Selasa, 26 April 2011

-Another End Of Fearless Of Love part 2-

-Another End Of Fearless Of Love part 2-


Sudah beberapa kali gabriel berusaha untuk menelpon Alvin, tapi nihil,
Alvin tak menjawab telponnya

“kemana sih nih anak satu? Bikin orang khawatir!” kata Gabriel kesal


Sementara itu…


drrt drrt drrt


Alvin yang dari tadi mengendarai mobilnya kesel setengah mati
gara-gara dari tadi handphoenya getar terus. Alvin akhirnya mencoba
mengambi handphonenya yang ada di knikkog jeansnya.


“Anjir, jatoh lagi!” rutuk Alvin, than, dia merogoh-rogoh handphonenya
sementara tangannya yang lain memegang setir kemudi, tiba tiba..


TIN TIN TIN….


“AHHH…”

Alvin membanting stir mobilnya lalu menginjak rem dengan keras,
beruntung tepat saat mobil Alvin hampir membentur pohon besar.


“BAWA MOBIL YANG BENER WOI!” rutuk pengendara truk tadi


“hah…hah…hah…RRRGGH hah..” napas Alvin terengah-engah jantungnya
serasa hampir lepas, sakit itu datang kembali, membuatnya meremas dada
kirinya dengan kuat

“Sial, nggak tepat banget sih waktunya!” rutuk Alvin
“hhh..sakit..sakit banget..”

Alvin memegang dadanya sambil terus berusaha menggapai hpnya. Akhirnya
setelah berusaha cukup lama akhirnya HP itu terjangkau olehnya. Dengan
sisa tenaga Alvin mengetikkan nomor seseorang.

Suara kereta api yang menjadi RBT orang yang ditujunya seirama dengan
deru napasnya yang begitu lambat. Setelah nunggu beberapa saat orang
yang dituju mengangkat telpon Alvin

sementara itu…


“Jadi norma itu adalah bla bla bla…”

drrt drrt

Aren membuka handphonenya yang ditaruh di atas meja dan di tutup
dengan LKS sosiologinya

-Alvin(kksb)’s calling-

Aren mengangkat telphon itu dengan sembunyi-sembunyi

“Hallo, kak, kenapa nelpon? Aren msih ada kelas sejam lagi!” kata Aren
“hah..hah..hah..gue..hh di deket hh rumah lo..aaaarrrgh..”
“Hallo! Hallo! Kak! Kak Alvin!” tanpa sadar Aren berteriak

“AREN!”

panggil guru itu marah. Aren menatap guru itu dengan mata berkaca-kaca

“Pak, saya harus pulang sekarang!” kata Aren hampir nangis
“Kamu kenapa Aren? Apa nggak enak badan?”
“Sa..saya harus pulang!” Air mata Aren mulai menetes.

Setelah membereskan bukunya Aren segera beranjak dari kursinya. Tanpa
berpamitan lagi Aren langsung meninggalkan kelas. Berlari menuju depan
sekolah, tanpa menunggu angkot dia berlari menuju rumahnya.


TIN TIN


“aww” rintih aren, karna ia tiba tiba jatuh lantaran ada mobil menyerempetnya

“Ren lo nggak papa? Maaf deh!” kata orang yang hampir menabrak Aren
“kak..kak Cakka.. Kak Alvin, kak Alvin” kata Aren
“Lo nggak papa kan? Alvin  kenapa Ren?’ Tanya Cakka panik
“kakak kenapa keluar? Gue nggak papa kak! Gue juga belom tau kak Al
kenapaa, tapi gue takut banget” keta Aren sambil menangis
“Gue abis nganterin Agni pulang, itu bocor” kata Cakka nyengir. “Ya
udah, gue anteriin lo deh. Lu tau Al dimana?” Aren mengangguk pelan
disela tangisnya
“Cepet naik, Ren!” kata Cakka membukakan pintu mobilnya. “Al dimana
Ren?” lanjutnya
“ tadi dia bilang di telpon, dia lagi di dekat rumah gue,kak! Gue
takut kak Alvin kenapa-napa!” air mata Aren terus keluar


****


Alvin mengerjapkan matanya berusaha agar bisa dalam keadaan sadar,
perlahan ia mulai bisa mengatur nappasnya, tapi rasa sakit didadanya
tetap saja menyerang

“Al, buka!” Dengan susah payah Alvin membuka pintu mobilnya
“Kak Alvin, lo nggak papa kan? Kak Cakka, bantuin ngangkat kak Alvin dong!”
“Iya-iya, Ren ini baru mau gue kerjain!”
“Cak, tolong jangan bawa gue ke RS lagi” Kata Alvin pelan
“Tapi Vin…”
“Please Cak, gue Cuma butuh istirahat, itu doang”
“Oke fine, gue ngikut aja!” Cakka memutar stir mobil Alvin,

sekali lagi dari spion mobil yang sama dia bisa melihat sahabat yang
selalu terlihat kuat dimatanya kini menjadi lemah, dia memang tidak
pernah menaruh curiga, Alvin memang selalu mampu menyimpan masalahnya
dengan baik

“Kak Cakka, bawa ke rumah Aren aja kak! Deket kok!”
“Gimana Vin?”
“Terserah, yang penting bukan RS!” Akhirnya Al dibawa ke rumah Aren
“Ya ampun, nak Alvin kenapa?” Tanya mama Aren begitu Aren dan Cakka
masuk ke rumah membopong Alvin
“Kak Al sakit ma, aku bawa ke kamar dulu ya!” kata Aren. Mamanya
mengangguk lalu mengikuti ke kamar
“Baringin di kamar aja, kak!” setelah nidurin Al di kamar Aren, Cakka
balik buat ngambil mobilnya yang dia tinggal di tempat tadi

****


“Kakak sebenarnya sakit apa sih?” Tanya Aren lalu mengompres kepala
Alvin yang perbannya sudah di buka terlebih dahulu
“Lo udah tahu kan? Ngapain nanya?” kata Alvin, tangannya bergerak
menuju sumber sakitnya yang tampaknya akan tetap menyakiti tanpa ampun
“Masih sakit kak? Ke RS aja ya! Firasatku kakak nyembunyiin sesuatu dari kita!”
“Pokoknya gue nggak mau ke tempat laknat itu! Nyembunyiin apa coba?
Ada-ada aja lo!”
“Kakak jujur aja sama Aren” kata Aren tulus
“Jujur apa sih? HP gue mana?” Tanya Al, Aren mengambel hape Alvin yang
di taruh Cakka di meja. Dengan cepat Alvin mengetikkan sms
“Kka, ambilin obat gue di kamar rawat Iel ya”
Beberapa menit kemudian ada balesan
“obat apaan? Oke deh! Lo nggak papakan?”
“udah, lo Tanya Iel aja, not too bad lah! Lu cepetan ya!” balas Al
“siap bos”. Abis itu Alvin kembali memberikan hpnya ke Aren
“Makasih ya, Ren!”
“Oke kak, urwel! Lo istirahat aja dulu!” kata Aren sambil membetulkan selimut Al
“Lo mau kemana?” Tanya Alvin
“Dapur, sekalian ganti baju masa iya ganti baju disini! Udah kakak
istirahat aja!” kata Aren lalu keluar
“Ren, cepet balik kesini ya! Alvin meraih tangan Aren dengan muka memohon
“Oke, kak Alvin jadi manja deh!” Aren tersenyum manis
“Gue takut kehilangan lo!” ada semburat merah di pipi Aren
“Kayaknya panas kakak makin tinggi deh! Ngomongnya ngaco mulu!”

Kemudian tanpa basa-basi lagi Aren segera pergi.

Aren makin bingung dengan Alvin yang kadang baik, kadang ramah, kadang
cuek, kadang nggak bersahabat, dan kadang manja. Aren sampe
senyum-senyum sendiri mikirinnya.

Sepeninggal Aren Alvin kembali membiarkan rasa sakitnya menjalar
memenuhi tubuhnya, karena ia sudah tidak sanggup menahan sakit yang
teramat sangat itu. Alvin terus menekan dada kirinya hingga ia merasa
begitu panad, padahal AC di kamar Aren sudah 16°C.

“Arrgh..sial, sakit banget! Hh..aduh, A..Aren..ren, lo di mana? Sakit
banget Ren!” entah mengapa saat ini Alvin ingin Aren selalu
menemaninya. “Arrgh..Aren..” sakit itu semakin gencar menyerang

Cklek

“Kenapa kak? Kakak kenapa?” Tanya Aren yang langsung menghampiri Alvin
yang meringkuk di atas kasurnya.

Peluh bercucuran dari kepala Alvin membuat Aren jadi panik. Alvin
tidak memberikan respon apapun, ia hanya mengerang dan menggenggam
tangan Aren dengan kuat. Aren makin merasa aneh, Alvin terlihat begitu
kesakitan, terasa dari pegangan Alvin yang semakin kuat menggenggam
tangannya. Aren jadi bingung harus bagaimana, genggaman Alvin terasa
panas, dan begitu Aren menyentuh kening Alvin, juga terasa panas,
padahal kamarnya ber AC.

“Ya Tuhan, kakak demam! Aren ganti kompresnya dulu ya!” Aren berusaha
melepas genggaman tangan Al, tapi Al malah menggenggam tangannya makin
kuat

“Ja..jangan pergi, Ren! Temenin gue! Dingin banget!” Alvin menarik tangan Aren,

mengisyaratkan pada Aren agar memeluknya. Aren akhirnya menundukkan
kepalanya dan menyandarkan ke dada Alvin, tangannya yang tidak
digenggam Alvin memeluk sisi tubuh Alvin yang lain, ia kini merasakan
betapa panasnya tubuh Alvin, dan betapa lemahnya denyut jantung Alvin.
Tangan Alvin masih menggenggam erat tangan Aren, membuat Aren tambah
miris. Aren memeluk Alvin dengan erat, berharap sakit yang diderita
Alvin berkurang.

“hh makasih Ren!”

Cklekk

tiba-tiba pintu kamar Aren terbuka membuat Aren sedikit bangkit

“Ini, Al, o…”

Cakka tertegun melihat Aren dan Alvin.

Wajah Aren memerah melihat kedatangan Cakka, sementara Alvin hanya
diam lantaran rasa sakit itu telah mampu membungkamnya.

“Maaf ganggu, g..gue Cuma mau kasih obat, g..gue keluar ya!”
“Eh..oh, ma..makasih kak!”
“gu..gue langsung balik ya! Sekali lagi maaf ganggu kalian! GWS ya, Vin!”
Setelah kepergian Cakka Aren mengambil obat yang ditinggal Cakka di
atas meja Aren. ‘obat apaan ya? Ah, sabodo!’ kemudian Aren beranjak
mengambil air yang sudah di bawanya tadi.
“Kak, minum dulu obatnya!” Aren menjejalkan pil yang sangat kecil itu
ke mulut Alvin, lalu dia juga mencoba meminumkan air mineral ke Alvin.
Agak susah, karena Alvin hanya membuka mulutnya sedikit.

Setelah menegak obat tadi Alvin merasa kalau kepalanya hampir pecah,
itu membuatnya jadi tambah gelisah dan malah menjambaki rambutnya.
Aren jadi tambah panik dan khawatir, ia mencoba memegang tangan Alvin
dengan kuat. Sesaat kemudian rasa sakit itu perlahan menghilang. Aren
perlahan melepaskan genggaman tangannya saat merasa Alvin sudah mulai
tenang. Kemudian tangannya beralih mengelus kepala Alvin. Dia
mengambil beberapa tissue buat nyeka keringat Alvin.

“Kakak udah nggak papakan? Aren takut banget kak! Kakak kenapa sih?
Tiba-tiba kayak gini? Prasaan nggak pernah sampai kayak gini!” Aren
terus ngoceh, nggak ngebiarin Al ngejawab.
“Stop! Aren oke, gue jawab, gue nggak kenapa-kenapa, oke fine!”
“Nggak papa gimana, ngomong aja susah bilang nggak papa! Ayo kak,
kasih tau Aren!”
“Lebih baik lo nggak tau, Ren!”
“Plese kak, please, kakak justru tambah bikin Aren penasaran!”
“Kalau gue bilang, tadi gue sakau dan obat itu narkoba gimana?” Aren terbengong
“Hah? Aren nggak percaya! Lagian sakau mah nggak kayak gitu!”
“Sok tau lo, emang udah pernah?”
“Aren kan pernah baca di buku kak!
“Tapi kan belum pernah lihat langsung!”
“Udah ah, kak! Jujur dong, serius nih!”
“Gue sakau, puas?” Tanya Alvin kesal
“Kakak bohong, Aren tau kakak nggak mungkin sakau!”
“Lo nggak percaya banget sih? Kalau nggak ada obat itu gue udah mati
sekarang, kalau nggak minum obat itu gue sakit, itu sakau kan
namanya?” kata Alvin kesal
“Kak Alvin, jangan ngomong mati seenaknya aja dong! kakak nggak
mikirin perasaan Aren? Kakak sadar nggak sih kalau Aren sayang banget
sama Kakak? Aren nggak mau kehilangan Kakak! Aren takut banget tadi!”
Aren melampiaskan seluruh kekesalannya

****


Tok tok tok


“Masuk!”
“Hei Iel, gimana keadaan kamu?” Tanya Sivia lalu duduk di sebelah
ranjang Gabriel
“udah lumayan baikan, hehehe kamu gimana?” Tanya Gabriel balik
“Always fine beside you” kata Sivia dan tersenyum, mereka bertatapan,
perlahan wajah mereka mendekat…dan..
“ekhem, ekhem, dunia ini bukan Cuma milik lo bedua neng, mas!” ledek Rikko
“Adegan berikut untuk 17 tahun ke atas” kata Rio lalu ngakak parah
“hei hei gada kiss!!umur baru lima belas tahun juga! Enggak enggak
enggak!” kata Obiet sambil mengacungkan jari telunjuknya
“Apa sih? Kita sama sekali enggak berpikiran buat ngelakuin itu, yakan
Vi?” Tanya Iel. Sivia mengangguk malu

“Halah, ngeles”

“Mana Cakka Agni?” Tanya Iel mengalihkan pembicaraan
“Cakka tadi nganterin agni balik, rok putihnya merah hahahaha” Rikko
yang dari tadi ngejekin Agni sekarang malah ngomong gitu, dilirik
sinis deh sama Shilla
“Oh gitu ya, tadi dia ke sini sih sebentar, ngambil obat Alvin!” kata Iel lesu
“Al? kenapa lagi tuh anak?” Tanya Rikko
“Nggak, nggak ada apa-apa!” jawab iel menutupi

****

Alvin terdiam, terpaku kaget bercampur senang mendengar pengakuan Aren

“Maaf kak, Aren nggak ber…” sebelum Aren menyelesaikan kalimatnya
Alvin sudah terlebih dahulu menarik Aren ke dalam pelukannya, ya
hatinya senang. Ternyata perasaan Aren sama seperti dirinya.

“lo yakin mau sama gue yang kayak gini? Gue nggak seperti yang lo
bayangin lo!” kata Alvin terus memeluk Aren. Kali ini gentian Aren
yang diam
“If you are really think that I’m is your dear, I just want spending
my last time with you!” kata Alvin lagi
“Kakak ngomong apa sih? Kakak masih bisa sembuh kan!” kata Aren
setengah berbisik di telinga Alvin
“Just a miracle my girl, kalau rumah sakit aja udah angkat tangan apa
lagi yang mesti aku pertahanin? Aku jenuh minum sesuatu yang Cuma
memperpanjang penderitaanku” jawab alvin pelan. Aren melepas
pelukannya

“Tapi kak..”

“Kanker darah Ren, aku beda dengan Iel yang masih bisa kemoterapi”
desah Alvin pean, mendengar itu perlahan air mata menetes dari mata
Aren
“Apa!? Kenapa kakak bilang kakak kena elje? Kenapa kakak nggak kasih
tau kita yang sebenarnya?” Tanya Aren disela tangisnya
“sst, gue emang punya elje dari kecil. Please jangan nagisin gue,
jangan bikin gue nyesel kasih tau ini ke elo. Cukup Gabriel aja yang
ketahuan, jangan gue juga. Kasihan mereka Ren, gue nggak mau lihat
mereka down” kata Alvin lalu menghapus air mata di ujung mata Aren
“Aren akan slalu jagain kakak! Aren nggak akan biarin kakak
kenapa-napa! Tapi kakak harus janji!”
“Janji apa sayang?” Alvin tersenyum manis sambil menyeka sisa-sisa air mata Aren
“Kakak harus berjanji akan bertahan demi Aren, demi kakak, dan demi
semuanya! Kakak juga harus lebih terbuka sama Aren!” Alvin hanya
tersenyum dan kembali menarik Aren ke dalam pelukannya
‘Maaf, aku nggak bisa Ren” Batin Alvin. Aren melepaskan pelukannya
“Kakak makan ya? Aren buatin bubur!” Alvin tersenyum lalu mengangguk.

Sementara itu Agni dan Cakka sedang menuju ke rumah sakit


“Kka, lu kenapa? Kok diem dari tadi?”

Cakka nggak ngerespon

“Kka, Cakka!”

“Ah enggak, udah, turun yuk” ajak Cakka. Mereka berdua lalu berjalan
beriringan ke kamar Iel

****

“Yel, kemaren lo nggak ngrasa ada yang aneh dari Al?” Tanya Rio, Iel
bingung mau jawab apa, beruntung sekali dia, pertanyaan itu dialihkan
oleh seseorang yang mengetuk pintu kamar rawatnya

Tok tok tok


cakka masuk bersama Agni

“Eh, elo Kka!” Iel mengalihkan pembicaraan
“Eh, Agni juga ada! Benderanya sudah bersih neng?” Canda Rikko yang
langsung diacungi bogeman oleh Agni
“Peace..” Rikko meringis
“Al mana? Kok nggak bareng?” Tanya Via
“Al masih berduaan sama Aren!” Cakka cekikian
“Maksud lo?” Iel bingung
“Iya, berduaan di kamar, pelukan gitu!”
“Lo semakin ngaco Cak! Ag, lo apain cowok lo?”
“Apa? Apa lo bilang? Mereka pelukan di kamar Aren? Sialan! Nyari
masalah tu anak!” Rio geram
“Wow, sabar yo! Gue nggak yakin Alvin begitu” kata Obiet diiringi anggukan Oik
“Kolau Cakka yang begitu, gue baru percaya!” celetuk Rikko
“Terserah!” Rio langsung mengambil kunci mobil lalu keluar, Ify
langsung mengikutinya

****

“Yo, tahan emosi kamu! Alvin nggak mungkin gitu, gue tau dia Yo!” kata
Ify mencoba menenangkan Rio yang masuk ke rumahnya dengan kasar.
Selama di mobil mereka hanya diam karena Ify ketakutan

“Bullshit!”

Rio menaiki tangga dan langsung menuju ke kamar adik tirinya itu,

BRAK


Rio langsung kaget mendapati adiknya yang tertidur dengan kepala yang
bersandar di dada Alvin. Sedangkan Alvin juga tidur. Langsung saja
dengan bringas Rio bersiap menonjok Alvin

“Yo, sabar yo!” Ify menenangkan Rio

“Kak Rio, jangan! Teriak aren begitu terbangun dari tidurnya dan
mendapati kakaknya hendak memukun Alvin. Alvin terbangun mendengar
teriakan Aren. Baru saja ia membenarkan posisinya tiba-tiba


BUGGH


“Aaarrrrrgh..”

Alvin mengerang ketika serangan Rio memukul telak tepat di jantungnya.
Alvin terduduk, tanpa sadar ia telah memuntahkan begitu banyak darah.
Aren berteriak, dengan cepat dia merengkuh Alvin yang mulai hilang
kesadarannya.

Sementara Rio hanya bisa tertegun. Dia tidak menyangka kalau akhirnya
akan seperti ini. Dia tidak bermaksud melakukan sampai sejauh ini

“Kak, kak! Kak Alvin bangun kak! Kak, jangan tinggalin Aren!” Aren
menangis dalam rengkuhannya ia dapat mendengar sayup-sayup detak
jantung Alvin yang berdetak begitu pelan

“Kita bawa Alvin ke RS aja ya Ren!” bujuk Ify. Aren tidak menjawab,
dia hanya mengangguk sambil terus menangis.
“Yo, jangan diam aja! Cepet bantuin angkat Al ke mobil!” teriak Ify
membangunkan Rio dari lamunannya.

Kemudian Rio menaikkan Alvin ke punggungnya dan bergegas membawa Alvin
ke mobilnya. Aren terus menangis dalam pelukan Ify. Kemudian Rio
bergegas melajukan mobilnya ke RS. Aren memeluk Alvin erat di
sepanjang perjalanan

“Kak, bangun kak, berhenti bikin Aren takut” bisik Aren disela
tangisnya “kakak janji sama Aren kakak akan bertahan, kenapa kakak
malah begini?”
“Maaf, Ren!” ucap Alvin begitu pelan membuat hanya Aren yang
mendengarnya. Namun akibat perbuatan itu mulutnya kembali memutahkan
darah, namun kali ini hanya sedikit
“Maaf” ucap Alvin lagi
“Kakak jangan ngomong lagi kak!” pinta Aren
“Di..ngin banget Ren, dadaku sa..kit!”
“kak Alvinn tahan ya, bentar lagi sampai! Kak Rio cepetan kak!” kata
Aren memeluk Alvin semakin kuat, berharap dapat memberi sedikit
kehangatan buat Alvin. Rio menambah speed mobilnya.

“Ren, aku mau tidur” kata Alvin pelan
“kakak, tetaplah sadar kak” pinta Aren takut
“Ma……af”
“Kak! Kak! Bangun kak!”
“Ren, tenang dulu! Al Cuma pingsan kok!” Kata Ify yang notabene
anggota PMR sambil memeriksa nadi Alvin. Aren hanya memeluk Alvin
sampai RS. Rio hanya terdiam di sepanjang perjalanan, dia sangat
merasa bersalah.

****

Cakka dan Agni memutuskan keluar dari obrolan ribet Obiet feat Iel,
mereka tiba-tiba menemukan Rio yang tengah membungkuk dan
memohon-mohon kepada aren yang hanya duduk diam dengan tatapan kosong

“Ada apa Fy?” Tanya Agni
“Jangan di sini!” kata Ify mengajak Cagni ke pojokan lalu
mencceritakan semuanya. Cakka geram, memang tidak bisa dipungkiri awal
dari masalah ini adalah dirinya.
“Cakka, jangan lakukan kesalahan yang Rio lakukan!” pinta Agni
“Maafin Rio, cak! Dia Cuma terlaluu sayang sma Aren, dan dia tidak
pernah bermaksud buat ngelakuin itu” kata Ify
“Oke, gue maafin. Lagipula salah gue juga pake ngomong kayak tadi!”
“Trus Alvin gimana Fy? Aren kayaknya marah banget?” Tanya Agni
“Aren shock banget, tadi gue aja sampek takut! Alvin muntah darah,
banyak banget lagi!”
“muntah darah lo bilang? Gue nggak salah denger?” Tanya Cakka
“Siapa yang muntah darah?” Tanya Obiet yang muncul di sebelah Cakka,
di belakangnya ada Rikko, Shilla dan Oik
“Via mana?” Tanya Agni
“Masih sama Iel, tadi siapa yang muntah darah?” Tanya Rikko
“i-itu..”
“keluarga Alvin?” Tanya seorang dokter yang keluar dari UGD. Aren
segera berdiri dan menghampiri dokter
“Kak Al gimana dok? Dia baik-baik saja kan?” Rio berdiri disamping
Aren berusaha menenangkan Aren, tapi ditepis oleh Aren. Sementara
lainnya masih bingung berrtanya-tanya

‘Alvin?’

Belum sempet dokter itu berkata , seopang pria dan dua orang wanita
datang menghampiri mereka, wanita itu adalah mama Aren dan oma alvin ,
dia langsung merengkuh pundak anaknya

“Bagaimana anak saya dok?” Tanya lelaki tadi
“Ah Pak Nikko, sebaiknya kita bicara di kantor saya!” Pak Nikko
menatap wajah teman-teman Alvin yang menunjukkan tamping bingung
“Sebaiknya mereka juga tahu” kata Pak Nikko
“Baiklah, anak anda mengalami pendarahan di dalam tubuhnya maka dari
itu terjadi muntah darah dan mimisan, selebihnya dia baik-baik saja!
Namun tampaknya kankernya sudah menjalar ke organ tubuh yang lain, dan
soal jantungnya, kerjanya semakin melemah!”

“Kanker?” Tanya Obiet kaget.

Pak Nikko terdiam

“Hah.. Al memang sudah mengidap leukemia sejak tiga tahun yang lalu”

“Tapi om, Al bilang dia Cuma lemah jantung” kata Rikko tidak terima
“Jantungnya memang sudah lemah sejak lahir, dan leukemia itu memang
benar juga” jawab pak Nikko lesu,

semua diam.

“Dia sengaja tidak pernah member tahu kalian, saya pun baru
mengetahuinya saat dia drop satu tahun yang lalu, saat dia dan teamnya
memenangkan kejuaraan foodsal dan olimpiade” jelas pak Nikko melihat
wajah bingung dari teman-teman Alvin.

Aren hanya menunduk

“Ren, jangan bilang lo juga tahu!” Cakka geram
“Gu..gue baru tahu tadi waktu kak Al nyritain semuanya ke gue! Maaf
kak!” Aren menangis lagi.

Rio yang tak tega melihat adiknya, kemudian memeluknya. Aren pasrah,
dia benar-benar butuh tempat untuk mencurahkan air matanya. Semua yang
ada di situ menunduk mengingat semua yang telah mereka lalui bersama
Alvin. Alvin adalah sosok anak yang berarti di mata mereka. Alvin
memang anak yang cuek, tapi di balik itu semua Alvin selalu ngertiin
mereka lebih baik dari siapapun.

“Apa kita harus kasih tau Iel sama Via Kka?” Tanya Agni disela tangisnya
“….”

“Gue rasa jangan kasih tahu mereka dulu, terutama Iel yang masih dalam
masa penyembuhan! Takutnya ntar Iel malah down, Via juga!” kata Obiet
bijak


“Apa yang nggak boleh gue sama Via tahu?” Tanya seseorang yang muncul
dengan kursi rodanya

“Iel? Via?”
“Ada apa sih? Kenapa kalian nangis? Ada apa?” Tanya Iel
“Itu, anu..” semuanya mendadak gagap
“Tadi gue nonjok Al sampek sekarat” kata Rio akhirnya
“Hah? Lo bego Yo, Al sakit bego! Mikir dong!”

“Lo tau itu Yel?” Tanya Rikko

“KENAPA LO NGGAK CERITA?” teriak Rikko hampir mengeluarkan emosinya

“Gue juga tahunya bukan dari dia! Gue tahu dari obat yang dia pake dan
itu sama kayak obat gue!” Kata Iel ikutan teriak
“Udah-udah, nggak usah teriak-teriak ini tuh rumah sakit” kata Obie
mencoba menetralisir suasana
“Ini salah gue, gue bego, nggak bisa ngontrol emosi gue!” kata Rio
yang sudah jatuh terduduk
“Gue yang salah, gue yang salah paham gara-gara gue asal ngomong lo
jadi kayak gitu!” kata Cakka ikut merasa bersalah
Sekarang bukan waktunya nentuin siapa yang bersalah!” Aren mulai buka suara
“Benar kata Aren, lebih baik kita semua berdoa buat Alvin” kata Via
menahan tangis

<SKIP>

“Vi, lo boleh nangis kok!” kata Iel yang kini sedang duduk-duduk di
pinggir bednya dengan Sivia disampingnya
“Nggak yel, gue nggak boleh nangis!” ‘karna gue tahu lo pasti akan
tambah sedih’ batin Via
“Lo nggak usah mikirin gue Vi! Gue nggak papa kok, gue nggak akan sedih!”

****

“Rikko merengkuh pundak Shilla , dan Shilla pun menyandarkan pundaknya
di bahu Rikko
“Gue banyak slah sama koko” Kata Shilla lirih. Rikko diam bersiap
mendengarkan kekasihnya. Tak dapat dipungkiri Alvin memang sosok yang
sangat dekt sengan Shilla
“Waktu gue masih jadi manager futsal, gue pernah nyuruh dia latihan
gara-gara pelatih marahin gue karna gue nggak becus ngatur jadwal
padahal gue tahu dia lagi demam waktu itu, tapi dia tetp mau nurutin
permintaan gue samapai akhirnya dia hampir pingsan gara-gara nggak
fokus dan kepalanya kebentur bola”
“Gue juga banyak salah sama dia, gue pernah nemenin dia main bola dan
waktu itu dia juga lagi sakit, dan gue malah marah sama dia.”
“Dulu dia selalu bantu gue ngajarin anak basket cewek bareng Cakka,
padahal dia udah capek ngajarin anak futsal” kenang Agni
“Al juga slalu ngajak gue sparing kalau gue lagi stress, padahal
jelas-jelas dia udah capek banget! Ah sial, kenapa harus dia sih!”
Cakka mendecak,

kemudian sunyi hanya terdengar isakan Aren yang masih dalam pelukan Rio.

Sementara Ify menenangkan Oma.

Obiet mungkin yang terlihat paling normal tapi siapa sangka hatinya
sangat terpuruk dengan keadaan ini.

“Gue inget waktu dia nemenin gue debat soal pelajaran bio bab kemaren,
dia sempet keceplosan bilang kalau dia punya pennyakit itu, karna itu
dia tahu jawabannya, begonya gue Cuma nganggep itu main-main. Oik
mempererat genggaman tangannya dengan tangan Obiet

“Kalian pasti nggak akan pernah nyangka kalau dulu sebelum gue jadian
sama Obiet tiap malem gue nelponin dia ngajakin ketemu!” Obiet dan
yang lain membelalakkanmatanya

“Gue curhat tentang lo, Biet, lo yang kayaknya nggak care sama gue!
kadang malah sampek pagi, dan dia nggak keberatan sama sekali
ngedengerinnya, gue biasa nangis di depannya! Rasanya tenang banget
kalau udah crita sama dia!” Oik menitikkan air matanya lagi. ”Meski
dia hanya respon sesimpel mungkin tapi tetep aja dia bisa bikin gue
tengang” lanjut Oik

“Meski gue baru kenal sama dia, tapi gue ngerasa dia emang baik
banget, adil bijak, meski dia cuek, dia tetep temen gue yang
pertama..dan gue malah nyelakain dia” kata Rio lalu memukuli kepalanya
sendiri

“Rio udah, jangan nyalahin diri lo terus!” kata Ify yang kini telah
menggantikan posisi Aren yang duduk di dekat Rio

“Tapi Fy…” ucap Rio terhenti saat jari Ify menyentuh bibirnya

“Hush.. udah, jangan diterusin lagi! Gue inget dulu waktu kamu tanding
sama Alvin buat ngerebutin Aren, abis itu gue lihat dia tiduran di
UKS. Waktu gue temuin dia bilang sama gue kalau dia berterimakasih
sama lo yang udah nantangin dia. Karena dengan adanya tantangan dari
lo dia tambah yakin dengan tekatnya buat melindungi Aren!”

“waktu itu gue kira Al pacaran sama Aren, gue nggak rela, gue takut
kehilangan Aren!”
“Dan lo mengulang kesalahan itu Yo, lo udah tahu kan! Al itu  selalu
pengen ngebuat Aren bahagia, merasa terlindungi jadi nggak mungkinkan
dia mau nyelakain Aren” kata Ify
“Gue khilaf Fy” kata Rio lalu tertunduk
“udahlah, kita ambil sisi plus nya Yo, seenggaknya kita jadi tau kan
kalau Al sakit keras, coba kita tahunya waktu Al udah nggak ada, itu
bakal lebih nyakitin” kata Ify. Rio tersenyum pada Ify
“Makasih fy, tapi kalau Alvin pergi gue nggak akan maafin diri gue sendiri”

tiba-tiba ada seorang suster yang berteriak dari depan ruang ICU
tempat Alvin dirawat


“Dokter, pasien bernama Alvin menghilang dok!” Semua yang mendengar tersentak
“ Hah? Kak Alvin..” Desah Aren pelan, air matanya mulai berontak lagi.
Sementara dokter langsung memeriksa ke dalam, tapi nihil, tak ada Al
disana.
“Dasar Al, maunya dia apa sih!” Cakka terus ngedumel.
“Kita cari dulu dia!” Kata Obiet berusaha menenangkan yang lain dan
dirinya. Semuanya berpencar, termasuk Iel dan Via yang memaksa ikut
mencari.
“Keadaan Alvin itu masih lemah dia tidak mungkin jauh dari rumah sakit
ini.” Jelas dokternya.
“Lo kemana sih Al?” Gerutu Cakka. “Nggak bisa apa satu hari aja diem
nggag bikin masalah, nggak buat orang khawatir!” lanjutnya.


Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, semua mulai pasrah karena Alvin
belum ditemukan sampai beberapa dokter dan suster tiba-tiba datang dan
mendorong sebuah ranjang masuk ke ICU. Sesaat kemudian suster-suster
itu keluar dengan mendorong sebuah ranjang. Riko berdiri lalu mencegat
dokter yang hendak keluar dari ICU.

“apa yang terjadi dok?” Tanya Iel yang ikut mendekat.
“kami menemukan dia di belakang kamar jenazah dengan banyak luka lebam
di tubuhnya”. Kata dokter tersebut, seseorang di antara mereka
tersenyum dengan licik dan menggumam pada seseorang di sebelahnya.
“Sukses” orang di sebelahnya ikut tersenyum dan menyeka air mata bohongnya.
“Apa!” kata Rikobiet tidak terima.
“siapa yang melakukan itu dok? Siapa? Tanya Iel makin tidak sabar.

“kami tidak tahu siapa yang melakukannya yang pasti dia tadi dengan
takut menyebut nama… Rio” Rio mendelik. Semua mata memandangnya dengan
pandangan menuduh.


“Ha? Apa? Bukan gue! Gue gak tau apa – apa!” Rio membela diri.

“SHIT LO! MAU LO APA HAH?” kata Cakka emosi.

“Sumpah Kka, gue nggak ngapa-ngapain” kata rio takut, ia menatap Ify
meminta bantuan, namun Ify malah menggeleng.
“Gue gak nyangka lo picik Yo! Saiko! Gila!”
‘PLAK’ Aren menampar pipi Rio.
“Gue benci lo, kak! Gue nggak akan pernah maafin lo!” Kata Aren
kemudian berlari meninggalkan yang lainnya. Agni berlari menyusulnya.

Rio terpaku sambil memegangi pipinya. Dia tidak tahu kenapa tak
seorang pun mempercayai dia. Semua menuduhnya tanpa bukti.

“Gue beneran gak ngapa-ngapain Al, gue gak sekeji itu.” Katanya lirih
sambil menahan emosinya.
“Tapi Al sendiri yang bilang Yo! Sialan banget sih lo!” Kata Cakka,
lalu mengambil ancang-ancang buat menonjok Rio.
“Jangan Kka” pinta Via.
“Alvin gak bakalan suka kalau dia tau ini.” Lanjutnya.
“Tapi Vi…”
Gabriel memutar roda kursinya.
“Gak ada gunanya lo mukulan dia, itu gak bakalan buat Alvin cepet
sadar” Kata Gabriel lalu ngeloyor pergi.
“Yel, mau kemana?” Tanya Via mengikuti Iel.
“Mau balik ke kamar!”
“Gue temenin ya”
“Lo nungguin Al aja!”
“Udah banyak yang nungguin Al, gue nemenin lo aja!”
“Ya udah, terserah lo!” kemudian Via mendorong kursi roda Iel ke kamarnya.

****

“Lo kenapa Yel?” Tanya Via.
Gabriel menyandarkan kepalanya di bahu Via.
“Gue takut Vi, gue takut kehilangan Alvin, dia udah kayak saudara
kandung bagi gue, gue beneran nggak mau kehilangan dia” kata Gabriel.
Via merasa bahunya mulai basah oleh air mata.
“Yel, inget janji lo Yel!” Kata Via.
“Maaf!” Iel menyeka air matanya.
“Lebih baik lo istirahat Yel! Lo harus percaya kalau Al kuat, Al pasti
bisa bertahan”. Via meyakinkan Iel. Iel memejamkan matanya, meyakinkan
dirinya bahwa Alvin baik – baik saja.

****

Sinar matahari mencercah dunia memaksa mata – mata yang mengantuk itu
untuk terbuka, membuat terlihatnya gurat sembab dimata mereka, ingin
rasanya mereka menjadi Iel yang masih dalam perawatan jadi mereka
tidak perlu sekolah dan mereka tetap bisa disana dan menanti kesadaran
Alvin. Seharian Obiet, Oik, Cakka, Agni, Rikko, Shilla dan Via benar –
benar menjauhi Rio, membuat Rio jadi mencak-mencak sendiri.

“Kondisi al memburuk, Vi” Kata Iel ditelepon.
“Jadi gimana Yel?”
“Dokter masih berusaha nyelametin dia, kondisinya makin gak stabil,
dia kritis” Via mematung, dia tak tahu apa yang harus dia katakana.
“Vi, Via…lo masih disitu kan?” teriak Gabriel di seberang telpon.
Cakka yang melihat ekspresi aneh Via langsung mengambil Hp Via.
“Hallo, Yel! Ada kabar apa?”
“Cakka? Al kritis, keadaannya memburuk”.
“hahahapa? Jangan bercanda Yel, ini buka April Mop” kata Cakka terkekeh.
“Gue serius bego!”
“Gue bolos kesana, awas lo bohong”

“Cak, Al kenapa?” Tanya Rio.

“emang lo masih peduli sama Al?”
“Gimana lagi sih ngejelasin biar kalian percaya kalau bukan gue yang
mukulin Al waktu itu”.
“Oh iya mungkin emang bukan lo! Bisa aja kan suruhan lo yang
ngelakuinnya?” kata Cakka manas.

“Gue nggak setega itu Cak! Oke, emang waktu itu gue mukul Al sampek
dia muntah darah, tapi itu Cuma karena salah paham, gue nggak mungkin
nyakitin sahabat gue sendiri!”

“Ah, shit lo!” teriak Rikko.

BUGGH

Akhirnya emosi Rikko yang tertahan sejak kemarin meluap, ia
melancarkan bogemnya tepat pada perut Rio, membuat Rio terjengkang ke
belakang, sedikit darah muncul di sela bibir merahnya

“Itu hadiah dari gue atas perbuatan lo ke Alvin!” kata Rikko.

Saat nama orang yang sering menghilang itu disebut, anak-anak sekelas
dan di luar kelas langsung melihat ke arah Rio.

“Rikko! Lo apaan sih? Gue yakin Alvin bakal nampar lo bolak-balik
kalau dia lihat lo gitu!” kata Obiet yang langsung menjauhkan Rikko
dari Rio.
“Gue ragu Al masih nganggap lo sahabat setelah tahu setelah apa yang
lo lakuin ke dia!”

“Udah Ko, kalian ikutan cabut kagak?” kata Cakka sambil menjinjing tasnya.

“Cabut kemana? Ngapain?”

“Ke RS! Al kritis!” Jawab Agni kemudian mengikuti Cakka keluar kelas.
Rikko memandang Rio penuh amarah sebelum dia juga ikut nyusulin Cakka.

Cakka, Rikko, Agni, Via, Shilla, Oik, Obiet, menghampiri Iel yang
terduduk lemas di ruang tunggu ICU.

“Gimana Yel?” Tanya Rikko. Gabriel tidak menjawab hanya menggeleng.
“Gue nggak tahu ko! Dari tadi dokternya belum keluar” jawab Gabriel lemas.

Sivia menempelkan mukanya di jendela ICU, dia melihat tubuh Alvin yang
terangkat-angkat akibat penggunaan Alat pemacu jantung, entah mengapa
hatinya miris melihat itu, apalagi alat dictator jantung menunjukkan
garis zigzag yang diselangi oleh garis lurus yang cukup panjang. Mata
Sivia terbelalak saat alat itu tak lagi memberikan signal zigzag, dan
hanya member signal lurus.

“Al…Al, nggak! Nggak!” teriakan Sivia membuat Agni Shilla dan yang
lainnya mendekat,

dokter-dokter itu terus menggunakan alat pemacu jantung itu di daerah
jantung Alvin, hingga tubuh Alvin terus-terusan berguncang. Dokter
telah member signal tidak mungkin dengan menggeleng-gelengkan
kepalanya, Shilla dan Sivia menutup mata mereka, tak sanggup melihat
sahabatnya meregang nyawa di mata mereka sendiri.

Namun seorang dokter yang lain memberi isyarat dengan telunjuknya,
dokter tadi pun mengangguk, ia kembali menggosok alat itu satu sama
lain, dan langsung menempelkan kedua alat itu ke dada Alvin, hingga
sekali lagi, tubuhnya berguncang,


Tiiiiiiiiit tit tit tit….


Garis panjang itupun terputus oleh garis zigzag yang tiba-tiba muncul.
Dokter itu meletakkan kembali alatnya, tersenyum dan bernapas lega, ia
mengusap mukanya yang penuh dengan keringat, begitu pun dengan Shilla
dkk, mereka bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena mereka tidak
jadi melihat sahabat mereka pergi begitu saja di depan mata mereka.

“Kak Alvin gimana, Kak?” Tanya Aren yang baru saja muncul bersama Rio
“Hampir aja, Ren!” kata Shilla yang masih belum bisa menghentikan air matanya
“Ngapain lo kesini?” teriak Rikko yang melihat Rio di samping Aren

“Stop Rikko! Lo niat bunuh Alvin? Dia bisa kena serangan jantung liat
lo emosional gini!” kata Obiet mulai kesel.

“Maaf, yang namanya Mario, Alvin dari tadi memanggil nama anda” kata
dokter yang keluar dari ICU. “Dia sudah sadar, tapi jangan mengajaknya
bicara terlalu lama” peringat dokter itu

Setelah mengganti bajunya dengan baju ICU Rio melangkah masuk. Hatinya
miris melihat Alvin terbaring di sana walau Al tersenyum lemah saat
melihat dirinya

“Gue minta maaf Al!” kata Rio pelan
“Lfo ghak shalah kok” kata alvin pelan, suaranya tak terdengar begitu
jelas karena ada selang yang menyumpal mulutnya
“Kenapa lo nyebut nama gue?” Tanya Rio
“Karfna..huk..huk..” Alvin mengerjapkan matanya, tangan kanannya
memencet-mencet alat pemanggil dokter. Rio yang melihat itu langsung
keluar dan berteriak

“Dok, Dokter!”

Beberapa dokter langsung masuk dan kemudian menyuruh Rio keluar.
Teman-temannya langsung menyerbunya
“Yo, Al kenapa?” Tanya Ify, Rio menggeleng
“Lo apain lagi Al?” Rikko emosi
“Belum puas lo bikin Al hampir mati?” tambah cakka.

Agni dan Shilla segera nenangin mereka berdua.

Cakka menghela nafas berat

“Oke, gue khilaf”

Iel menunduk lesu dan memutar kursi rodanya menghadap ke jendela, udah
nggak ada lagi Gabriel yang dewasa, ia merasa seperti anak kecil yang
akan kehilangan sosok kakak yang akan melindunginya, ia menitikkan air
mata melihat sosok tubuh itu terguncang berkali-kali, naik dan turun.

‘Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit.....’


Mata Gabriel melotot melihat garis lurus itu, para dokter mengusap
wajah mereka, berucap Inalillahi.. Salah satu dari mereka menutup mata
sosok itu, ia mengguanakan lap steril untuk mengelap bercak darah yang
berhamburan disekitar mulut dan leher Alvin.

Setelah itu, dokter pun menutup wajah Alvin dengan kain putih, sivia
menutup matanya, air mata menetes mengaliri pipinya, Gabriel pun
begitu, ia tak sanggup melihat sosok yang sudah dia anggap sebagai
kakak itu meregang nyawa di depan matanya sendiri. Dokter keluar dari
ICU, ia menatap mata sahabat – sahabat Alvin satu persatu.

“kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi tuhan berkehendak lain,
pembuluh aortanya pecah, dan…maaf saya harus kembali ke kantor saya”.

“Kak…Al…Vin” Aren melangkah pelan mendekati Alvin yang sudah tidak
bernyawa diikuti teman-temannya. Aren membuka selimut yang menutupi
wajah Alvin.


BRUKK tiba-tiba Aren limbung, tapi berhasil di tangkap Rio.

Wajah putih Alvin terlihat snagat amat pucat, bibirnya yang merah kini
menjadi pucat masih dengan beberapa bercak darah yang menghiasi bantal
dan seprai, semua alat-alat telah di cabut, Gabriel tidak tahan
melihatnya, mereka semua larut dalam kesedihan yang begitu dalam,
terutama Rio, ia tak menyangka, kebodohannya telah membunuh sahabatnya
sendiri, tanpa sadar ia mengantuk-antukan kepalanya ke dinding.


Dugg, dug, dugg
“Rio…stop!” Ify menjauhkan Rio dari dinding.

“Ini salah gue Fy! SALAH GUE! Kalau aja gue bisa ngontrol emosi gue,
Alvin nggak bakal meninggal Fy, nggak bakalan!” teriak Rio gak tahan.
Rikko mengangkat kerah baju Rio.

“Percuma Yo! Lo tuh udah ngebunuh Alvin! PERCUMA!” rikko menghempaskan
Rio begitu saja.

Semua keluar dari ruangan itu kecuali Rio dan raga tak bernyawa Alvin.
Rio berlutut di depan ranjang itu. Perlahan air matanya menetes,
penyesalan yang begitu dalam menghampirinya.


“Gu…gue mau minta maaf Vin…gue salah…gue nggak bisa ngontrol emosi
gue…gue bego nggak percaya sama lo, gue…” Rio menghentikan omongannya
untuk menarik nafas.


“Gue janji Vin, gue janji bakal jagain Aren, samapi dia bisa dapetin
cowok yang bisa gantiin lo di hati dia…dan andai lo masih hidup Vin,
gue pengen lo tau, gue tenang kalau Aren sama lo, walau memang emosi
gue gak bisa terkontrol”


“Fuuh, ternyata emang bener ya? Manusia itu emang nyeselnya pas akhir
cerita mulu Hahaha” kata seseorang. Rio menengadahkan wajahnya, lalu
mengucek-ngucek matanya tak percaya, ia menunjuk-menunjuk sosok yang
tengah duduk di atas ranjang Alvin itu hingga jatuh terduduk


“Lo! Lo hantu? Tolong!” teriak Rio sambil mundur-mundur. Suara rio
yang cukup besar membuat orang orang di luar ICU itu mendekat

Semua orang berhamburan masuk dan menatap sosok itu tak percaya.

“Lo? Kok, kok lo?” kata Iel menunujuk-nunjuk sosok itu.
“hai, apa kabar?” kata orang itu melambai-lambaikan tangannya.

“Al! lo Alvin? Atau hantu Alvin?” Kata Rikko. gagap
“Gue Alvin lah” kata Alvin sambil melambai-lambaikan sapu tangan yang
tadi menutupi wajahnya.


“kok bisa?”


“happy birthday Rio! happy birthday Rio! happy birthday, happy
birthday, happy birthday Rio! Hahaha, kena lo gue kerjain” ledek Cakka
yang masuk dengan membawa kue bertuliskan SELAMAT ULANG TAHUN, Aren
yang baru datang langsung memeluk Rio yang masih bingung.

“Happy Birthday kak, Love u Forever” kata Aren

“Aren selingkuh” Kata Alvin tiba – tiba. Aren tersenyum dan berkata

“ You’ll always my best love”

“Hah?!” Rio lemas

“Jadi ini semua Cuma mau ngerjain Rio?  Kok gue nggak dikasih tahu?”
Iel protes diikuti anggukan Ify, Shilla, Rikko, Via, Obiet, Oik

“Sejak kapan nih?” Tanya Rio sambil menahan air mata senang + haru
“Ee ini idenya Al, kita gak ngasih tau biar kalian lebih natural aja
hahaha” cakka tertawa

“Ya jadi waktu Cakka mergoki Aren meluk gue, eh jangan panas Yo ada
alesannye. Aren langsung ngejar Cakka dan jelasin semuanya, karena
Cakka ngejekin gue sama Aren terus, gue kepikiran buat ngebungkam tu
anak dengan rencana gue hehehe”

“Jadi lo beneran pelukan sama Aren?” Tanya Iel

“Apaseeh, itu juga gara-gara gue sakit, wuu”

Alvin melempar saputangannya pada Iel

“Jeeh bercanda juge” kata iel sok kesel

“ sebenernya gue bingung, si shilla kan calon dokter, masa dia enggak
bingung sih sama penjelasan dokternya? Padahal jelas banget
penjelasannya itu ngawur” kata alvin sambil ngakak

“yeee gue kan enggak kepikiran lagi sama itu, lo tuh aktingnya bagus
banget!” kata shilla kesal

“Jadi? Lo juga bohong soal penyakit lo?” Tanya Iel lagi
“Ya nggak sepenuhnya bohong, gue emang kena leukemia, gue emang punya
elje dari bayi. Dan kemaren gue emang drop di depan rumah Aren”
“Leuk?” Tanya yang lain
“Bukannya udah tahu? Eits jangan nangisin gue lagi ya, gue udah
operasi cangkok sumsum tulang kemaren” kata Al
“Kemaren?”
“Iya, yang gue ngilang itu loh”
“Jadi, bukan Rio yang gebukin lo?”
“Hahahaha, bukan lah! Mana bisa dia gebukin gue” kata alvin yang masih
ngakak, lantaran keliatan banget tampang rio udah nunjukin tampang
super kesel


“Tuh kan, pada nggak percaya sama gue sih! Lo juga Ko, main bogem gue
aja!” kata Rio sambil mengelus-elus perutnya yang tadi kena bogem
mentah dari Rikko.

Rikko nyengir

“Eh elu main bogem aje, sakit nggak Yo?” Tanya Alvin
“Ya sakit lah! Bego lo” kata Rio

“Ah tau lo, sakitan gue tau nggak! Bogeman lo beneran kena goblok! Lo
mukulnya udah kayak orang kesetanan dasar bego! Untung pembuluh darah
gue nggak beneran pecah, gue bisa mati!” kata Alvin sambil menahan
marah nggak jelas

“Oh itu salah lo! Kenapa ngerencanain yang aneh-aneh!”

“Yee ini kan buat lo juga! Dada gue ampek senek nggak bisa napas
gara-gara bogeman lo!”

“Yee gue ampek mundar gara-gara Rikko”

“Itu mah derita lo!”

“Ya udah, itu derita lo juga!”

Alvin turun dari ranjang lalu mengambil ancang-ancang nonjok

“”Lo tuh ya!”

“Apa?apa? mau nonjok?” Tanya Rio siap-siap


“KAK RIO! KAK ALVIN! APA-APAAN SIH KAYA ANAK KECIL TAU NGGAK! APA-APA
BERANTEM” marah Aren


“Siapa yang berantem?” Tanya Rio

“Ih, kamu sotoy” kata Alvin lalu merangkul Rio

“kita kan bercanda, week” Rio dan Alvin berlari menghindari Aren yang
kesal gara-gara dikerjain.


-TAMAT-

0 komentar:

Posting Komentar

My Blog List

Diberdayakan oleh Blogger.

 

Design by Amanda @ Blogger Buster