Minggu, 13 Maret 2011

Second To Remember part 3

~Mungkin memang berpisah merupakan hal yang terbaik untuk kita saat ini. Tapi mengapa harus berpisah dengan cara seperti ini? Rasanya sakit, sakit sekali. Apakah aku masih bisa tersenyum setelah ini, apakah aku mampu melupakanmu dan mencari seseorang yang lebih baik darimu?

~Aku sangat kaget dengan pernyataanmu ini, aku shock. Kamu yang dulunya selalu menggodaku, menjahiliki, mengikutiku kemanapun aku pergi, tapi sekarang kau telah berubah, pergi meninggalkanku. Belaiyan lembutmu, sentuhanmu yang membuatku nyaman, peluk hangatmu selalu bisa menenangkanku. Tapi itu semua kini hanya kenangan. Bisakah aku melupakan semua tentang dirimu?

Second To Remember part 3

Cicit cuit, cicit cuit,…
“ehmmmm..” Sivia menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya berkeliling memandang sekitarnya. Sambil mengumpulkan nyawa, dia bangun dan berjalan menuju balkon yang dibatasi jendela kaca. Dibukanya korden yang menutupi. Alangkah terkejutnya dia saat melihat semburat cahaya matahari yang menyilaukan.

“Hah, jam berapa ini?” kemudian dia bergegas lari menuju meja kecil disamping tempat tidurnya, diambilnya jam kecil yang terletak disitu.

“Apa? Jam enam kurang sepuluh menit. Mampus gue kesiangan!” Sivia bergegas berlari kecil menuju kamar mandi di kamarnya.

Beberapa menit kemudian Sivia sudah tampak rapi dengan baju seragam identitasnya. Dengan tergesa-gesa Sivia memoleskan sedikit bedak ke wajahnya, lalu menyisir rambutnya dengan tanpa aturan. Kemudian ia segera menyambar tas dimejanya tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Sivia berlari menuruni tangga dengan tergesa.

“Ma, Via berangkat ya!”
“Nggak makan dulu sayang?”
“Nggak ma, minum susu aja. Nanti Via makan di sekolah aja!” Katanya kemudian meneguk segelas susu hangat yang di buat mamanya

“Via berangkat ma. Daaaa!” Via mencium tangan mamanya kemudian berlari
“Hati-hati sayang..”
“Yaaa..”

***

Via berlari menuju sekolahnya. ‘ayo Via, semangat gerbangnya udah hamper kelihatan ini’ Via menyemangati dirinya.

Lima belas menit kemudian Via sampai didepan sekolahnya. Gerbang yang berdiri kokoh masih terbuka lebar untuknya. Wait, apa itu. Sesosok pemuda tinggi berperawakan gagah mengenkan baju satpam memegang salah satu sisi gerbang. ‘Oh tidaaaaakkkkk.. gerbangnya udah mau ditutup, gue harus cepat-cepat ini’

“Mas Anton.. Bentar!” Via berteriak sambil terus berlari
“Eh mbak Sivia, kok tumben telat?” kata mas Anton begitu Via sampai di depan gerbang. Mas Anton itu ‘Satpam Idaman’ di sekolah Sivia. Kenapa, ya karena dia masih muda dan lumayang cakep sih.
“Gue kesiangan mas”
“Ya sudah, cepetan masuk, nanti keburu ketahuan guru piket loh!”
“Makasih mas, makin cakep aja!” Via meringis sambil lari. Mas Anto malah senyum-senyum GJ keGeeRan.

***

Seorang gadis berambut hampir sepinggang dengan potongan segy tampak berlari terburu-buru melewati koridor sekolah yang sudah hamper sepi itu. Kemudian dengan nafas tersenggal dia menaiki tangga sambil berlari kecil, dan menuju kelas yang terletak di pojok sebelah kanan. Dia semakin mempercepat langkahnya. Tiba di depan pintu dia berhenti sejenak mengatur nafasnya. Setelah merasa cukup lega, dia membuka pintu perlahan dengan ragu-ragu. Dilihatnya semua bangku sudah penuh, tinggal bangkunya yang kosong. Kemudian matanya mengarah ke meja guru
“Hah, mana Bu Winda?” tanyanya kepada teman-temannya yang sedang asik dengan kesibukannya masing-masing
“Bu Winda ijin hari ini, dia dateng telat, kita disuruh ngerjain tugas dulu” Jawab cowok berkulit sawo matang dengan potongan rambut cepak mengenakan kacamata, dia Patton sang ketua kelas.
“Huft, gue piker gue udah telat” Via bernafas lega, kemudian berjalan menuju bangkunya dan langsung duduk sambil meletakkan tas di mejanya dengan sembaranga
“Hello, lu emag telat Via sayang. Nggak biasanya lu telat, kenapa?” Tanya Ify teman sebangku Sivia
“Iya, nggak biasanya lu telat?” Silla yang duduk dibelakangya ikutan nimbrung
“Pasti gara-gara si tua Alvin ka? Ada masalah apa lagi?” Agni lagsung nyamber sebelum Sivia sempat jawab pertayaan teman-temannya
“Heuh,…” Sivia meghela napas. Dia tampak berpikir sebentar. Ya, semua ini memang karena Alvin. “Alvin udah mau gue ajak ketemuan…” kemudian Sivia menceritakan semua kejadian kemarin.
“Vi, kayaknya lu harus hati-hati deh sama Aren!”
“Aren anak IPA 4 kan, teman sekelas Alvin? Knapa, Fy?”
“He’eh, Gue denger gossip katanya si Aren lagi gencar-gencarnya deketin Alvin”
“Oh, pantes. Tadi pagi gue lihat Aren sama Alvin lagi di kantin bareng” Agni yang biasanya cuek, males sama yang gituan ikutan nimbrung.
“Tuh kan Vi, Agni aja udah dapet buktinya tuh!” Silla tambah memperpanas suasana.
“Gue percaya sama Alvin” Silla berbalik menghadap mejanya dan mulai mengeluarkan buku tugasnya. Tiba-tiba matanya membulat “Mampus gue..” Katanya sambil terus mengobrak-abrik isi tasnya.
“Napa lo?” Tanya Ify
“Buku tugas gue ketinggalan diatas meja belajar, haduh gimana nih. Mana di rumah nggak ada orang lagi, masak gue harus balik sih,,” Via mengeluarkan seluruh isi tasnya
“Woi, Bu Winda dateng tuh!” teriak seorang anak.
Anak-anak yang sedang hijrah ke bangku temennya entah nyontek atau sekedar ngrumpi langsung kembali ke bangkunya masing-masing. Sivia semakin kelabakan sendiri.
“Haduh, mampus gue, mampus..”
“Aduh sorry, Vi. Kita nggak bisa bantu lu” Ify ikutan pasrah
“Udah nggak pa-pa, lagian emang kalian bisa bantu apa coba?” Via malah nyengir

“Pagi anak-anak, maaf ibu telat. Tugasnya sudah selesai?” Suara tegas itu membuat anak-anak diam seketika. Guru Matek yang terkenal killer ini memang disiplin dan tegas. Hal yang membuat murid-muridnya cukup menyeganinya.
“Belum, bu…” Jawab murit-murit serentak. Sivia tampak lega mendengar jawaban teman-temannya, tapi sedetik kemudian wajahnya kembali pucat ‘sial kayaknya buku PR gue juga ketinggalan, gimana ntar kalo dikumpulin’ batin Sivia 
“Kalau begitu kalian lanjutin dirumah saja, PRyang kemarin dikumpulkan! Patton, ambil buku teman-tean kamu! Yang tidak mengerjakan silahkan keluar dari kelas saya!” Patton mengangguk dan segera berdiri untuk mengambil buku tugas teman-temannya. Tiba-tiba Sivia berdiri.

“Ada apa, Sivia? Kamu tidak mengerjakan PR?”
“Mmm.. Ngerjain bu, tapi bukunya ketinggalan!” Sivia menunduk
“ Ya sudah, kamu tahukan konsekwensinya. Kamu tidak boleh mengikuti pelajaran ibu untuk hari ini!” Sivia memandang bu Winda dengan wajah memelas, meminta belas kasihan kepada gurunya yang satu ini. Sivia memang salah satu murit kesayangan bu Winda. “Maaf, Sivia. Tidak ada toleransi di kelas ibu!” kata Bu Winda dengan wajah tidak tega. Dengan perasaan nggak rela Sivia berjalan meninggalkan kelas.

***

Sivia Menyusuri koridor dengan langkah gontai. Bingung mau kemana. Setelah berkeliling, dia memutuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah, tempat Alvin biasa membolos. Mungkin saja hari ini Alvin juga membolos. ‘Kalau nggak salah sekarang ini di kelas Alvin pelajarannya Sejarah. Biasanya Alvin boloskan.’ Batin sivia. Sebuah senyum mendukung analisisnya itu. Kini Sivia sedikit berlari menuju taman belakang, dengan senyum yang tidak lepas dari bibis tipisnya.

***

Senyum sivia semakin melebar ketika melihat seorang Pemuda sepantaran Sivia tengah duduk di dekat pohon besar, pohon yang biasanya Alvin gunakan untuk berteduh dan tidur dibawahnya. Sivia sudah hampir melangkahkan kakinya untuk masuk ke taman itu. Tapi niatnya dia urungkan ketika dia melihat seorang gadis yang juga sepantaran Sivia dengan rambut segi sepundaknya yang dibiarkan terurai menghampiri pemuda yang tengah duduk di bawah pohon itu. Senyum Sivia tampak memudar ‘Aren, ngapain dia nyamperin Alvin?’ Batin Sivia.

Air mata Sivia mulai memberontak untuk keluar ketika dia melihat Alvin, yang tiba-tiba mencium pipi Aren dan memeluknya. Sivia yang sudah tidak kuat membendung air matanya, memutuskan untuk berlari meninggalkan taman itu. Dia berlari menuju kamar mandi.

***

‘PLAAKKK’ gadis itu menampar pemuda yang mencium dan memeluknya dengan tiba-tiba.
“Lo apa-apaan sih, Vin. Mau lu apa? Gue emang suka sama lu, tapi ini namanya lu nggak ngehormatin gue. Gue benci elo ALVIN JONATHAN!” makinya pada pemuda itu sambil mendorongnya, dan kemudian berlari meninggalkan pemuda yang kini tengah tersenyum.

Entah apa yang difikirkan Alvin saat ini. Setelah melakukan hal yang sangat memalukan itu, dia malah tersenyum puas. Tapi senyumnya itu juga terlihat sangat sakit. “Maafin gue” gumamnya. Alvin kemudian berdiri dan berjalan gontai tanpa semangat menuju sebuah ruangan, ruangan yang akhir-akhir ini sering sekali dia datangi.

***

Bel pulang baru saja berdering lima menit yang lalu. Anak-anak SMA 4 sudah mulai terlihat berhamburan pulang. Sebagian ada yang masih tinggal di sekolah, mungkin untuk ekskul atau hanya sekedar bersantai di sekolah.
Di kelas IPA 3, terlihat tiga gadis cantik yang masih tinggal disana. Sepertinya mereka sedang asik membahas sesuatu.

“Eh, si Via kemana sih? Dari tadi belum balik juga?” Tanya salah seorag yang cewek yang mengenakan behel
“Tau dah, Fy! Ni, lo tau nggak?” Tanya satu yang paling feminin dari mereka bertiga
“Tadikan dihukum bu Winda, emang belum balik ya?” Cewek yang terlihat agak tomboi itu bukannya menjawab malah balik bertanya.
“Ah, elo Ag. Di Tanya malah ablik nanya!”

Pembicaraan itu terhenti ketika seorang gadis yang sedang mereka bicarakan muncul dari balik pintu. Agni, Ify, dan sivia sangat terkejut. Tapi bukan karena kehadiran Sivia yang tiba-tiba, tetapi karena melihat wajah Sivia. Matanya merah dan terlihat sedikit bengkak, rambutnya sedikit berantakan, wajahnya sangat kusut.

“Via, habis dari mana? Lo nggak apa-apakan?” Ify langsung berlari menghampiri Via
“Gue nggak papa kok!”
“Lo habis nangis ya Vi? Masak dihukum gitu aja nangis?” kata Silla sambil mengelus pelan rambut Sivia. Sivia hanya tersenyum. Silla berjalan mendekati mereka bertiga sambil membawakan tas milik Sivia.
“Ini tas Lo.” Kata Agni sambil memberikan tas milik Sivia. Agni tampak mengamati Sivia sesaat. “Vi, Lo nangis gara-gara Alvin ya?” Sivia diam “Jadi bener gara-gara Alvin, Via lo diapain sama si Alvin itu?”
“Nggak diapa-apain kok.”
“Trus kenapa lu nangis?” Agni terus mendesak Sivia
“Crita aja, Vi. Kita kan sahabat lu!” Ify ikut-ikutan mendesak Sivia. Akhirnya Sivia mulai menceritakan semua  yang dilihatnya ditaman tadi. Air mata Sivia mulai jatuh lagi membayangkan kejadian tadi.

“Hah, masak Alvin kayak gitu? Bukan Arennya yang kecentilan?” Tanya Ify yang emosi denger cerita Via. Bukan hanya Ify, tapi Agni dan Silla juga ikutan emosi.
“Trus gimana, Vi? Lu masih mau nemuin Alvin?” Sivia menjawab pertanyaan Silla hanya dengan gelengan. “Kalau saran gue, mending lu tanyain langsung ke Alvin. Jangan negthink dulu!” Sivia masih diam. Dia bingung.
“Ya udah, biar kita anter sampek taman, gimana?” Agni memberi saran. Sivia yang awalnya bingung akhirnya mengangguk, menyetujuinya.

***

Dengan ragu sivia berjalan menuju bangku taman yang terletak di depan danau. Alvin sudah menunggunya disana. Semakin mendekat entah mengapa perasaannya semakin tak enak. Ada sedikit rasa takut yang memburunya.

“Vin, maaf terlambat. Udah nunggu lama?” Kata Via, setelah sampai tepat di belakang Alvin. Alvin pun menoleh, tapi ekspresi datarlah yang Alvin tunjukkan. ‘Via, lu harus berani.’ Batin Via menyemangati dirinya sendiri. “Vin, mmm.. Kau sama Aren tadi ngapain di taman? Maaf aku nggak sengaja lihat kalian!”
“Oh, itu. Aku Cuma pengen nyari selingan. Bose sama lu terus.” Kata Alvin dengan tampang innocentnya. Tapi, kata-kata Alvin itu bagai tombak yang menusuk jantung Via saat ini. Air mata Via sudah hampir tumpah lagi, tapi masih bisa dikuasainya.
“Maksud kamu?”
“Vi, gue udah bosen sama lo. Gue nggak pengen lu sakit hati, trus nangis lagi. Jadi..” Alvin menggantung kata-katanya, ada sedikit keraguan di hatinya. Tapi dia sudah yakin ini merupakan hal yang terbaik untuk mereka. “Kita Putus aja.”

Sivia terdiam sesaat, stelah mencerna kata-kata Alvin dia langsung berlari meninggalkan taman itu. Teman-temannya yang sedari tadi ngintipin akhirnya keluar dan mengejar Sivia.

“Via, tunggu!” Kata Agni sambil meraih tangan Sivia. “Via, Alvin bilang apa? Knapa lu nangis?”
“Ag, Al.. Alvin mutusin gue!” Air mata Sivia masih terus menetes tanpa bisa dia kendalikan.
“Ya, udah. Tenangin dulu diri kamu, nanti baru crita”

***

Udah ya, biarin Sivia puas dulu nangisnya. Nanti kalau udah kita lanjutin ke part 4..
Ja-ne

~TBC~

0 komentar:

Posting Komentar

My Blog List

Diberdayakan oleh Blogger.

 

Design by Amanda @ Blogger Buster