“yah, padahal gue belum puas!”
“Hahahaha, nggak usah ditekuk gitu kali! Dasar Childish!” Alvin berjalan menuju mobilnya, kemudian diikuti Gabriel
Gabriel bingung melihat Alvin yang berhenti di depan mobilnya
“Lo aja yang bawa mobil, gue ngantuk!” kata Alvin dan menyerahkan kunci ke Gabriel. Lagi-lagi Gabriel mengedikkan bahunya tanda bingung.
Alvin masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi sebelah penumpang. Ia menurunkan sandarannya dan mencoba mencerna rasa sakit yang muncul di dada kirinya, berusaha menetralkan rasa sakit itu. Sedang Gabriel berusaha focus dan tidak berpikir macam macam pada sahabatnya Al.
@RS
“Al, sampek nih!” tak ada sahutan dari Alvin “pules banget sih tidur lo! Vin..” tapi tetap tak ada reaksi
Alvin terbangun dari tidurnya, kepalanya pusing sekali.
“emm.. gue nginep ya, Yel!” kata Alvin yang baru bangun
“oma lo?”
“Ntar gue telpon, udah masuk ye, Via nggak nemenin lo kan male mini?”
“kayaknya kagak, katanya besok ada ulangan!”
“ya udah, male mini gue yang nemenin!”
“Vin, tapi lo beneran nggak papa kan?” Gabriel sedikit curiga lahat gelagat Alvin yang dari tadi seperti menahan sakit, wajahnya juga sayu, tampak pucat
“Nggak lah!”
“Greb”
Gabriel meraih tangan Alvin yang berjalan duluan di depannya. Tangan itu terasa begitu dingin. Genggaman tangan Iel membuatnya bisa merasakan denyut nadi Alvin yang melemah.
“Vin, lu beneran nggak papa? Jawab gue dong, tangan lo dingin banget! Jawab gue dong, Vin!” Gabriel semakin kuat menggenggam pergelangan tangan Alvin.
“Gue nggak papa! Apaan sih, lu lebay banget! Ini kan malem dan AC mobil gue dingin banget, wajar ajakan? Udah ah, gue ngantuk!”
Gabriel akhirnya mengalah, melepaskan tangan Alvin dan menyamakan langkahnya dengan Alvin. Sampai di kamar rawat Iel, Alvin langsung tepar di sofa. Iel hanya bisa geleng-geleng lihat sahabatnya itu.
****
“Pin, bangun mas! Lo nggak sekolah?” kata Gabriel yang baru selesai mandi
“iye, gue bangun! Rese abis lo, baru jam 5 juga!” kata Alvin sambil mengucek-ngucek matanya
Alvin segera bangkit dari sofa, tapi sial kepalanya terasa berdenyut lagi. Rasanya berat. Dengan sedikit terseok Alvin menuju kamar mandi. Gabriel semakin bingung melihatnya.
“Grompyang! Gdubrak! Brak! Bruk!”
Gabriel yang baru saja mau nyalain TV dikejutkan dengan suara-suara dari kamar mandi. Langsung saja Gabriel beranjak dan berusaha mendobrak pintunya
“BRAK!”
dan Gabriel pun menemukan Alvin yang jatuh telungkup dengan kepala yang bercucuran darah
“Alvin..!!” Gabriel langsung menghampiri Alvin. Diangkatnya kepala Alvin dan meletakkannya di pangkuannya.
“Vin, lo kenapa? Vin!” Alvin yang setengah sadar berusaha mengumpulkan kekuatannya
“Gu..gue nggak..pa..pa, Yel!”
“Nggak papa gimana?kepala lo berdarah, Vin! Lo kuat berdiri?” Alvin mengangguk, kemudian Iel membantu Alvin berdiri.
Namun Siput berkata lain *apadeh kak janieee!!*
Alvin kembali kehilangan keseimbangannya, dan tenaga Gabriel yang masih belom benar-benar kuat sukses membuat mereka berdua jatuh, dengan posisi Gabriel menimpa Alvin.
“Aduh..” rintih Gabriel
“Sorry Vin, gue belom kuat kayaknya. Gue panggil dokter aja ya!” Gabriel berusaha berdiri.
Namun tangan Alvin yang masih telungkup di lantai menggenggam erat pergelangan kaki Gabriel, membuatnya berhenti berjalan. Gabriel merasa ada yang mau Alvin katakan, namun saat ia menunduk, genggaman Alvin mengendur dan perlahan lepas begitu saja. Gabriel makin panic, dan langsung berlari keluar
“Dokter! Suster! Tolong!”
Dengan tergesa-gesa dokter Exel, dokter yang menangani Iel segera menuju kamar Iel
“ada apa Iel?” dia bingung melihat Iel
“Alvin, Alvin jatuh di kamar mandi!” Iel menunjuk Alvin yang masih terkapar di lantai. Dr. Exel terdiam melihat Alvin.
‘Alvin, bukankah dia..’ Dr. Exel mengacaukan pikirannya, dengan cepat ia berusaha mengangkat Alvin keluar dan membawanya ke UGD. Selama perjalanan ia terus memandangi wajah Alvin yang mirip dengan seseorang. Sementara Gabriel malah disuruh istirahat di kamar.
“gue nggak berguna banget, nolongin gitu aja nggak bisa. Padahal al slalu ngejagain gue. Alvin kenapa sih? Dari kemarin aneh, apa dia masih sakit? Dia sakit apa?” pertanyaan demi pertanyaan terus berputar memenuhi pikirannya
“rrt..rrtt…”
Gabriel mengangkat telphonenya yang bergetar
“Ya Yo?”
“ada Al di sana? Soalnya kita Tanya sama Oma katanya Al sama lo!”
“Adak ok!” kata Gabriel dengan suara tercekak
“mana? Gue mau ngomong soalnya, hpnya nggak aktip!”
“dia…”
“Yel, Al mana?” Tanya Rio lagi
“….”
Mulai timbul perasaan nggak enak pada Rio
“Yo, Al..”
“Al kenapa Yel?” perasaan Rio semakin nggak enak
“Al tadi…” Iel menceritakan kejadian tadi
“Hah? Trus sekarang dia gimana?”
“Gue nggak tau Yo! Gue dikurung ini! Tadi Alvin dibawa ke UGD!”
“bokapnya udah tau?”
“Nopenya sibuk dari tadi!”
“Ya udah, ntar pulang sekolah gue sama anak-anak langsung kesitu!”
****
“Ada apa yo?” Tanya Ify begitu memasuki kelas mereka
“Al.. di UGD” kata Rio nggak jelas
“hah? Alvin ke Uganda?” Tanya Rikko
“Alvin masuk UGD RS tempat Iel” kata Rio lagi
“Kenapa?” Tanya yang lain panic
“gue juga belum jelas!” kata rio
“Kita bolos aja!” ajak Obiet
“Biet, lu salah minum obat ya?” Tanya oik khawatir
“Ha?”
“muka lo nggak usah nodong gitu, Biet. Ya kita bingung aja elo yang notabene kalem malah ngajak bolos?” kata cakka
“oke, kita bolos? Yaudah sebelum masuk!”
“Kak aku boleh ikut kan?” kata suara di belakang mereka
“Aren?”
“Boleh! Banget!”
****
“Sus, gue boleh nungguin Al di depan UGD nggak? Plis!” udah ribuan kali Iel memelas
“Ya udah, tapi harus tetap pakai infuse. Trus inget waktu, kalau udah waktunya terapi harus kambali ke sini!”
“Yes, makasih, Sus. Gue balik tepat waktu!” Iel langsung semangat lari-larian nenteng infuse, ninggalin suster
“yel, jangan lari-lari!” teriakan suster tak dihiraukan
“Gedebuk”
Karena terlalu semangat berlari Iel sampek jatuh terjerembab, sebuah tangan yang memiliki jemari yang begitu cantik mengulur di depan mata Gabriel
“Via!” kata Gabriel sambil mendongak
“Lu nggak papa, Yel? Jangan lari-lari makanya!” kata Via membantu Iel berdiri
“Yel, Alvin gimana?”
“Rio, Cakka, Obiet, Riko, Aren!”
“Kak Iel gimana sih, ditanya malah ngabsen!”
“kalian bolos? Alvin, dokter belum keluar! Sebenarnya Alviin sakit apa sih? Kan nggak mungkin tiba-tiba gitu jatuh di kamar mandi!”
“Lemah jantung Yel!” jawab Cakka akhirnya
“Apa? Kok gue nggak tau?” Tanya Gabriel lalu ia menyenderkan dirinya ke dinding, perlahan merosot dan terduduk di lantai “Kenapa harus Al?”
“Yel, yang sabar!”
“Jadi waktu itu Alvin koma karena ini?!”
“Iya, Yel. Kita juga kaget banget waktu Al tiba-tiba blackout, trus dikasih tahu!”
“Tapi masak elje bisa berakibat kayak gini?” Obiet mulai menduga-duga
“Itu dia yang gue bingungin, waktu dia di taksi dia kelihatan kesakitan banget, padahal elje setau gue nggak selebay itu” jelas Rio
“Trus waktu balik ke RS dia sampek mimisan segala” Cakka nimbrung.
Gabriel masih terduduk sambil sesenggukan. Aneh memang seorang cowok nangis. Tapi ini memang terjadi. Membayangkan sahabat yang selalu membantunya kini terbaring lemah, menggantikan posisinya. Gabriel tak sanggup.
Dr. Exel keluar dari UGD
“Alvin keadaannya gimana dok?” Tanya Rio, di belakangnya muncullah Alvin dengan kepala diperban
“Kayaknya gue nggak sekolah lagi deh, Yel” kata Al sambil masih memainkan perban di kepalanya, dia udah kayak petarung nggak jadi. “Kalian! Kenapa di sini hah? Kalian nggak sekolah! Dasar bego! Mau gue gorok satu-satu?”
“Abis kita kawatir sama lo!”
“Hah, gue Cuma kepentok tadi.. nih lihat!”
“Iel bilang lu masuk UGD, jadi kita panik”
“Iel lu percaya! Dia itu lebay. Cuma gini doang!”
“gue takut banget tadi Vin, lu pucet banget, badan lu dingin, gimana nggak kuwatir coba!”
“dasar lu nya aja yang lebay!”
“udah-udah, ini rumah sakit! Iel, bentar lagi waktunya terapikan! Cepet siap-siap! Alvin tiduran aja dulu di kamar Iel!” Dr. Exel nengahin
“Ngapain kalian masih di sini? Balik ke sekolah sana, ini juga Aren ngapain ngikut?”
***
Setelah di usir balik mereka Cuma mojok di kantin RS, jamudah nunjukin time yang ga banget buat ke sekolah, kepalang banget buat masuk ntar juga disuruh balik
“Maafin Al ya Ren, dia nggak maksud apa-apa kok, dia emang gitu, dari kecil emang yang paling jarang diperhatiin, dia jadi ngerasa aneh karena kamu tiba-tiba di sana tadi” kata Via
“Aren nggak apa-apa kok kak! Udah sedikit terbiasa!”
“Skarang mau kemana nih kita?” Tanya Rio
“sekolah aja yo, gue nggak mau di gorok Al” Kata Cakka
“lewat mana?” Tanya aren bingung
“a secret way hahahaha”
“Okodi!”
***
“Al, lu yakin nggak papa?”
“gue capek dengerin lo dari tadi nanyain itu mulu!”
“tapikan gue beneran kuatir sama lo!”
“tadi lo denger sendiri kan Dr. exel bilang apa!”
“Iya, gue denger! Tapi gue ngrasa ada yang aneh dari lo, kayak ada sesuatu tau nggak?” kata Iel curiga
Alvin yang tengah makan chitato dan menonton TV menghentikan aktifitasnya, lalu menoleh ke Iel
“Apaan?”
“nggak tau, lo kayak nyembunyiin sesuatu!”
“Aneh lo!”
“Lo yang aneh!”
“Ah udah deh! Ngomongin lainnya!”
“Lu sama Aren gimana?”
“Aren? G-ga ada apa-apa” jawab al gelagapan
“Ah, bohong lo!”
“Suer deh!” kata Alvin sambil mengacungkan dua jari tengah dan telunjuknya
“tok tok tok”
“Masuk!”
“Hei, Gab gimana? Siap buat terapi?” Tanya Dr. Exel
“Eh, sekarang dok? Katanya ntar siang?”
“sekarang, nanti saya mau pergi soalnya. Emmm ini Al punya kamu three time for one day, inget!” kata dokter Exel sa,bil memberikan sebotol kecil obat yang berisi butiran pil. Gabriel melihat obat itu bingung ‘kok sama?’ batinnya.
Alvin membelalakkan matanya ‘buset ni dokter!gimana kalau Iel tau?’ batinnya.
“Eh dok, obat apaan itu?” Tanya Gbriel
“Ini? Sama kayk kamu lah!” kata dokter Exel
“Hah, kok bisa? Itukan buat.. jangan jangan? Al, lo ngebohongin kita ya?”
“Hah? Apa? Enggak, ini..” ‘aduh, dokter the kumaha atuh. Pake acara ngasih ginian di dini. Mati gue, Iel pasti tahu’ batin Alvin
“Vin, jujur sama gue dong!” kata Iel makin marah
“Eee… Itu gue..” Alvin gelagapan
“iel, udah waktunya terapi! Ayo, kamu harus siap-siap!”
“Bentar dok!’
“a…anu yel, lu terapi aja dulu! Ntar kalo telat bahaya!”
“awas kalo gue balik lo malah kabur!”
“nggak janji” kata Alvin pelan begitu Gabriel keluar Alvin langsung keluar juga, dia berlari meninggalkan RS dengan membewa kunci mobilnya, namun dia malah meninggalkan obatnya
<SKIP>
Sesudah terapi Iel kembali ke kamarnya dengan diantar suster yang mendorong kursi rodanya. Di sepanjang lorong RS firasatnya nggak enak. Bukan efek terapi, ntahlah, Iel sendiri nggak tahu penyebabnya.
Gabriel mendapati kamarnya telah kosong, ia memutar roda kursinya dan membiarkan suster itu berdiri di depan pintu. Gabriel menemukan secarik kertas di atas mejanya
“Gue balik, yel. Masalah yang tadi ntar gue jelasin, please jangan kasih tau yang lain”
“Udah gue duga, dasar tu anak emang sakit!” Iel bergumam
“sus, bisa bantu tiduran nggak?”
“Ayo mas!” kemudian suster membantu Iel naik ke kasurnya. “Mas Iel, obatnya kok masih penuh?” katanya sambil mengambil obat di atas meja iel
‘Haha? Perasaan obat gue tinggal setengah! Jangan-jangan itu obat Al!’
Gabriel menggenggam erat botol obat itu dia lalu membuka laci di sebelah bednya dan mengambil handphonenya. Langsung saja ia menelpon Alvin, sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukan.
NB: Jangan tebak akhir critanya :P
Diangkat dari FEARLESS OF LOVE nya kak Anindhiya Putri
kalo bingung sama awalnya baca dulu FOL :)
Check this out
Another End Of Fearless Of Love (fearless of death :p)
”Terserah lo mau bilang gue egois atau apa, terserah lo mau pukul gue sampek gue koma juga nggak apa-apa, tapi apa lo lupa Cak? Gue satu-satunya yang pernah kehilangan disini!” kata Alvin lirih
“Maafin gue vin, gue ga bermaksud ….. Tapi harusnya lu share sama kita-kita. Jangan simpen semuanya sendiri!”
“Hah, gue Cuma berusaha sekuat tenaga biar kalian nggak perlu takut dan ngrasain sakitnya kehilangan, terlebih dia, sahabat kita sendiri!” peringat Alvin pelan
“Lo salah, Vin! Dengan loo ngerahasiain ini semua, itu malah bisa bikin kita ngerasa jadi sahabat yang nggak berguna!” kilah rikko
“Gabriel Stevent Damanik,….. ya dia yang minta gue ngerahasiain ini!”
“Apa maunya si Iel? Apa dia nggak mikirin perasaan kita? Nggak kasihan sama Via?” kata rikko lagi
“Dia Cuma nggak mau kalian—”
BRUKK
“Alvin..! Vin, lu kenapa? Vin, bangun!”
“Kayaknya kita harus gotong Al masuk, dia pingsan!” kata Obiet lalu berdua dengan Riko berusaha membawa Al masuk, meninggalkan Cakka yang masih berdiri terdiam ditengah hujan. Cakka tersadar saat tanngan rikko kembali dan menyentuh pundaknya
“Kka, masuk yuk! Gue khawatir sama Al!”
*****
“Apa? Lemah jantung? Sejak kapan dok?” Tanya obiet panik. Dokter itu menghela nafas berat
“Tiga tahun yang lalu!” Cakka tertegun, nafasnya serasa inginberhenti. Semuanya sudah di luar kendalu.
“Apa yang mereka berdua pikirin sih?” obiet menggumam.
Dua sahabat mereka diambang kematian, manusia mana yang sanggupmenghadapinya? Agni dan yang lain dating menghampiri Cakka cs yang duduk tertunduk di ruang tunggu.
“Al mana?” Semua diam, tak ada satupun kata yang bisa keluar dari kerongkongan mereka. Hanya tangan Obiet. Tangan itu menunjuk ke sebuah pintu yang dibaliknya terbaring sahabat mereka, Alvin.
Rasanya seperti ada yang menusuk jantung mereka begitu dalam, mata Shilla tak lepas dari dictator jantung yang bergerak sangat lambat itu, baru saja dia mencoba menghapus air mata melihat benda itu menyentuh kulit Gabriel, kini, benda itu benda itu menempel lekat ke tubuh sahabatnya yang lain, Alvin.
Cakka yang masih shock memperhatikan gerakan kecil dari tangan Alvin. Dia langsung menghampiri tempat tidur Alvin.
“ Al, lu udah sadar? Maafin gue, Al, gue nggak tau kalau semuanya bakal jadi kayak gini!”
Mata Alvin berputar menatap mereka yang melihatnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
“Gue ketahuan juga ya?” tanyanya, lalu tersenyum lemah. “ Iel udah sadar?” lanjutnya
“Cengar cengir, lu pikir ini lucu?! Iel udahh stabil, tadi udah stadar, trus skarang malah tidur dia!” terlihat kelegaan di wajah Siviia
“Dan kenapa lo sembunyiin ini dari kita?” Tanya Rikko.
Alvin membuka selang Oksigennya. “karna gue tau, kalian nggak akan ngijinin gue main bola lagi!” jawab Alvin santai
“Lo gila, Vin! Ortu lo tau lu sakit?” Tanya Cakka
“Papa? Hahaha bercanda lo, Ka? Mama tau kali, dia liat gue ngenes gini dari surge!” Cakka menutup mulutnya, begonya dia!
Alvin mencabut diktator jantungnya, lalu mengenakan seragamnya lagi, diirringi tatapan heran bercampur marah oleh yang lain.
“Kalau gue nggak pake baju ntar gue masuk angin, udah ya, gue mau pulang. Mau ganti baju ntar kalo sempet gue balik lagi!” kata Alvin
*Siput mulai kumat saikonya, harap maklum kalau abis ini ngelantur banget*
“Vin, lu bener-bener nggak waras. Sakit lo! Sadar nggak sih kita khawatir sama lo! Eh lunya malah kayak gini!” Kata rio (anggep aje udah ade di fol 1 udah keburu keketik sih :P) kesel setengah marah
“Kunci mobil gue mana?” Tanya Al tanpa menghiraukan pertanyaan Rio, karena nggak di respon Al bilang “kalo kalian enggak mau ngasih kunci mobil, gue naik ojek nih”
“Lari aja sekalian biar langsung mati!” Via mulai nggondok
“Oke” Alvin bener-bener keluar dari kamar itu dan meninggalkan mereka disana. Sambil memegang dada kirinya ia tetap berusaha pergi dari tempat laknat itu, well kekuatan manusia ada batasnya, tepat saat ia menemukan sebuah taxi dia masuk dan limbung didalamnya. “Jalan Kelingi, pak!” kata Alvin dengan napas terengah-engah.
“Hoi, Al!” Ria berusaha mengejar Alvin, tapi terlambat Alvin sudah masuk taxi
“Alvin mana, Yo? Cakka, Via cs nyusul
“Dia beneran balik!” Kata Rio panic.
“Duh, salah gue! Gimana dong?” kata via ikutan panic.
“Biar gue yang bawa mobil Al, Yo lo bawa motor gue ya!” kata Cakka
“Oke, kita susulin Al ini?! Trus, yang jaga Iel siapa?”
“Yang cewek aja!” kata Obet, dan kemudian letsgo
“Di dalam taxi Alvin terus menekan dada kirinya. ‘Sial, sakit banget sih’ batin Al.
“Mas nggak apa-apa?” Tanya supir taxi
“U..udah mas jalan aja!” kata Alvin tetap berusaha mengabaikan sakitnya
@RS
Gabriel mulai bangun. Matanya berkeliling ke setiap sudut ruangan. Bersamaan dengan itu cewek-cewek masuk.
“ Lu udah bangun, Yel?” kata Via sambil mendekat ke ranjang Iel. Iel mengangguk kemudian balik bertanya
“Mana cowok-cowok?”
“ngejar Alvin!” kata Oik akhirnya setelah beberapa menit terdiam.
“Al? kenapa dia?” Tanya Iel.
“Dia…” Oik pun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, kecuali penyakit Alvin.
****
“rrgh…” Alvin mengerang, rasa sakit itu muncul bertubi-tubi jelas membuat si supir jadi takut.
“Kita puter balik ke RS ya, mas?” kata supir itu parno.
“jangan!” kata Alvin dengan suara melemah.
“tok.. tok..” si supir menengok ke kaca pintunya dan ternyata ada sebuah motor yang berjalan beriringan dengan taksinya. Tampang Rio yang lagi marah bikin si supir mikir kalau dia lagi ngebawa seorang anak yang baru lolos dari penculikan, ya jadi dia ngebutin mobilnya.
“Eh, dasar supir taksi sialan! Ngajak rebut dia?” Rio menambah kecepatan motornya. ‘udah kayak dikejar setan aja si Rio’ batin Cakka yang ngikut di belakang pake mobil Alvin. Dia juga mulai menambah speednya
“Woi, berhenti lo! Temen gue sekarat! Lo nggak liat!” teriak Rio sambil tetap mukul-mukulin kaca pintu taxi itu
*untunggnya polisi nggak dibayar ekstra buat nilang orang yang nglanggar lewat sms -,-* .
Supir itu dengan lola mikir “Temen ya? Berenti dong!”
Supir taxi kemudian meminggirkan taxinya.
”ken..hh..napa berhenti..hh?” kata Alvin sambil terus meremas dadanya
“Itu ada temennya mas!” kata supirnya takut ngeliat Riko dan Rio yang turun dari motornya.
“ JALAN PAK!” teriak Alvin dengan sisa tenaganya, reflek supirnya menginnjak gas dan ngeeng, asap mengepul di depan muka RikoRio
“Eh, sh*t.. sialan banget tu sopir!” RioRiko langsung balik ke motor, sementara Cakka masih setia ngikutin si pak Taxi
Saking semangatnya nginjek gas, mobil langsung melunjak dan berjalan dengan kecepatan tinggi. Tanpa disadari si supir, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju dari arah berlawanan
“WAAAAAA…..” si supir berteriak, ia membanting stir mobil menabrak pembatas jalan.
“PAK, KELUAR! Mobilnya nanti meledak!” kata Alvin
*Putri mulai lagi*
Dengan cepat pak supir keluar, Alvin yang sedikit limbung juga berusaha untuk keluar. Namun sialnya Alvin yang keluar dari pintu kiri yang menabrak pembetas jalanjatuh ke jurang yang berada di balik pembatas jalan itu. Alvin yang hampir jatuh, berusaha berpegangan pada batu yang cukup menonjol. Tapi sialnya tenaganya sudah terkuras habis oleh rasa sakit di tubuhnya. Saat Alvin mulai pasrah ada tangan yang tiba-tiba meraih lengannya dan membentunya naik. Dengan susah payah Cakka menarik tangan Alvin, kesadaran Alvin yang makin menipis ditambah lagi dengan rasa sakit yang masih menusuk membuat Alvin kehilangan tenagannya. Begitu Alvin berhasil diangkat Rio cs membantu cakka membawa Alvin ke mobil
*pak taxi dicuekin*
kemudian bergegas membawanya ke RS.
*gue berusaha nyelametin lo dari si Siput, Vin*
*Nggak asik ni kak Janie :p*
*wkwkwkwk gwe menang :D*
“Bukannya hh kalian hh mau hh gue mati?!” Tanya Alvin bingung, kali ini dia diimpit oleh rio dan obiet supaya nggak kabur, sementara riko naek mottornye cakka.
“Bego, mana ada sahabat yang mau sahabatnya sendiri mati?!” kata cakka sambil nyetir.
“Kita khawatir tau. Kalau lu mati siapa yang bakal nyumbang piala-piala juara ke sekolah kita” kata Rio sedikit emosi.
“Lucu..” respon Alvin pelan. Tanpa disadari dua sungai merah kecil mengalir dari hidung Alvin, Cakka yang melihat itu dari spion tambah panic begitu Alvin menuttup mata.
“Eh Yo, Biet, tuh si Al knapa?” Cakka panic
Tanpa basa-basi Cakka langsung tancap gas menuju RS
@RS
Alvin segera ditangani dokter. Sementara Cakka, Rio, Obiet, Riko harap-harap cemas di luar.
“Rrrt..rrt..” hp Rio bergetar.
“Hallo.. oh, kita udah ada di RS.. dia lagi ditanganin.. Iel sadar? Oke, kita kesana”. Rio mengakhiri . “Bro, Iel sadar!” kata Rio.
“Kalian kesana duluan, gue nungguin Alvin disini! Ntar kita gentian!” kata cakka diikuti anggukan dari teman-temannya
“Alnya gimana?” Tanya Iel begitu Rio cs dateng.
“Al masih ditangani dokter, tu anak nekat sih!” kata Rio.
“Bukannya memang itu gitu, udah gue bilang jangan dilawan” kata Iel dengan nada tidak setuju. “Gue mau liat dia!”
“Tapi Yel..” Via khawatir.
“Udah Via, gue nggak papa!” Gabriel tetep maksa.
“JAngan nekat, gue panggil dokter dulu!”
Atas izin dokter. Gabriel boleh keluar kamar. Alvin telah dipindah ke ICU, keadaannya benar-benar gawat. Mereka memutuskan Iel dan Via yang menjenguk duluan. Gabriel awalnya begitu semangat pengen ketemu Alvin, setelah melihat keadaan Alvin dia menjadi tidak tega. Bahkan Sivia pun sampai nangis nyesek di pelukan Iel.
“Gue kecewa sama lo, Vin, lo munafik! Kenapa lo nggak bilang soal keadaan lo? Gue bener-bener kecewa, tapi gue tetep pengen lo sembuhVin, inget janji lo!”
“Vin, bangun dong. Tanpa ada lo anak-anak jadi nggak semangat tuh! Bentar lagi masuk sekolah, Vin. Guru-guru pasti pada nggak semangat ngajar tanpa lo!”
Lima hari berlalu, keadaan Iel semakin membaik, bahkan terapi yang dilakukan berjalan dengan sangat lancer, namun kondisi ini bernbanding terbalik dengan Alvin, keadaannya tidak setabil dan bertambah buruk. Lima hari juga Aren selalu setia menemani Alvin, meskipun ia bukan siapa-siapa Alvin, tapi ia tetap selalu mengunjungi Alvin.
“Kak Alvin bangun dong, ini Aren kak.. kak Alvin, memang Aren bukan siapa-siapanya kakak, tapi Aren sayang kakak, Aren cinta kakak. Kasih Aren kesempatan buat buktiin itu semua!”
“Ren, udahlah Al juga pasti sedih lihat lo kayak gini, lo istirahat dulu lah, dari kemaren lo di sini terus” kata Rio
*inget FOL yang ke 2? Disini Rio jadi kakak tirinya Aren*
“Tapi Aren mau jagain kak Alvin!”
****
@RS
“Kapan sih gue dah boleh pulang? Bosen disini, kerjaannya disuruh tidur, makan! Mending boleh keluar, jagain Al aja nggak boleh!” Iel ngedumel
“Ada saatnya, Yel. Terapi kamu tinggal 2 minggu lagi, tahan ya!” kata Sivia
“Gue udah nggak betah, Via! Gue pengen nemenin Alvin!”
Sivia menatap Gabriel bingung “Yel, kalo Al sembuh dan lihat lo nggak sembuh-sembuh, dia bisa bantai kita semua!”
“Ya udah deh, terserah kamu aja, Vi! Gue boleh maen ke kamar Al nggak?”
“Ngapain? Ada Aren disana, Yel!”
“Gue kasihan sama Aren, Udah beberapa hari dia terus jagain Alvin terus!”
“Dan dengan gitu lo nggak kasian sama diri lo sendiri? Jangan gini lagi dong, Yel! Kita udah bahas ini dari kemaren!”
“Ya udah, terserah. Trus skarang gue harus ngapain?”
“Kamu tidur aja, istirahat Yel, aku mau check Aren, takut dia sakit kayak kemaren gara-gara nggak makan!”
“Heuh” Iel mendengus pelan. Sivia tersenyum meledek lalu pergi ke ruangan Alvin.
“Assalamualaikum!” katta Sivia sembari mengetuk pintu ICU
“Waalaikumsalam, eh kak Via! Masuk kak!”
“gimana Al?” Tanya sivi, lalu duduk di samping Aren, mata Sivia tak berpindah menatap kearah wajah putih pucat Alvin. Wajah yang dulunya s3elalu membantunya dari belakang.
“Masih sama, kak! Naik turun terus.Gue takut banget, kak! Takut kak Alvin nggak akan bangun lagi!”
“Aren, yang sabar ya! Alvin kuat kok, buktinya dia selalu bisa bawain kita piala kan?! Itu artinya dia bener-bener ngerti sakitnya, dan dia bisa ngeredam itu!”
“Tapi kak, Aren takut!”
“jangan perrnah takut, Ren, Karena Alvin nggak pernah takut sama kematian, yang penting kamu doa’in Alvin, sugest dia, dia pasti sembuh!”
Aren menngangguk “Kak Iel gimana, Kak?”
“He’s better, don’t worried bout his condition, okey I think I must back, before Gabriel came in, jaga Al ya!” kata Sivia lalu tersenyum
Setelah mengantar Sivia keluar, Aren mendekat ke tempat tidur Alvin lagi. Aren menggenggam tangan Alvin
“Kak,, bangun dong! Nggak capek tidur terus?”
Satu gerakan kecil Alvin membuat Aren terkejut, jari yang terjepit infuse itu bergerak perlahan, antara rasa haru, senang, bahagia dia berlarikeluar dengan semangat memanggil dokter yang lewat.
“Dokter, dokter.. kak Alvin sadar!”
Dokter segera masuk memeriksa keadaan Alvin. Aren hanya bisa menunggu di luar.
Aren masuk ke dalam begitu dokter selesai menjelaskan,
“keadaan Alvin sudah membaik, tapi kondisinya masih sangat lemah, jadi tetap buat dia selalu istirahat!”
***
Setelah mengantar dokter keluar, Aren menghampiri Alvin.
“KakAlvin gimana keadaannya? Udah baikan?”
“Always fine” kata Alvin lalu ia lanjutkan dalam hati ‘for you’. “Yang lain mana?” lanjutnya.
“sekolah lah kak! Kak Riko nggak mungkin ninggalin acara sekolah!”
“Gabriel gimana? Udah sehat? Apa malah udah pulang?”
“kak Gabriel masih harus terapi kak!”
“Ren, gue pengen makan sate!” pinta Alvin. Tiba tiba
“Kak Alvin bercanda? Sate nggak baik buat jantung kakak!” kata Aren
Alvin beranjak dari tempat tidurnya mencoba untuk duduk. Tubuhnya terasa kaku. “gue koma berapa hari?” Tanya Alvin sambil merenggangkan tubuhnya
“19 hari kak! Eh kak, tuh infuse jangan dilepas!” kata Aren yang melihat Alvin hendak melepas infuse yang menjepit tangannya.
“Mangkanya beliin sate, kalo nggak mau beneran gue lepas ni infuse!” ancam Alvin
“Yaudah, tunggu bentar gue panggil dokter buat nanya dulu!”aren berlalu,
didepan pintu dia bertabrakan dengan seseorang
“Aww..” rintih Aren.
“Aren? Alvin gimana?” Tanya orang itu setelah melihat Aren
“Kak Al di dalem, udah sadar! Udah dulu ya kak!”
“Ren,.. Aren. Mau kemana?” teriak Cakka, tapi tampaknya Aren tak mendengarnya. “Dasar, mau kemana sih buru-buru banget!” Cakka ngedumel gj sambil memasuki kamar Al.
“ngapain lu ngommel sendiri?” Tanya Al.
“Itu calon cewek lo mau kemana?” Alvin mengedikkan bahunya.
“bagus deh, kaloo lu dah sembuh, kita nggak harus bujuk-bujuk Iel buat nggak keluar kamar terus, dan emm gue minta maaf soal waktu itu” kata cakka lalu menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.
”No prob, lupain aja” kata Alvin santai.
“elo nggal bakalan nekat lagi kan Vin?” “nggak janji!”
“Vin!” bentak cakka.
“Iye, iye, nggak pake otot kali Cak!”
“Abis lu sih, gue Tanya beneran malah gitu jawabnya! Lo taukan kita semua khawatir setengah mati!”
“gatau lah, gue kan matisuri bego ya lo!” kata Alvin asal
“Al, jangan ngomong aneh-aneh! Ngeri gue!”
“Gue nggak aneh-aneh, gue emang matisuri kan! Coba alat-alat bantu itu dilepas, gue udah nggak ada kali!” kata Alvin
“AL! GUE NGGAK SUKA DENGER OMONGAN LO!” teriak seseorang yang berdiri di depan pintu. Iel yang duduk di kursi roda di bantu Via tiba-tiba nongol dari balik pintu
“Iel, ngapain lu kesini? Bukannya istirahat malah maen!” kata Alvin sok kesel
“Udah gue larang tadi, Vin! Tapi dia ngotot pengen liat lo!”
‘Anjir! Sial banget gue!’ batin Alvin
“Gue nggak suka ya denger omongan lo!” ulang Iel
“Oh, terus?”
“Lo tuh nggak pernah berubah ya?”
“Emang!”
“tok tok tok..”
Aren bersama dokter masuk ke dalam kamar Alvin
“Tuh dok, kak Al ngeyel pengen sate!”
“Alvin, sate itu nggak baik buat jantung kamu! Kalau pengen cepet sembuh kamu harus bisa nahan nafsu kamu, jangan makan sembarangan, terutama yang berkolesterol!” jelas dokter panjang x lebar
“Tuh kan, Kak Alvin ngeyel sih!”
“Hah, baru tau ayam nggak baik buat jantung!” kata Cakka heran.
“bukan ayamnya tapi prosesnya, pembakarannya nggak baik buat penderita kanker kayak Al!” jelas si dokter
“Kanker?” Tanya yang lain bingung
“bukannya kata dokter kemarin Al Cuma Elje?” Tanya Sivia. Al member isyarat agar dokter tetap bohong
“Oh iya, boleh deh!” kata dokter itu terpaksa lalu berbisik pada Al. “saya tidak bertanggung jawab kalau kamu makin parah!” Al tersenyum seraya mengiyakan.
“Fear of death is worse than death it self” kata Al begitu dokter itu sampai di pintu
****
Satu minggu berlalu, semua sudah kembali ke sekolah, kecuali Gabriel yang masih harus menjalani terapi. Alvin sudah kembali menjadi kapten sepak bola, tentu saja dengan pengawasan berlebih dari Aren
“Udah deh kak, ini udah jam setengah enam, udah lewat dari jadwal latihan, balik yuk!” ajak Aren
“ Nggak ah, males!”
“kak, jangan maksain diri! Inget, badan lo itu rapuh banget! Sakit kakak bisa kambuh kapan pun! Aku nggak mau kakak sakit lagi!”
“bentar lagi! Lo jadi tambah cerewet, Ren!”
“Oke, kalau kakak nggak mau berhenti aren pulang sendiri!”
“Oke! Fine! Kita pulang!”
di mobil Al hanya diam dan focus ke jalanan
“kakak marah ya?”
“nggak” “kok diem?”
“suka-suka gue!”
“oh gitu ya!”
“Kak, aku…. Ah nggak jadi” Aren menarik nafas berat
“sampek, cepet turun!”
“nggak mampir kak?”
“nggak!” “inget sampek rumah istirahat, makan terus minum obat!”
“hmmm” Alvin langsung tancap gas. Aren Cuma bisa geleng-geleng ‘cueknya kumat ni anak’ batin Aren
****
Bosen, bosen! Gabriel seakan pengen ngebuang semua barang si kamar rawatnya, 3 minggu sudah dia disana, bosen jelas menjeratnya.
“Tok tok..”
“masuk!” kata Gabriel nggak niat
“jalan yuk!” ajak orang yang baru muncul itu.
“nggak mau, Vin, ntar gue kena marah!” kata Gabriel sok nggak mau
“Ah, udahlah! Gue udah ijin sama dokternye” kata Alvin
“Oh.. ini gimana?” kata Gabriel nunjuk kepalanya yang botak
“Pluk”
Alvin melemparkan topi kupluk.
Gabriel tersenyum seraya berkata “you’re my best Bro!”
***
“jalan kemana, Vin?” Alvin tetap focus nyetir
“Ah, gue bosen, Vin! Lu diem mulu. Kan tadi lo yang ngajak gue keluar!”
“Hah, lu Tanya apa yel? Gue nggak denger, konsen nyetir soalnya!”
“Kita mau kemana Mr. CUEK?”
“terserah lu lah, lu maunya kemana?”
“ liat sunset yuk!”
“ciiiit”
Alvin ngerem mobilnya tiba-tiba
“anjir lu, Pin! Kalo kepala gue keantuk, mati dibantai lu!”
“sorry, abis lo tadi ngomong kayak cewek tau nggak! Enek gue!”
“udah, mau kagak?”
“iya, gue anterin!”
***
“Wah, lama nggak keluar! Anginnya seger banget! Eh Al, gimana caranya lu bisa bujuk dokter? Gue aja kagak berhasil loh!”
“Rahasia perusahaan, Yel!”
“Al, jangan sok misterius ah!”
“Ya ada lah caranya, lo mau tau aja! Udah nikmatin aja sunsetnye!” kata Alvin lalu duduk di hamparan pasir yang tidak terkena air pantai.
Gabriell mengedikkan bahunya. Sahabatnya yang satu ini memang selalu bisa membuat orang sekitarnya bahagia.
Sedangkan Alvin hanya tersenyum melihat Gabriel yang asik main air
“Kayak anak kecil lo!”
“Biarin! Sini, ikutan main!” Iel sedikit menciprat-cipratkan air kea rah Alvin
“nggak, gue nggak kayak lo! Dasar CHILDISH!”
“Hoi, Mr. CUEK, sekali-kali nggak papa kali!”
“childish!”
”Mr. cuek!”
“childish!”
”Mr. cuek!”
“childish!”
”Mr. cuek!”
“childish!”
”Mr. cuek!”
“Gilaaaa!” teriak mereka bareng, mereka lalu tertawa bersama.
Namun tiba-tiba terjadi perubahan air muka di wajah Alvin
“Lo nggak papa kan?” Tanya iel panik
“kayaknya kita mesti balik deh!
“Lo, nggak papa Vin?”
“Nggak papa kok! Tadi gue Cuma ijin ngajakin lo bentar doing!”
“yah, padahal gue belum puas!”
“Hahahaha, nggak usah ditekuk gitu kali! Dasar Childish!” Alvin berjalan menuju mobilnya, kemudian diikuti Gabriel
Gabriel bingung melihat Alvin yang berhenti di depan mobilnya
“Lo aja yang bawa mobil, gue ngantuk!” kata Alvin dan menyerahkan kunci ke Gabriel. Lagi-lagi Gabriel mengedikkan bahunya tanda bingung.
Alvin masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi sebelah penumpang. Ia menurunkan sandarannya dan mencoba mencerna rasa sakit yang muncul di dada kirinya, berusaha menetralkan rasa sakit itu. Sedang Gabriel berusaha focus dan tidak berpikir macam macam pada sahabatnya Al.
@RS
“Al, sampek nih!” tak ada sahutan dari Alvin “pules banget sih tidur lo! Vin..” tapi tetap tak ada reaksi
Alvin terbangun dari tidurnya, kepalanya pusing sekali.
“emm.. gue nginep ya, Yel!” kata Alvin yang baru bangun
“oma lo?”
“Ntar gue telpon, udah masuk ye, Via nggak nemenin lo kan male mini?”
“kayaknya kagak, katanya besok ada ulangan!”
“ya udah, male mini gue yang nemenin!”
“Vin, tapi lo beneran nggak papa kan?” Gabriel sedikit curiga lahat gelagat Alvin yang dari tadi seperti menahan sakit, wajahnya juga sayu, tampak pucat
“Nggak lah!”
“Greb”
Gabriel meraih tangan Alvin yang berjalan duluan di depannya. Tangan itu terasa begitu dingin. Genggaman tangan Iel membuatnya bisa merasakan denyut nadi Alvin yang melemah.
“Vin, lu beneran nggak papa? Jawab gue dong, tangan lo dingin banget! Jawab gue dong, Vin!” Gabriel semakin kuat menggenggam pergelangan tangan Alvin.
“Gue nggak papa! Apaan sih, lu lebay banget! Ini kan malem dan AC mobil gue dingin banget, wajar ajakan? Udah ah, gue ngantuk!”
Gabriel akhirnya mengalah, melepaskan tangan Alvin dan menyamakan langkahnya dengan Alvin. Sampai di kamar rawat Iel, Alvin langsung tepar di sofa. Iel hanya bisa geleng-geleng lihat sahabatnya itu.
****
“Pin, bangun mas! Lo nggak sekolah?” kata Gabriel yang baru selesai mandi
“iye, gue bangun! Rese abis lo, baru jam 5 juga!” kata Alvin sambil mengucek-ngucek matanya
Alvin segera bangkit dari sofa, tapi sial kepalanya terasa berdenyut lagi. Rasanya berat. Dengan sedikit terseok Alvin menuju kamar mandi. Gabriel semakin bingung melihatnya.
“Grompyang! Gdubrak! Brak! Bruk!”
Gabriel yang baru saja mau nyalain TV dikejutkan dengan suara-suara dari kamar mandi. Langsung saja Gabriel beranjak dan berusaha mendobrak pintunya
“BRAK!”
dan Gabriel pun menemukan Alvin yang jatuh telungkup dengan kepala yang bercucuran darah
“Alvin..!!” Gabriel langsung menghampiri Alvin. Diangkatnya kepala Alvin dan meletakkannya di pangkuannya.
“Vin, lo kenapa? Vin!” Alvin yang setengah sadar berusaha mengumpulkan kekuatannya
“Gu..gue nggak..pa..pa, Yel!”
“Nggak papa gimana?kepala lo berdarah, Vin! Lo kuat berdiri?” Alvin mengangguk, kemudian Iel membantu Alvin berdiri.
Namun Siput berkata lain *apadeh kak janieee!!*
Alvin kembali kehilangan keseimbangannya, dan tenaga Gabriel yang masih belom benar-benar kuat sukses membuat mereka berdua jatuh, dengan posisi Gabriel menimpa Alvin.
“Aduh..” rintih Gabriel
“Sorry Vin, gue belom kuat kayaknya. Gue panggil dokter aja ya!” Gabriel berusaha berdiri.
Namun tangan Alvin yang masih telungkup di lantai menggenggam erat pergelangan kaki Gabriel, membuatnya berhenti berjalan. Gabriel merasa ada yang mau Alvin katakan, namun saat ia menunduk, genggaman Alvin mengendur dan perlahan lepas begitu saja. Gabriel makin panic, dan langsung berlari keluar
“Dokter! Suster! Tolong!”
Dengan tergesa-gesa dokter Exel, dokter yang menangani Iel segera menuju kamar Iel
“ada apa Iel?” dia bingung melihat Iel
“Alvin, Alvin jatuh di kamar mandi!” Iel menunjuk Alvin yang masih terkapar di lantai. Dr. Exel terdiam melihat Alvin.
‘Alvin, bukankah dia..’ Dr. Exel mengacaukan pikirannya, dengan cepat ia berusaha mengangkat Alvin keluar dan membawanya ke UGD. Selama perjalanan ia terus memandangi wajah Alvin yang mirip dengan seseorang. Sementara Gabriel malah disuruh istirahat di kamar.
“gue nggak berguna banget, nolongin gitu aja nggak bisa. Padahal al slalu ngejagain gue. Alvin kenapa sih? Dari kemarin aneh, apa dia masih sakit? Dia sakit apa?” pertanyaan demi pertanyaan terus berputar memenuhi pikirannya
“rrt..rrtt…”
Gabriel mengangkat telphonenya yang bergetar
“Ya Yo?”
“ada Al di sana? Soalnya kita Tanya sama Oma katanya Al sama lo!”
“Adak ok!” kata Gabriel dengan suara tercekak
“mana? Gue mau ngomong soalnya, hpnya nggak aktip!”
“dia…”
“Yel, Al mana?” Tanya Rio lagi
“….”
Mulai timbul perasaan nggak enak pada Rio
“Yo, Al..”
“Al kenapa Yel?” perasaan Rio semakin nggak enak
“Al tadi…” Iel menceritakan kejadian tadi
“Hah? Trus sekarang dia gimana?”
“Gue nggak tau Yo! Gue dikurung ini! Tadi Alvin dibawa ke UGD!”
“bokapnya udah tau?”
“Nopenya sibuk dari tadi!”
“Ya udah, ntar pulang sekolah gue sama anak-anak langsung kesitu!”
****
“Ada apa yo?” Tanya Ify begitu memasuki kelas mereka
“Al.. di UGD” kata Rio nggak jelas
“hah? Alvin ke Uganda?” Tanya Rikko
“Alvin masuk UGD RS tempat Iel” kata Rio lagi
“Kenapa?” Tanya yang lain panic
“gue juga belum jelas!” kata rio
“Kita bolos aja!” ajak Obiet
“Biet, lu salah minum obat ya?” Tanya oik khawatir
“Ha?”
“muka lo nggak usah nodong gitu, Biet. Ya kita bingung aja elo yang notabene kalem malah ngajak bolos?” kata cakka
“oke, kita bolos? Yaudah sebelum masuk!”
“Kak aku boleh ikut kan?” kata suara di belakang mereka
“Aren?”
“Boleh! Banget!”
****
“Sus, gue boleh nungguin Al di depan UGD nggak? Plis!” udah ribuan kali Iel memelas
“Ya udah, tapi harus tetap pakai infuse. Trus inget waktu, kalau udah waktunya terapi harus kambali ke sini!”
“Yes, makasih, Sus. Gue balik tepat waktu!” Iel langsung semangat lari-larian nenteng infuse, ninggalin suster
“yel, jangan lari-lari!” teriakan suster tak dihiraukan
“Gedebuk”
Karena terlalu semangat berlari Iel sampek jatuh terjerembab, sebuah tangan yang memiliki jemari yang begitu cantik mengulur di depan mata Gabriel
“Via!” kata Gabriel sambil mendongak
“Lu nggak papa, Yel? Jangan lari-lari makanya!” kata Via membantu Iel berdiri
“Yel, Alvin gimana?”
“Rio, Cakka, Obiet, Riko, Aren!”
“Kak Iel gimana sih, ditanya malah ngabsen!”
“kalian bolos? Alvin, dokter belum keluar! Sebenarnya Alviin sakit apa sih? Kan nggak mungkin tiba-tiba gitu jatuh di kamar mandi!”
“Lemah jantung Yel!” jawab Cakka akhirnya
“Apa? Kok gue nggak tau?” Tanya Gabriel lalu ia menyenderkan dirinya ke dinding, perlahan merosot dan terduduk di lantai “Kenapa harus Al?”
“Yel, yang sabar!”
“Jadi waktu itu Alvin koma karena ini?!”
“Iya, Yel. Kita juga kaget banget waktu Al tiba-tiba blackout, trus dikasih tahu!”
“Tapi masak elje bisa berakibat kayak gini?” Obiet mulai menduga-duga
“Itu dia yang gue bingungin, waktu dia di taksi dia kelihatan kesakitan banget, padahal elje setau gue nggak selebay itu” jelas Rio
“Trus waktu balik ke RS dia sampek mimisan segala” Cakka nimbrung.
Gabriel masih terduduk sambil sesenggukan. Aneh memang seorang cowok nangis. Tapi ini memang terjadi. Membayangkan sahabat yang selalu membantunya kini terbaring lemah, menggantikan posisinya. Gabriel tak sanggup.
Dr. Exel keluar dari UGD
“Alvin keadaannya gimana dok?” Tanya Rio, di belakangnya muncullah Alvin dengan kepala diperban
“Kayaknya gue nggak sekolah lagi deh, Yel” kata Al sambil masih memainkan perban di kepalanya, dia udah kayak petarung nggak jadi. “Kalian! Kenapa di sini hah? Kalian nggak sekolah! Dasar bego! Mau gue gorok satu-satu?”
“Abis kita kawatir sama lo!”
“Hah, gue Cuma kepentok tadi.. nih lihat!”
“Iel bilang lu masuk UGD, jadi kita panik”
“Iel lu percaya! Dia itu lebay. Cuma gini doang!”
“gue takut banget tadi Vin, lu pucet banget, badan lu dingin, gimana nggak kuwatir coba!”
“dasar lu nya aja yang lebay!”
“udah-udah, ini rumah sakit! Iel, bentar lagi waktunya terapikan! Cepet siap-siap! Alvin tiduran aja dulu di kamar Iel!” Dr. Exel nengahin
“Ngapain kalian masih di sini? Balik ke sekolah sana, ini juga Aren ngapain ngikut?”
***
Setelah di usir balik mereka Cuma mojok di kantin RS, jamudah nunjukin time yang ga banget buat ke sekolah, kepalang banget buat masuk ntar juga disuruh balik
“Maafin Al ya Ren, dia nggak maksud apa-apa kok, dia emang gitu, dari kecil emang yang paling jarang diperhatiin, dia jadi ngerasa aneh karena kamu tiba-tiba di sana tadi” kata Via
“Aren nggak apa-apa kok kak! Udah sedikit terbiasa!”
“Skarang mau kemana nih kita?” Tanya Rio
“sekolah aja yo, gue nggak mau di gorok Al” Kata Cakka
“lewat mana?” Tanya aren bingung
“a secret way hahahaha”
“Okodi!”
***
“Al, lu yakin nggak papa?”
“gue capek dengerin lo dari tadi nanyain itu mulu!”
“tapikan gue beneran kuatir sama lo!”
“tadi lo denger sendiri kan Dr. exel bilang apa!”
“Iya, gue denger! Tapi gue ngrasa ada yang aneh dari lo, kayak ada sesuatu tau nggak?” kata Iel curiga
Alvin yang tengah makan chitato dan menonton TV menghentikan aktifitasnya, lalu menoleh ke Iel
“Apaan?”
“nggak tau, lo kayak nyembunyiin sesuatu!”
“Aneh lo!”
“Lo yang aneh!”
“Ah udah deh! Ngomongin lainnya!”
“Lu sama Aren gimana?”
“Aren? G-ga ada apa-apa” jawab al gelagapan
“Ah, bohong lo!”
“Suer deh!” kata Alvin sambil mengacungkan dua jari tengah dan telunjuknya
“tok tok tok”
“Masuk!”
“Hei, Gab gimana? Siap buat terapi?” Tanya Dr. Exel
“Eh, sekarang dok? Katanya ntar siang?”
“sekarang, nanti saya mau pergi soalnya. Emmm ini Al punya kamu three time for one day, inget!” kata dokter Exel sa,bil memberikan sebotol kecil obat yang berisi butiran pil. Gabriel melihat obat itu bingung ‘kok sama?’ batinnya.
Alvin membelalakkan matanya ‘buset ni dokter!gimana kalau Iel tau?’ batinnya.
“Eh dok, obat apaan itu?” Tanya Gbriel
“Ini? Sama kayk kamu lah!” kata dokter Exel
“Hah, kok bisa? Itukan buat.. jangan jangan? Al, lo ngebohongin kita ya?”
“Hah? Apa? Enggak, ini..” ‘aduh, dokter the kumaha atuh. Pake acara ngasih ginian di dini. Mati gue, Iel pasti tahu’ batin Alvin
“Vin, jujur sama gue dong!” kata Iel makin marah
“Eee… Itu gue..” Alvin gelagapan
“iel, udah waktunya terapi! Ayo, kamu harus siap-siap!”
“Bentar dok!’
“a…anu yel, lu terapi aja dulu! Ntar kalo telat bahaya!”
“awas kalo gue balik lo malah kabur!”
“nggak janji” kata Alvin pelan begitu Gabriel keluar Alvin langsung keluar juga, dia berlari meninggalkan RS dengan membewa kunci mobilnya, namun dia malah meninggalkan obatnya
<SKIP>
Sesudah terapi Iel kembali ke kamarnya dengan diantar suster yang mendorong kursi rodanya. Di sepanjang lorong RS firasatnya nggak enak. Bukan efek terapi, ntahlah, Iel sendiri nggak tahu penyebabnya.
Gabriel mendapati kamarnya telah kosong, ia memutar roda kursinya dan membiarkan suster itu berdiri di depan pintu. Gabriel menemukan secarik kertas di atas mejanya
“Gue balik, yel. Masalah yang tadi ntar gue jelasin, please jangan kasih tau yang lain”
“Udah gue duga, dasar tu anak emang sakit!” Iel bergumam
“sus, bisa bantu tiduran nggak?”
“Ayo mas!” kemudian suster membantu Iel naik ke kasurnya. “Mas Iel, obatnya kok masih penuh?” katanya sambil mengambil obat di atas meja iel
‘Haha? Perasaan obat gue tinggal setengah! Jangan-jangan itu obat Al!’
Gabriel menggenggam erat botol obat itu dia lalu membuka laci di sebelah bednya dan mengambil handphonenya. Langsung saja ia menelpon Alvin, sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukan.
NB: Jangan tebak akhir critanya :P
0 komentar:
Posting Komentar