Kadang apa yang kita inginkan tidak selalu dapat kita capai. Bahkan saat kita telah mencapai titik perjuangan tertinggi untuk mendapatkannya.
Jika memang Tuhan berkehendak lain, kita tidak dapat mengingkarinya. Takdit. Semua kembali kepada takdir, takdir yang telah dituliskan untuk setiap manusia.
Second To Remember 4
Sivia terduduk di balkon kamarnya, matanya sembab. Hari ini dia bolos sekolah dengan dalil tidak enak badan, tapi alasan sebenarnya adalah dia tidak ingin bertemu dengan Alvin. Sudah sejak kemarin Sivia mengurung diri di kamar sambil menengis. Tidak pernah dia bayangkan sebelumnya berpisah dari Alvin yang sudah menemaninya sejak kecil. Walaupun berpisah, tidak pernah terlintas akan berpisah dengan cara seperti ini. Alvin memutuskan dirinya dengan alasan yang sangat simple, bahkan itu sangat tidak mungkin bagi Via. Tapi kenyataannya Alvin memang memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan dengan alasan yang sangat sederhana ‘BOSAN’ ya, alas an itu yang digunakan Alvin.
*****
Di lain tempat, tepatnya di sudut kamar yang didominasi warna putih abu-abu, seorang lelaki berkulit putih pucat, bermata sipit tengah duduk dengan kepala yang menelungkup diantara kedua kaki yang dia tekuk. Keadaannya tak jauh beda denga Via, bahkan bisa dibilang keadaannya lebih parah. Menyesal? Tentu saja. Kalau bisa memilih Alvin ingin bersama Via hingga kakek-nenek. Lalu kenapa Alvin mutusin Sivia? Waktu, Alvin tidak mau waktu-waktu Via terbuang percuma hanya untuk dirinya yang mungkin sudah tidak mempunyai masa depan itu.
Toktoktok
“Vin, kakak masuk ya!” suara dari balik pintu. Tapi tidak ada sahutan dari dalam. Tasya mencoba membuka pintu itu, ‘Klek’ tidak dikunci. Tasya menghampiri Alvin yang tengah bersandar di samping ranjangnya tanpa mengubah posisinya sedikitpun. Tasya mengelus rambut Alvin pelan.
“Vin, makan ya! Dari kemaren kamu belum makan, nanti sakit loh!” kata Tasya lembut. Tapi tetap tidak ada reaksi dari Alvin.
“Alvin, jangan gini dong! Kemana adek kakak yang jagoan, yang kuat! Atau perlu kakak panggilin Sivia, terus ngasih tau dia tentang semuanya?” ancam Tasya. Alvin mengangkat kepalanya, terlihat sekali wajahnya pucat, matanya merah. Keadaannya benar-benar membuat Tasya semakin miris.
“Makan ya? Badan kamu panas nih” Bujuk Tasya lagi sambil mengelus pelan rambut Alvin. Kali ini Alvin hanya menggeleng. Tasya memandangnya memohon
“Al, nanti kalo mama papa pulang trus liat keadaan kamu yang kayak gini, mereka pasti marah. Makan ya!”
Alvin memandang kakaknya sayu. Tidak tega melihat kakaknya yang sudah hampir putus asa itu. Kemudian dia mengangguk. Gurat bahagia terpancar dari wajah Tasya saat itu juga. Setelah membantu Alvin berbaring, di segera keluar kamar menuju dapur untuk mengambil makanan. Kemudian dia kembali ke kamar Alvin sambil membawa nampan lengkap dengan makanan, minuman dan tak lupa beberapa butir obat.
“Kakak suapin ya!” kata Tasya sambil menyodorkan satu sendok bubur hangat ke mulut Alvin. Alvin membuka mulutnya walau sangat sulit untuk menelan makanan itu.
“Uhuk huk uhuuk” tiba-tiba Alvin tersedak
“Pelan-pelan, Vin! Nih minum dulu” Kata Tasya mengulurkan segelas air putih. Alvin meminumnya.
“Uhukhuk” Alvin malah tersedak air. Tasya meletakkan gelasnya di meja, kemudian mengurut punggung Alvin, berharap batuknya mereda. Setelah beberapa saat, batuk Alvin berhenti
“Udah kak!”
“Ayolah Vin, baru juga satu suapan!”
“Lo mau gue mati kesedak kayak tadi?”
Tasya diam sejenak
“Ya udah, nih lo minum obatnya! Biar panasnya turun.”
“Ah, pahit.. Kenapa nggak ada obat rasa vanilla late!”
“Banyak ngomong lo, Udah tidur”
*****
‘klek’
Pintu kamar Via terbuka. Ify masuk ditemani Rio di belakangnya. Ify prihatin melihat sahabatnya yang terus murung itu. Perlahan ify berjalan mendekati Via.
“Vi, lo nggak bisa kayak gini terus! Udah tiga hari lo nggak masuk, bentar lagi kita Ujian.” Kata Ify duduk di sampingnya.
Via tetap diam membisu. Pandangannya kosong. Bagaikan raga tak bernyawa, Via diam membatu.
“Alvin… dua hari ini dia nggak masuk, Alfa!” Rio memecah keheningan
Mendengar nama ALVIN disebut-sebut Via langsung sadar dan menoleh kea rah Rio.
“Terus..” katanya datar, suaranya serak
“Gue yakin Alvin masih sayang lo, dan dia nyesel mutusin lo!”
“Tapi.. buktinya apa? Dia mutusin gue, kalaupun dia menyesal kenapa dia nggak minta balikan, atau sekedar minta maaf untuk memperbaiki hubungan kami!” suara Via serak. Ify mendekap tubuh Via yang bergetar dengan erat, berusaha menguatkan sahabatnya itu.
“Mungkin dia punya alasan yang..”
“APA? YANG…APA? LO NGGAK BISA JAWABKAN!” Via memotong perkataan Rio. Rio terdiam.
“Udah, jangan ngributin itu. Sekarang yang penting lo harus bangkit! Buktiin ke Alvin kalo lo kuat, lo bisa ngejalani hidup biasa tanpa dia!”
“Fy, gue nggak bisa! Lo liat sendirikan, gue hancur tanpa dia!”
“Lo nggak akan pernah bisa kalau lo nggak mencoba bangkit! Sivia yang gue kenal bukan sivia yang lemah!”
“Sebelas tahun gue deket sama Al, sulit bagi gue buat ngelupain dia!”
Via kembali menangais. Ify mempererat pelukannya, dia tidak suka melihat sahabatnya itu menangis. Sementara Rio sudah keluar dari kamar Via dan menunggu Ify di depan ruang TV. Dia sadar sahabat dan pacarnya itu butuh waktu bicara.
“Lo makan ya, Vi! Kasian, nyokap lo khawatir banget sama lo yang mogok makan, ngurung diri di kamar gini!” Via diam, berfikir, dan akhirnya mengangguk
*****
Satu bulan berlalu, ujian akhir semester satu baru saja berakhir. Dan sudah menjadi kebiasaan di SMA Semesta (sekolah AlVia) untuk mengadakan Classmeeting yang terdiri dari pertandingan Basket, footsal, voli, dan lain sebagainya. Dan dilengkapi dengan berbagai stand bazaar. Ada yang menjual buku-buku atau barang bekas lainnya, ada juga yang mendirikan satnd makanan dan minuman seperti café, dan masih banyak lagi. Kelas Sivia sendiri memilih mengubah kelas mereka menjadi mini restouran, lengkap dengan maidnya. Sivia dan Ify yang juga dinobatkan sebagai salah satu maid mendapat jatah istirahat. Dengan masih menggunakan baju maid mereka, baju hitam, clemek putih renda, lengkap dengan pita/bando renda dikepalany mereka berjalan mengelilingi stand-stand kelas lain.
“Fy, ntar Rio tanding basket jam berapa?” Tanya Sivia sambil menggigit kebab yang dia beli di salah satu stand
“Jam sepuluh dia baru main, masih sempet liat kita! Eh Vi, ke sana yuk liat Band” kata Ify sambil berjalan mendahului Via.
Sementara Sivia hanya basa tertegun. Pandangannya lurus kedepan. Ada kerinduan di matanya, ada kesedihan yang mendalam. Dilihatnya Alvin berjalan kearahnya. Berharap keajaiban datang, tapi Via hanya bisa melihatnya. Alvin berjalan melewati Via tanpa meliriknya, seakan Alvin dan Via tidak saling kenal.
Mata Via terasa panas. Sekuat apapun dia menahan untuk tidak menangis. mencoba member sugesti positif pada dirinya sendiri. Berusaha menganggap tidak mengenal seorang Alvin.
“Vi, kita langsung ke GOR aja yuk, nyari tempat duduk. Ntar akutnya keburu penuh!” Kata Ify.
Ify yang merasa omongannya tidak dianggap oleh via menoleh ke belakang. Sivia tidak ada. Mata Ify berkeliling mencari dimana Via berada. Setelah menemukan sosok Via Ify segera menghampirinya.
“Vi, lo bikin gue malu! Gue ngomong sendiri dari tadi!” Omel Ify. Tak ada respon dari Sivia
“Vi, lo kenapa sih? Lo nangis? Kenapa? Crita ke gue dong” Ify menarik Via duduk di bengku di depan salah satu stan yang sepi karena ditinggal penghuninya
Via diam. Kemudia ia menghapus air matanya. Mengalihkan pandangannya yang semula menunduk kea rah Ify. Dia mencoba tersenyum se ceria mungkin
“Gue nggak apa-apa Fy, lebai banget sih! Ayo kita liat Rio tanding” Kata Sivia sambil tersenyum ceria kea rah Ify. Ify memandangnya bingung
“Lo aneh Vi”
Via hanya nyengir mendengar pernyataan temannya itu. Kemudian Via menarik tangan Ify, berlari menuju GOR tempat pertandingan basket.
Ify dan Sivia sudah duduk manis di bangku penonton. Tidak terlalu depan, tempatnya stategis. Rio yang melihat kehadiran kekasihnya itu melambaikan tangan.
“Nggak lo samperin, Fy?”
“Nggak Ah, ntar dia juga kesini! Tuh kan” kata Ify tersenyum sambil menunjuk kea rah Rio yang tengah berjalan ke arah mereka.
“Loh, Vi..Via ikut ya” Rio tergagap
“Kenapa lu Yo?” Tanya Sivia
Ify memandang Rio heran. Kemudian Rio membisikkan sesuatu ketelinga Ify. Ify membelalakkan matanya. Berpandangan dengan Rio.
“Eh, gue balik dulu ya, udah di panggil tuh!” Rio bergegas pergi setelah meninggalkan tanda di pipi Ify
“Mesra banget kalian” Via dongkol
“I..iya. mmm Vi, Kita pergi aka yuk”
“Kenapa Tuh Rio udah mau masuk lap…” kata-kata Via terhenti saat dia melihat sosok orang yang sangat tidak ingin ditemui oleh Sivia. Alvin.
“Vi, sorry, gue nggak tau kalo Alvin main! Habisnya kemaren Rio bilang Alvin nggak main, tapi tiba-tiba tadi Alin datang dan bicara ke pelatih dan akhirnya dia disuruh main! Sorry banget Vi, Ayo kita pergi aja!”
Via diam dan kemudian menggeleng
“Gue nggak apa-apa kok Fy, kita di sini aja liat Rio main. Gue akan nemenin lo kok!”
“Tapi vi..”
“Udahlah, nikmati aja. Gue beneran nggak apa-apa!”
Walau Sivia merasakan dadanya sesak dan matanya memanas, tapi dia tidak meu mengecewakan sahabatnya yang stu ini. Walau otaknya memerintahkan matanya untuk tidak melihat Alvin, tapi mayta itu tetap mengekor kemanapun Alvin pergi.
*****
Alvin yang menyadari Sivia sedang melihatnya, merasa sangat sesak. Perasaan senang, rindu, sedih semua berkumpul menjadi satu. Perasaan yang tadi juga sempat dia rasakan saat bertemu dengan Sivia. Mata Alvin tidak bisa berpaling dari Via, sampai Via pergi berlari entah kemana Alvin tetap mengikuti kemana Via pergi. Alvin yang tetap berkonsentrasi pada tempat dimana Via menghilang, tidak menyadari saat sebuah bola basket yang diumpankan Cakka melayang ke arahnya.
*****
“Vi, gue ke toilet dulu ya!”
“Nggak mau gue temenin?”
“Nggak usah, udah gedhe ini”
Walau Sivia tersenyum pada Ify, tapi Ify tahu kalau Via sudah tidak kuat menahan perasaannya. Setelah Via menghilang di pintu keluar Ify memfokuskan pandangannya ke arena lagi. Betapa terkejutnya dia saat melihat sebuah bola yang dengan kekuatan penuh dilemparkan oleh Cakka melayang kearah Alvin yang sedang memandang kea rah pintu keluar tempat Sivia menghilang. IFy dan semua yang menyaksikan Hal itu Berteriak.
“JDAK”
~TBC~
Selasa, 26 April 2011
Minggu, 13 Maret 2011
Second To Remember part 3
~Mungkin memang berpisah merupakan hal yang terbaik untuk kita saat ini. Tapi mengapa harus berpisah dengan cara seperti ini? Rasanya sakit, sakit sekali. Apakah aku masih bisa tersenyum setelah ini, apakah aku mampu melupakanmu dan mencari seseorang yang lebih baik darimu?
~Aku sangat kaget dengan pernyataanmu ini, aku shock. Kamu yang dulunya selalu menggodaku, menjahiliki, mengikutiku kemanapun aku pergi, tapi sekarang kau telah berubah, pergi meninggalkanku. Belaiyan lembutmu, sentuhanmu yang membuatku nyaman, peluk hangatmu selalu bisa menenangkanku. Tapi itu semua kini hanya kenangan. Bisakah aku melupakan semua tentang dirimu?
Second To Remember part 3
Cicit cuit, cicit cuit,…
“ehmmmm..” Sivia menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya berkeliling memandang sekitarnya. Sambil mengumpulkan nyawa, dia bangun dan berjalan menuju balkon yang dibatasi jendela kaca. Dibukanya korden yang menutupi. Alangkah terkejutnya dia saat melihat semburat cahaya matahari yang menyilaukan.
“Hah, jam berapa ini?” kemudian dia bergegas lari menuju meja kecil disamping tempat tidurnya, diambilnya jam kecil yang terletak disitu.
“Apa? Jam enam kurang sepuluh menit. Mampus gue kesiangan!” Sivia bergegas berlari kecil menuju kamar mandi di kamarnya.
Beberapa menit kemudian Sivia sudah tampak rapi dengan baju seragam identitasnya. Dengan tergesa-gesa Sivia memoleskan sedikit bedak ke wajahnya, lalu menyisir rambutnya dengan tanpa aturan. Kemudian ia segera menyambar tas dimejanya tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Sivia berlari menuruni tangga dengan tergesa.
“Ma, Via berangkat ya!”
“Nggak makan dulu sayang?”
“Nggak ma, minum susu aja. Nanti Via makan di sekolah aja!” Katanya kemudian meneguk segelas susu hangat yang di buat mamanya
“Via berangkat ma. Daaaa!” Via mencium tangan mamanya kemudian berlari
“Hati-hati sayang..”
“Yaaa..”
***
Via berlari menuju sekolahnya. ‘ayo Via, semangat gerbangnya udah hamper kelihatan ini’ Via menyemangati dirinya.
Lima belas menit kemudian Via sampai didepan sekolahnya. Gerbang yang berdiri kokoh masih terbuka lebar untuknya. Wait, apa itu. Sesosok pemuda tinggi berperawakan gagah mengenkan baju satpam memegang salah satu sisi gerbang. ‘Oh tidaaaaakkkkk.. gerbangnya udah mau ditutup, gue harus cepat-cepat ini’
“Mas Anton.. Bentar!” Via berteriak sambil terus berlari
“Eh mbak Sivia, kok tumben telat?” kata mas Anton begitu Via sampai di depan gerbang. Mas Anton itu ‘Satpam Idaman’ di sekolah Sivia. Kenapa, ya karena dia masih muda dan lumayang cakep sih.
“Gue kesiangan mas”
“Ya sudah, cepetan masuk, nanti keburu ketahuan guru piket loh!”
“Makasih mas, makin cakep aja!” Via meringis sambil lari. Mas Anto malah senyum-senyum GJ keGeeRan.
***
Seorang gadis berambut hampir sepinggang dengan potongan segy tampak berlari terburu-buru melewati koridor sekolah yang sudah hamper sepi itu. Kemudian dengan nafas tersenggal dia menaiki tangga sambil berlari kecil, dan menuju kelas yang terletak di pojok sebelah kanan. Dia semakin mempercepat langkahnya. Tiba di depan pintu dia berhenti sejenak mengatur nafasnya. Setelah merasa cukup lega, dia membuka pintu perlahan dengan ragu-ragu. Dilihatnya semua bangku sudah penuh, tinggal bangkunya yang kosong. Kemudian matanya mengarah ke meja guru
“Hah, mana Bu Winda?” tanyanya kepada teman-temannya yang sedang asik dengan kesibukannya masing-masing
“Bu Winda ijin hari ini, dia dateng telat, kita disuruh ngerjain tugas dulu” Jawab cowok berkulit sawo matang dengan potongan rambut cepak mengenakan kacamata, dia Patton sang ketua kelas.
“Huft, gue piker gue udah telat” Via bernafas lega, kemudian berjalan menuju bangkunya dan langsung duduk sambil meletakkan tas di mejanya dengan sembaranga
“Hello, lu emag telat Via sayang. Nggak biasanya lu telat, kenapa?” Tanya Ify teman sebangku Sivia
“Iya, nggak biasanya lu telat?” Silla yang duduk dibelakangya ikutan nimbrung
“Pasti gara-gara si tua Alvin ka? Ada masalah apa lagi?” Agni lagsung nyamber sebelum Sivia sempat jawab pertayaan teman-temannya
“Heuh,…” Sivia meghela napas. Dia tampak berpikir sebentar. Ya, semua ini memang karena Alvin. “Alvin udah mau gue ajak ketemuan…” kemudian Sivia menceritakan semua kejadian kemarin.
“Vi, kayaknya lu harus hati-hati deh sama Aren!”
“Aren anak IPA 4 kan, teman sekelas Alvin? Knapa, Fy?”
“He’eh, Gue denger gossip katanya si Aren lagi gencar-gencarnya deketin Alvin”
“Oh, pantes. Tadi pagi gue lihat Aren sama Alvin lagi di kantin bareng” Agni yang biasanya cuek, males sama yang gituan ikutan nimbrung.
“Tuh kan Vi, Agni aja udah dapet buktinya tuh!” Silla tambah memperpanas suasana.
“Gue percaya sama Alvin” Silla berbalik menghadap mejanya dan mulai mengeluarkan buku tugasnya. Tiba-tiba matanya membulat “Mampus gue..” Katanya sambil terus mengobrak-abrik isi tasnya.
“Napa lo?” Tanya Ify
“Buku tugas gue ketinggalan diatas meja belajar, haduh gimana nih. Mana di rumah nggak ada orang lagi, masak gue harus balik sih,,” Via mengeluarkan seluruh isi tasnya
“Woi, Bu Winda dateng tuh!” teriak seorang anak.
Anak-anak yang sedang hijrah ke bangku temennya entah nyontek atau sekedar ngrumpi langsung kembali ke bangkunya masing-masing. Sivia semakin kelabakan sendiri.
“Haduh, mampus gue, mampus..”
“Aduh sorry, Vi. Kita nggak bisa bantu lu” Ify ikutan pasrah
“Udah nggak pa-pa, lagian emang kalian bisa bantu apa coba?” Via malah nyengir
“Pagi anak-anak, maaf ibu telat. Tugasnya sudah selesai?” Suara tegas itu membuat anak-anak diam seketika. Guru Matek yang terkenal killer ini memang disiplin dan tegas. Hal yang membuat murid-muridnya cukup menyeganinya.
“Belum, bu…” Jawab murit-murit serentak. Sivia tampak lega mendengar jawaban teman-temannya, tapi sedetik kemudian wajahnya kembali pucat ‘sial kayaknya buku PR gue juga ketinggalan, gimana ntar kalo dikumpulin’ batin Sivia
“Kalau begitu kalian lanjutin dirumah saja, PRyang kemarin dikumpulkan! Patton, ambil buku teman-tean kamu! Yang tidak mengerjakan silahkan keluar dari kelas saya!” Patton mengangguk dan segera berdiri untuk mengambil buku tugas teman-temannya. Tiba-tiba Sivia berdiri.
“Ada apa, Sivia? Kamu tidak mengerjakan PR?”
“Mmm.. Ngerjain bu, tapi bukunya ketinggalan!” Sivia menunduk
“ Ya sudah, kamu tahukan konsekwensinya. Kamu tidak boleh mengikuti pelajaran ibu untuk hari ini!” Sivia memandang bu Winda dengan wajah memelas, meminta belas kasihan kepada gurunya yang satu ini. Sivia memang salah satu murit kesayangan bu Winda. “Maaf, Sivia. Tidak ada toleransi di kelas ibu!” kata Bu Winda dengan wajah tidak tega. Dengan perasaan nggak rela Sivia berjalan meninggalkan kelas.
***
Sivia Menyusuri koridor dengan langkah gontai. Bingung mau kemana. Setelah berkeliling, dia memutuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah, tempat Alvin biasa membolos. Mungkin saja hari ini Alvin juga membolos. ‘Kalau nggak salah sekarang ini di kelas Alvin pelajarannya Sejarah. Biasanya Alvin boloskan.’ Batin sivia. Sebuah senyum mendukung analisisnya itu. Kini Sivia sedikit berlari menuju taman belakang, dengan senyum yang tidak lepas dari bibis tipisnya.
***
Senyum sivia semakin melebar ketika melihat seorang Pemuda sepantaran Sivia tengah duduk di dekat pohon besar, pohon yang biasanya Alvin gunakan untuk berteduh dan tidur dibawahnya. Sivia sudah hampir melangkahkan kakinya untuk masuk ke taman itu. Tapi niatnya dia urungkan ketika dia melihat seorang gadis yang juga sepantaran Sivia dengan rambut segi sepundaknya yang dibiarkan terurai menghampiri pemuda yang tengah duduk di bawah pohon itu. Senyum Sivia tampak memudar ‘Aren, ngapain dia nyamperin Alvin?’ Batin Sivia.
Air mata Sivia mulai memberontak untuk keluar ketika dia melihat Alvin, yang tiba-tiba mencium pipi Aren dan memeluknya. Sivia yang sudah tidak kuat membendung air matanya, memutuskan untuk berlari meninggalkan taman itu. Dia berlari menuju kamar mandi.
***
‘PLAAKKK’ gadis itu menampar pemuda yang mencium dan memeluknya dengan tiba-tiba.
“Lo apa-apaan sih, Vin. Mau lu apa? Gue emang suka sama lu, tapi ini namanya lu nggak ngehormatin gue. Gue benci elo ALVIN JONATHAN!” makinya pada pemuda itu sambil mendorongnya, dan kemudian berlari meninggalkan pemuda yang kini tengah tersenyum.
Entah apa yang difikirkan Alvin saat ini. Setelah melakukan hal yang sangat memalukan itu, dia malah tersenyum puas. Tapi senyumnya itu juga terlihat sangat sakit. “Maafin gue” gumamnya. Alvin kemudian berdiri dan berjalan gontai tanpa semangat menuju sebuah ruangan, ruangan yang akhir-akhir ini sering sekali dia datangi.
***
Bel pulang baru saja berdering lima menit yang lalu. Anak-anak SMA 4 sudah mulai terlihat berhamburan pulang. Sebagian ada yang masih tinggal di sekolah, mungkin untuk ekskul atau hanya sekedar bersantai di sekolah.
Di kelas IPA 3, terlihat tiga gadis cantik yang masih tinggal disana. Sepertinya mereka sedang asik membahas sesuatu.
“Eh, si Via kemana sih? Dari tadi belum balik juga?” Tanya salah seorag yang cewek yang mengenakan behel
“Tau dah, Fy! Ni, lo tau nggak?” Tanya satu yang paling feminin dari mereka bertiga
“Tadikan dihukum bu Winda, emang belum balik ya?” Cewek yang terlihat agak tomboi itu bukannya menjawab malah balik bertanya.
“Ah, elo Ag. Di Tanya malah ablik nanya!”
Pembicaraan itu terhenti ketika seorang gadis yang sedang mereka bicarakan muncul dari balik pintu. Agni, Ify, dan sivia sangat terkejut. Tapi bukan karena kehadiran Sivia yang tiba-tiba, tetapi karena melihat wajah Sivia. Matanya merah dan terlihat sedikit bengkak, rambutnya sedikit berantakan, wajahnya sangat kusut.
“Via, habis dari mana? Lo nggak apa-apakan?” Ify langsung berlari menghampiri Via
“Gue nggak papa kok!”
“Lo habis nangis ya Vi? Masak dihukum gitu aja nangis?” kata Silla sambil mengelus pelan rambut Sivia. Sivia hanya tersenyum. Silla berjalan mendekati mereka bertiga sambil membawakan tas milik Sivia.
“Ini tas Lo.” Kata Agni sambil memberikan tas milik Sivia. Agni tampak mengamati Sivia sesaat. “Vi, Lo nangis gara-gara Alvin ya?” Sivia diam “Jadi bener gara-gara Alvin, Via lo diapain sama si Alvin itu?”
“Nggak diapa-apain kok.”
“Trus kenapa lu nangis?” Agni terus mendesak Sivia
“Crita aja, Vi. Kita kan sahabat lu!” Ify ikut-ikutan mendesak Sivia. Akhirnya Sivia mulai menceritakan semua yang dilihatnya ditaman tadi. Air mata Sivia mulai jatuh lagi membayangkan kejadian tadi.
“Hah, masak Alvin kayak gitu? Bukan Arennya yang kecentilan?” Tanya Ify yang emosi denger cerita Via. Bukan hanya Ify, tapi Agni dan Silla juga ikutan emosi.
“Trus gimana, Vi? Lu masih mau nemuin Alvin?” Sivia menjawab pertanyaan Silla hanya dengan gelengan. “Kalau saran gue, mending lu tanyain langsung ke Alvin. Jangan negthink dulu!” Sivia masih diam. Dia bingung.
“Ya udah, biar kita anter sampek taman, gimana?” Agni memberi saran. Sivia yang awalnya bingung akhirnya mengangguk, menyetujuinya.
***
Dengan ragu sivia berjalan menuju bangku taman yang terletak di depan danau. Alvin sudah menunggunya disana. Semakin mendekat entah mengapa perasaannya semakin tak enak. Ada sedikit rasa takut yang memburunya.
“Vin, maaf terlambat. Udah nunggu lama?” Kata Via, setelah sampai tepat di belakang Alvin. Alvin pun menoleh, tapi ekspresi datarlah yang Alvin tunjukkan. ‘Via, lu harus berani.’ Batin Via menyemangati dirinya sendiri. “Vin, mmm.. Kau sama Aren tadi ngapain di taman? Maaf aku nggak sengaja lihat kalian!”
“Oh, itu. Aku Cuma pengen nyari selingan. Bose sama lu terus.” Kata Alvin dengan tampang innocentnya. Tapi, kata-kata Alvin itu bagai tombak yang menusuk jantung Via saat ini. Air mata Via sudah hampir tumpah lagi, tapi masih bisa dikuasainya.
“Maksud kamu?”
“Vi, gue udah bosen sama lo. Gue nggak pengen lu sakit hati, trus nangis lagi. Jadi..” Alvin menggantung kata-katanya, ada sedikit keraguan di hatinya. Tapi dia sudah yakin ini merupakan hal yang terbaik untuk mereka. “Kita Putus aja.”
Sivia terdiam sesaat, stelah mencerna kata-kata Alvin dia langsung berlari meninggalkan taman itu. Teman-temannya yang sedari tadi ngintipin akhirnya keluar dan mengejar Sivia.
“Via, tunggu!” Kata Agni sambil meraih tangan Sivia. “Via, Alvin bilang apa? Knapa lu nangis?”
“Ag, Al.. Alvin mutusin gue!” Air mata Sivia masih terus menetes tanpa bisa dia kendalikan.
“Ya, udah. Tenangin dulu diri kamu, nanti baru crita”
***
Udah ya, biarin Sivia puas dulu nangisnya. Nanti kalau udah kita lanjutin ke part 4..
Ja-ne
~TBC~
~Aku sangat kaget dengan pernyataanmu ini, aku shock. Kamu yang dulunya selalu menggodaku, menjahiliki, mengikutiku kemanapun aku pergi, tapi sekarang kau telah berubah, pergi meninggalkanku. Belaiyan lembutmu, sentuhanmu yang membuatku nyaman, peluk hangatmu selalu bisa menenangkanku. Tapi itu semua kini hanya kenangan. Bisakah aku melupakan semua tentang dirimu?
Second To Remember part 3
Cicit cuit, cicit cuit,…
“ehmmmm..” Sivia menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya berkeliling memandang sekitarnya. Sambil mengumpulkan nyawa, dia bangun dan berjalan menuju balkon yang dibatasi jendela kaca. Dibukanya korden yang menutupi. Alangkah terkejutnya dia saat melihat semburat cahaya matahari yang menyilaukan.
“Hah, jam berapa ini?” kemudian dia bergegas lari menuju meja kecil disamping tempat tidurnya, diambilnya jam kecil yang terletak disitu.
“Apa? Jam enam kurang sepuluh menit. Mampus gue kesiangan!” Sivia bergegas berlari kecil menuju kamar mandi di kamarnya.
Beberapa menit kemudian Sivia sudah tampak rapi dengan baju seragam identitasnya. Dengan tergesa-gesa Sivia memoleskan sedikit bedak ke wajahnya, lalu menyisir rambutnya dengan tanpa aturan. Kemudian ia segera menyambar tas dimejanya tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Sivia berlari menuruni tangga dengan tergesa.
“Ma, Via berangkat ya!”
“Nggak makan dulu sayang?”
“Nggak ma, minum susu aja. Nanti Via makan di sekolah aja!” Katanya kemudian meneguk segelas susu hangat yang di buat mamanya
“Via berangkat ma. Daaaa!” Via mencium tangan mamanya kemudian berlari
“Hati-hati sayang..”
“Yaaa..”
***
Via berlari menuju sekolahnya. ‘ayo Via, semangat gerbangnya udah hamper kelihatan ini’ Via menyemangati dirinya.
Lima belas menit kemudian Via sampai didepan sekolahnya. Gerbang yang berdiri kokoh masih terbuka lebar untuknya. Wait, apa itu. Sesosok pemuda tinggi berperawakan gagah mengenkan baju satpam memegang salah satu sisi gerbang. ‘Oh tidaaaaakkkkk.. gerbangnya udah mau ditutup, gue harus cepat-cepat ini’
“Mas Anton.. Bentar!” Via berteriak sambil terus berlari
“Eh mbak Sivia, kok tumben telat?” kata mas Anton begitu Via sampai di depan gerbang. Mas Anton itu ‘Satpam Idaman’ di sekolah Sivia. Kenapa, ya karena dia masih muda dan lumayang cakep sih.
“Gue kesiangan mas”
“Ya sudah, cepetan masuk, nanti keburu ketahuan guru piket loh!”
“Makasih mas, makin cakep aja!” Via meringis sambil lari. Mas Anto malah senyum-senyum GJ keGeeRan.
***
Seorang gadis berambut hampir sepinggang dengan potongan segy tampak berlari terburu-buru melewati koridor sekolah yang sudah hamper sepi itu. Kemudian dengan nafas tersenggal dia menaiki tangga sambil berlari kecil, dan menuju kelas yang terletak di pojok sebelah kanan. Dia semakin mempercepat langkahnya. Tiba di depan pintu dia berhenti sejenak mengatur nafasnya. Setelah merasa cukup lega, dia membuka pintu perlahan dengan ragu-ragu. Dilihatnya semua bangku sudah penuh, tinggal bangkunya yang kosong. Kemudian matanya mengarah ke meja guru
“Hah, mana Bu Winda?” tanyanya kepada teman-temannya yang sedang asik dengan kesibukannya masing-masing
“Bu Winda ijin hari ini, dia dateng telat, kita disuruh ngerjain tugas dulu” Jawab cowok berkulit sawo matang dengan potongan rambut cepak mengenakan kacamata, dia Patton sang ketua kelas.
“Huft, gue piker gue udah telat” Via bernafas lega, kemudian berjalan menuju bangkunya dan langsung duduk sambil meletakkan tas di mejanya dengan sembaranga
“Hello, lu emag telat Via sayang. Nggak biasanya lu telat, kenapa?” Tanya Ify teman sebangku Sivia
“Iya, nggak biasanya lu telat?” Silla yang duduk dibelakangya ikutan nimbrung
“Pasti gara-gara si tua Alvin ka? Ada masalah apa lagi?” Agni lagsung nyamber sebelum Sivia sempat jawab pertayaan teman-temannya
“Heuh,…” Sivia meghela napas. Dia tampak berpikir sebentar. Ya, semua ini memang karena Alvin. “Alvin udah mau gue ajak ketemuan…” kemudian Sivia menceritakan semua kejadian kemarin.
“Vi, kayaknya lu harus hati-hati deh sama Aren!”
“Aren anak IPA 4 kan, teman sekelas Alvin? Knapa, Fy?”
“He’eh, Gue denger gossip katanya si Aren lagi gencar-gencarnya deketin Alvin”
“Oh, pantes. Tadi pagi gue lihat Aren sama Alvin lagi di kantin bareng” Agni yang biasanya cuek, males sama yang gituan ikutan nimbrung.
“Tuh kan Vi, Agni aja udah dapet buktinya tuh!” Silla tambah memperpanas suasana.
“Gue percaya sama Alvin” Silla berbalik menghadap mejanya dan mulai mengeluarkan buku tugasnya. Tiba-tiba matanya membulat “Mampus gue..” Katanya sambil terus mengobrak-abrik isi tasnya.
“Napa lo?” Tanya Ify
“Buku tugas gue ketinggalan diatas meja belajar, haduh gimana nih. Mana di rumah nggak ada orang lagi, masak gue harus balik sih,,” Via mengeluarkan seluruh isi tasnya
“Woi, Bu Winda dateng tuh!” teriak seorang anak.
Anak-anak yang sedang hijrah ke bangku temennya entah nyontek atau sekedar ngrumpi langsung kembali ke bangkunya masing-masing. Sivia semakin kelabakan sendiri.
“Haduh, mampus gue, mampus..”
“Aduh sorry, Vi. Kita nggak bisa bantu lu” Ify ikutan pasrah
“Udah nggak pa-pa, lagian emang kalian bisa bantu apa coba?” Via malah nyengir
“Pagi anak-anak, maaf ibu telat. Tugasnya sudah selesai?” Suara tegas itu membuat anak-anak diam seketika. Guru Matek yang terkenal killer ini memang disiplin dan tegas. Hal yang membuat murid-muridnya cukup menyeganinya.
“Belum, bu…” Jawab murit-murit serentak. Sivia tampak lega mendengar jawaban teman-temannya, tapi sedetik kemudian wajahnya kembali pucat ‘sial kayaknya buku PR gue juga ketinggalan, gimana ntar kalo dikumpulin’ batin Sivia
“Kalau begitu kalian lanjutin dirumah saja, PRyang kemarin dikumpulkan! Patton, ambil buku teman-tean kamu! Yang tidak mengerjakan silahkan keluar dari kelas saya!” Patton mengangguk dan segera berdiri untuk mengambil buku tugas teman-temannya. Tiba-tiba Sivia berdiri.
“Ada apa, Sivia? Kamu tidak mengerjakan PR?”
“Mmm.. Ngerjain bu, tapi bukunya ketinggalan!” Sivia menunduk
“ Ya sudah, kamu tahukan konsekwensinya. Kamu tidak boleh mengikuti pelajaran ibu untuk hari ini!” Sivia memandang bu Winda dengan wajah memelas, meminta belas kasihan kepada gurunya yang satu ini. Sivia memang salah satu murit kesayangan bu Winda. “Maaf, Sivia. Tidak ada toleransi di kelas ibu!” kata Bu Winda dengan wajah tidak tega. Dengan perasaan nggak rela Sivia berjalan meninggalkan kelas.
***
Sivia Menyusuri koridor dengan langkah gontai. Bingung mau kemana. Setelah berkeliling, dia memutuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah, tempat Alvin biasa membolos. Mungkin saja hari ini Alvin juga membolos. ‘Kalau nggak salah sekarang ini di kelas Alvin pelajarannya Sejarah. Biasanya Alvin boloskan.’ Batin sivia. Sebuah senyum mendukung analisisnya itu. Kini Sivia sedikit berlari menuju taman belakang, dengan senyum yang tidak lepas dari bibis tipisnya.
***
Senyum sivia semakin melebar ketika melihat seorang Pemuda sepantaran Sivia tengah duduk di dekat pohon besar, pohon yang biasanya Alvin gunakan untuk berteduh dan tidur dibawahnya. Sivia sudah hampir melangkahkan kakinya untuk masuk ke taman itu. Tapi niatnya dia urungkan ketika dia melihat seorang gadis yang juga sepantaran Sivia dengan rambut segi sepundaknya yang dibiarkan terurai menghampiri pemuda yang tengah duduk di bawah pohon itu. Senyum Sivia tampak memudar ‘Aren, ngapain dia nyamperin Alvin?’ Batin Sivia.
Air mata Sivia mulai memberontak untuk keluar ketika dia melihat Alvin, yang tiba-tiba mencium pipi Aren dan memeluknya. Sivia yang sudah tidak kuat membendung air matanya, memutuskan untuk berlari meninggalkan taman itu. Dia berlari menuju kamar mandi.
***
‘PLAAKKK’ gadis itu menampar pemuda yang mencium dan memeluknya dengan tiba-tiba.
“Lo apa-apaan sih, Vin. Mau lu apa? Gue emang suka sama lu, tapi ini namanya lu nggak ngehormatin gue. Gue benci elo ALVIN JONATHAN!” makinya pada pemuda itu sambil mendorongnya, dan kemudian berlari meninggalkan pemuda yang kini tengah tersenyum.
Entah apa yang difikirkan Alvin saat ini. Setelah melakukan hal yang sangat memalukan itu, dia malah tersenyum puas. Tapi senyumnya itu juga terlihat sangat sakit. “Maafin gue” gumamnya. Alvin kemudian berdiri dan berjalan gontai tanpa semangat menuju sebuah ruangan, ruangan yang akhir-akhir ini sering sekali dia datangi.
***
Bel pulang baru saja berdering lima menit yang lalu. Anak-anak SMA 4 sudah mulai terlihat berhamburan pulang. Sebagian ada yang masih tinggal di sekolah, mungkin untuk ekskul atau hanya sekedar bersantai di sekolah.
Di kelas IPA 3, terlihat tiga gadis cantik yang masih tinggal disana. Sepertinya mereka sedang asik membahas sesuatu.
“Eh, si Via kemana sih? Dari tadi belum balik juga?” Tanya salah seorag yang cewek yang mengenakan behel
“Tau dah, Fy! Ni, lo tau nggak?” Tanya satu yang paling feminin dari mereka bertiga
“Tadikan dihukum bu Winda, emang belum balik ya?” Cewek yang terlihat agak tomboi itu bukannya menjawab malah balik bertanya.
“Ah, elo Ag. Di Tanya malah ablik nanya!”
Pembicaraan itu terhenti ketika seorang gadis yang sedang mereka bicarakan muncul dari balik pintu. Agni, Ify, dan sivia sangat terkejut. Tapi bukan karena kehadiran Sivia yang tiba-tiba, tetapi karena melihat wajah Sivia. Matanya merah dan terlihat sedikit bengkak, rambutnya sedikit berantakan, wajahnya sangat kusut.
“Via, habis dari mana? Lo nggak apa-apakan?” Ify langsung berlari menghampiri Via
“Gue nggak papa kok!”
“Lo habis nangis ya Vi? Masak dihukum gitu aja nangis?” kata Silla sambil mengelus pelan rambut Sivia. Sivia hanya tersenyum. Silla berjalan mendekati mereka bertiga sambil membawakan tas milik Sivia.
“Ini tas Lo.” Kata Agni sambil memberikan tas milik Sivia. Agni tampak mengamati Sivia sesaat. “Vi, Lo nangis gara-gara Alvin ya?” Sivia diam “Jadi bener gara-gara Alvin, Via lo diapain sama si Alvin itu?”
“Nggak diapa-apain kok.”
“Trus kenapa lu nangis?” Agni terus mendesak Sivia
“Crita aja, Vi. Kita kan sahabat lu!” Ify ikut-ikutan mendesak Sivia. Akhirnya Sivia mulai menceritakan semua yang dilihatnya ditaman tadi. Air mata Sivia mulai jatuh lagi membayangkan kejadian tadi.
“Hah, masak Alvin kayak gitu? Bukan Arennya yang kecentilan?” Tanya Ify yang emosi denger cerita Via. Bukan hanya Ify, tapi Agni dan Silla juga ikutan emosi.
“Trus gimana, Vi? Lu masih mau nemuin Alvin?” Sivia menjawab pertanyaan Silla hanya dengan gelengan. “Kalau saran gue, mending lu tanyain langsung ke Alvin. Jangan negthink dulu!” Sivia masih diam. Dia bingung.
“Ya udah, biar kita anter sampek taman, gimana?” Agni memberi saran. Sivia yang awalnya bingung akhirnya mengangguk, menyetujuinya.
***
Dengan ragu sivia berjalan menuju bangku taman yang terletak di depan danau. Alvin sudah menunggunya disana. Semakin mendekat entah mengapa perasaannya semakin tak enak. Ada sedikit rasa takut yang memburunya.
“Vin, maaf terlambat. Udah nunggu lama?” Kata Via, setelah sampai tepat di belakang Alvin. Alvin pun menoleh, tapi ekspresi datarlah yang Alvin tunjukkan. ‘Via, lu harus berani.’ Batin Via menyemangati dirinya sendiri. “Vin, mmm.. Kau sama Aren tadi ngapain di taman? Maaf aku nggak sengaja lihat kalian!”
“Oh, itu. Aku Cuma pengen nyari selingan. Bose sama lu terus.” Kata Alvin dengan tampang innocentnya. Tapi, kata-kata Alvin itu bagai tombak yang menusuk jantung Via saat ini. Air mata Via sudah hampir tumpah lagi, tapi masih bisa dikuasainya.
“Maksud kamu?”
“Vi, gue udah bosen sama lo. Gue nggak pengen lu sakit hati, trus nangis lagi. Jadi..” Alvin menggantung kata-katanya, ada sedikit keraguan di hatinya. Tapi dia sudah yakin ini merupakan hal yang terbaik untuk mereka. “Kita Putus aja.”
Sivia terdiam sesaat, stelah mencerna kata-kata Alvin dia langsung berlari meninggalkan taman itu. Teman-temannya yang sedari tadi ngintipin akhirnya keluar dan mengejar Sivia.
“Via, tunggu!” Kata Agni sambil meraih tangan Sivia. “Via, Alvin bilang apa? Knapa lu nangis?”
“Ag, Al.. Alvin mutusin gue!” Air mata Sivia masih terus menetes tanpa bisa dia kendalikan.
“Ya, udah. Tenangin dulu diri kamu, nanti baru crita”
***
Udah ya, biarin Sivia puas dulu nangisnya. Nanti kalau udah kita lanjutin ke part 4..
Ja-ne
~TBC~
Second To Remember Part 2
Second To Remember Part 2
~Sivia POV~
Sudah dua minggu berlalu sejak kematian Alvia, dan sudah dua minggu pula Alvin menghindar dariku. Entah karena apa. Mungkin dia masih marah padaku karena aku nggak bisa menjaga Alvia. Aku udah Tanya ke Rio, Iel, Cakka yang notabene sohibnya Alvin. Malahan aku minta tolong Ify temenku skaligus pacarnya Rio, buat mengorek informasi tentang Alvin. Tapi yg dia dapet cuma info tentang Alvin yang memang akhir-akhir ini sering absen. Nggak biasanya tuh anak absen.
‘Capek banget’ batinku. Memang akhir-akhir ini aku pulang-pergi sekolah jalan kaki, nggak seperti biasanya, Alvin yang slalu mengantarku pake sepedanya. Akhir-akhir ini hubunganku dan Alvin memang merenggang. Setiap ku telfon nggak diangkat, ku sms nggak dibales, kucari ke kelasnya kata temen2 dia nggak masuk. Sampai akhirnya kuputuskan untuk ke rumahnya hari ini.
“Kak Tasya, Alvin ada?” tanyaku pada perempuan yang sedang menyirami bunga di depan rumah Alvin, ya dia adalah kakak Alvin. Dia tampak terkejut melihat kedatanganku.
“Al… Alvin lagi pergi, nggak tau kemana! Kamu ada pesen? Nanti kakak sampeikan kalau dia pulang!” katanya sedikit tergagab.
“Oh, yaudah kak, nggak apa-apa. Nanti aku telfon aja dia.” Ucapku kecewa. Pulang dengan tangan kosong lagi. ‘heuh’ aku mendesah pelan
Sampai di rumah aku langsung masuk kamar. Capek banget. Ku lihat jam di tanganku. “Jam satu nih, capek, tidur dulu ah!” aku tidur tanpa mengganti bajuku.
~Janie POV~
Selepas kepergian Sivia, Tasya segera menyelesaikan pekerjaannya. Dia bergegas masuk ke dalam rumah, menaiki tangga menuju kamar yang terletak paling ujung. Dia membuka pintu pelan-pelan. Terlihat sesosok remaja, sepertinya sedang tidur. Didekatinya ranjang tempat remaja tadi. Dibelainya rambut cepak adik kesayangannya itu.
“Tadi Sivia kesini!” katanya halus. Mata yang tadinya terpejam itu mulai terbuka pelan. Tanpa mengubah posisinya menjadi duduk dia tersenyum.
“Trus kakak bilang apa sama dia?” suaranya parau
“Aku bilang kamu keluar, katanya dia mau nelfon kamu nanti.” Adiknya itu hanya tersenyum. “kenapa kamu nggak bilang terus terang sama Sivia? Kamu nggak kasian sama dia, Vin? Kamu ngegantung dia gitu, tanpa alasan lagi!” lanjutnya
“Kakakkan tahu alasanku ngelakuin ini.”
“Tapi Sivia nggak tahu Vin. Knapa kamu nggak kasih tahu dia.”
“Biarkan dia tahu sendiri.”
“Darimana dia tahu, kamu nggak ngijinin seorangpun ngasih tahu dia.” Kak Tasya mulai geram
“Udah ah, ini masalahku. Kakak keluar gih, aku mau tidur, ngantuk.” Kata Alvin sambil menaikkan slimutnya hingga leher.
“Ya udah, terserah kamu aja. Yang penting kakak udah berusaha ngingetin kamu.”
Tasya beranjak meninggalkan kamar itu. Sejenak dia berhenti sebelum menutup pintu, dia berbalik melihat adiknya yang sepertinya sudah lelap *kebo,cepetbenertidurnya*, meliahat wajah polos adek satu-satunya itu. Tanpa disadari gurat khawatir dari wajahnya muncul setiap melihat adiknya tidur seperti ini. Tak siap baginya untuk kehilangan wajah polos itu.
@Sivia’s House
“hoooaaaammm… jam berapa sih?” dirabanya meja kecil dekat tempat tidurrnya. Berusaha mencari jam yang terlatak disitu. Bodohnya dia, padahal dia juga tengah mengenakan jam di tangan sebelah kirinya. Akhirnya setelah meraba-raba tangannya menyentuh jam berbentuk stowbery miliknya. Dilihatnya baik-baik jarum panjang menunjuk angka 3 dan jarum pendek diantara angka 5 dan 6.
“Hah, jam setengah enam. Aduh kan gue tadi mau nelphon Alvin. Aduh belum mandi lagi, ganti baju aja belom. Gimana sih gue…” Sivia ngedumel nggak jelas, smabil beranjak dri pembaringannya. Dan segera menuju kamar mandi. Tubuhnya terasa sangat lengket.
Ten minutes after~
“Segernya. Telphon Alvin ah.”
Sivia meraih Iphone miliknya memencet beberapa digit nomor yang telah ia hafal diluar kepala. Tapi sebelum dia sempat memencet 4 digit terakhir, suara mamanya menghentikan aktivitas itu “Via, ayo turun. Makan malam sudah siap sayang.”
“Ya ma, bentar.” Teriaknya. ‘ntar aja deh, lagian pasti Alvin juga masih makan malam ini’ fikirnya. Diletakkannya iphone itu di atas meja, dan kemudian bergegas menuju meja makan.
Sampai di meja makan dia segera duduk, suasana sunyi meneyelimuti mereka. Memang sudah kebiasaan tidak ada yang berbicara saat makan. Setelah selesai menyantap makan malamnya Sivia hendak kembali ke kamar melanjutkan niatnya menelphon Alvin. Tapi niatnya dicegah oleh panggilan mamanya.
“Via, mau kemana? Ke sini dulu, nggak kangen sama mama sama papa? Nggak mau minta oleh-olehnya?” Panggil mama Via yang sudah berada di ruang keluarga bersama ayahnya. Ya orang tua Via memang baru pulang dari luar negeri, dan baru pulang tadi pagi. Jadi pantas kalau mereka merindukan gadis kecil mereka yang sudah 3 bulan tidak bertemu.
Dengan langkah gontai Sivia mendekati mereka.
“Kenapa sayang? Kamu ada masalah?” Via hanya diam sambil menunduk. “Masalah apa? Masalah Alvin?” Via tersentak
“Kok mama tahu?” mamanya hanya tersenyum.
“Sini dong duduk dekat mama, mamakan kangen!” Via duduk dekat mamanya, sementara papanya malah asik menonton TV, ntah apa acaranya.
“Via, apapun yang terjadi sama kamu dan Alvin, jangan sampai kamu membenci Alvin. Terus sayangi dia, kasih motifasi ke dia, kasih semangat. Jangan sampai kamu meninggalkan Alvin!” kata mamanya sambil membelai lembut rambut putrinya itu.
“Kenapa sih, mama kok aneh gini. Emang Alvin kenapa? Kan Alvin yang ngejauhin Via!” Via bingung banget sama mamanya. Kenapa kesannya mamanya khawatir banget sama Alvin.
“Nggak apa-apa kok. Alvin ngejauhin kamu pasti ada alasannya!”
“Iya ma, Via tau. Tapi apa alasan Alvin? Dia nggak ngasih penjelasan sama Via, Alvin malah ngejauhin Via akhir-akhir ini. Via jadi bingung sama Alvin. Apa Via ada salah sama dia?” matanya mulai berair, sepertinya sebentar lagi Via sudah tidak bisa membendung air mata yang selama beberapa hari ini berusaha keluar dari kantong air matanya.
“Sudah dong sayang, jangan nangis lagi. Mungkin Alvin belum siap crita sama kamu! Kamu harus sabar ngadepin Alvin. Mama yakin bentar lagi Alvin bakal crita. Kamu udah berusaha ke rumah Alvin?”
“Sudah ma, tadi pulang sekolah Via langsung kesana.”
“Trus, ketemu sama Alvinnya?”
“Nggak ketemu. Kata kak Tasya Alvin lagi keluar. Trus Via bilang nanti mau nelphon Alvin.”
“Sudah ditelfon belum?”
“Belum, hehehe..” Via nyengir
“Nah gitu dong, senyum. Ya udah sana, cepet telfon Alvinnya!”
“Siap Bos..” kata Via semangat. Kini dia bergegas ke kamarnya dan segera meraih Iphonenya. Kemudian mendial nomor Alvin.
Tuuut… tuuutt… tuttt….
“Halo..”
“Halo, Alvin??”
“Ya iyalah,e lo ngigo?” Via terlonjak senang setelah memastikan bahwa Alvinlah yang mengangkat telphonnya.
“Emm.. Vin, aku pengen ngomong sama kamu!” Via gugub, ‘kok Alvin pake gue elo ya sama gue, biasanya kan? Ah
udahlah ikutin aja’ batin Via
“Nah ini udahkan! Elo ngigo beneran ya?”
“Nggak kok, gue pengen ngomong penting. Nggak bisa lewat telfon, kita harus ketemu!”
“Yaudah, damana? Kapan?”
“Di taman aja gimana, sekalian ke makam Alvia? Kalo waktunya terserah kamu!”
“Yaudah, besok pulang sekolah di taman!”
“Ya udah Vin, love you..”
“…. Ya”
Klik “tuuuut, ttutuuut”
‘Alvin knapa sih? Kok cuek bebek gini. Biasanya aku yang nutup tefhonnya, lha ini? udah ah, sabodo. Blajar dulu.’
Semenit kemudia Via udah tenggelam bersama buku-buku tugas dan buku lainnya.
Huuuust, jangan ganggu Sivia dulu, dia lagi serius belajar noh…
jadi sampek sini dulu ya…
~TBC~
~Sivia POV~
Sudah dua minggu berlalu sejak kematian Alvia, dan sudah dua minggu pula Alvin menghindar dariku. Entah karena apa. Mungkin dia masih marah padaku karena aku nggak bisa menjaga Alvia. Aku udah Tanya ke Rio, Iel, Cakka yang notabene sohibnya Alvin. Malahan aku minta tolong Ify temenku skaligus pacarnya Rio, buat mengorek informasi tentang Alvin. Tapi yg dia dapet cuma info tentang Alvin yang memang akhir-akhir ini sering absen. Nggak biasanya tuh anak absen.
‘Capek banget’ batinku. Memang akhir-akhir ini aku pulang-pergi sekolah jalan kaki, nggak seperti biasanya, Alvin yang slalu mengantarku pake sepedanya. Akhir-akhir ini hubunganku dan Alvin memang merenggang. Setiap ku telfon nggak diangkat, ku sms nggak dibales, kucari ke kelasnya kata temen2 dia nggak masuk. Sampai akhirnya kuputuskan untuk ke rumahnya hari ini.
“Kak Tasya, Alvin ada?” tanyaku pada perempuan yang sedang menyirami bunga di depan rumah Alvin, ya dia adalah kakak Alvin. Dia tampak terkejut melihat kedatanganku.
“Al… Alvin lagi pergi, nggak tau kemana! Kamu ada pesen? Nanti kakak sampeikan kalau dia pulang!” katanya sedikit tergagab.
“Oh, yaudah kak, nggak apa-apa. Nanti aku telfon aja dia.” Ucapku kecewa. Pulang dengan tangan kosong lagi. ‘heuh’ aku mendesah pelan
Sampai di rumah aku langsung masuk kamar. Capek banget. Ku lihat jam di tanganku. “Jam satu nih, capek, tidur dulu ah!” aku tidur tanpa mengganti bajuku.
~Janie POV~
Selepas kepergian Sivia, Tasya segera menyelesaikan pekerjaannya. Dia bergegas masuk ke dalam rumah, menaiki tangga menuju kamar yang terletak paling ujung. Dia membuka pintu pelan-pelan. Terlihat sesosok remaja, sepertinya sedang tidur. Didekatinya ranjang tempat remaja tadi. Dibelainya rambut cepak adik kesayangannya itu.
“Tadi Sivia kesini!” katanya halus. Mata yang tadinya terpejam itu mulai terbuka pelan. Tanpa mengubah posisinya menjadi duduk dia tersenyum.
“Trus kakak bilang apa sama dia?” suaranya parau
“Aku bilang kamu keluar, katanya dia mau nelfon kamu nanti.” Adiknya itu hanya tersenyum. “kenapa kamu nggak bilang terus terang sama Sivia? Kamu nggak kasian sama dia, Vin? Kamu ngegantung dia gitu, tanpa alasan lagi!” lanjutnya
“Kakakkan tahu alasanku ngelakuin ini.”
“Tapi Sivia nggak tahu Vin. Knapa kamu nggak kasih tahu dia.”
“Biarkan dia tahu sendiri.”
“Darimana dia tahu, kamu nggak ngijinin seorangpun ngasih tahu dia.” Kak Tasya mulai geram
“Udah ah, ini masalahku. Kakak keluar gih, aku mau tidur, ngantuk.” Kata Alvin sambil menaikkan slimutnya hingga leher.
“Ya udah, terserah kamu aja. Yang penting kakak udah berusaha ngingetin kamu.”
Tasya beranjak meninggalkan kamar itu. Sejenak dia berhenti sebelum menutup pintu, dia berbalik melihat adiknya yang sepertinya sudah lelap *kebo,cepetbenertidurnya*, meliahat wajah polos adek satu-satunya itu. Tanpa disadari gurat khawatir dari wajahnya muncul setiap melihat adiknya tidur seperti ini. Tak siap baginya untuk kehilangan wajah polos itu.
@Sivia’s House
“hoooaaaammm… jam berapa sih?” dirabanya meja kecil dekat tempat tidurrnya. Berusaha mencari jam yang terlatak disitu. Bodohnya dia, padahal dia juga tengah mengenakan jam di tangan sebelah kirinya. Akhirnya setelah meraba-raba tangannya menyentuh jam berbentuk stowbery miliknya. Dilihatnya baik-baik jarum panjang menunjuk angka 3 dan jarum pendek diantara angka 5 dan 6.
“Hah, jam setengah enam. Aduh kan gue tadi mau nelphon Alvin. Aduh belum mandi lagi, ganti baju aja belom. Gimana sih gue…” Sivia ngedumel nggak jelas, smabil beranjak dri pembaringannya. Dan segera menuju kamar mandi. Tubuhnya terasa sangat lengket.
Ten minutes after~
“Segernya. Telphon Alvin ah.”
Sivia meraih Iphone miliknya memencet beberapa digit nomor yang telah ia hafal diluar kepala. Tapi sebelum dia sempat memencet 4 digit terakhir, suara mamanya menghentikan aktivitas itu “Via, ayo turun. Makan malam sudah siap sayang.”
“Ya ma, bentar.” Teriaknya. ‘ntar aja deh, lagian pasti Alvin juga masih makan malam ini’ fikirnya. Diletakkannya iphone itu di atas meja, dan kemudian bergegas menuju meja makan.
Sampai di meja makan dia segera duduk, suasana sunyi meneyelimuti mereka. Memang sudah kebiasaan tidak ada yang berbicara saat makan. Setelah selesai menyantap makan malamnya Sivia hendak kembali ke kamar melanjutkan niatnya menelphon Alvin. Tapi niatnya dicegah oleh panggilan mamanya.
“Via, mau kemana? Ke sini dulu, nggak kangen sama mama sama papa? Nggak mau minta oleh-olehnya?” Panggil mama Via yang sudah berada di ruang keluarga bersama ayahnya. Ya orang tua Via memang baru pulang dari luar negeri, dan baru pulang tadi pagi. Jadi pantas kalau mereka merindukan gadis kecil mereka yang sudah 3 bulan tidak bertemu.
Dengan langkah gontai Sivia mendekati mereka.
“Kenapa sayang? Kamu ada masalah?” Via hanya diam sambil menunduk. “Masalah apa? Masalah Alvin?” Via tersentak
“Kok mama tahu?” mamanya hanya tersenyum.
“Sini dong duduk dekat mama, mamakan kangen!” Via duduk dekat mamanya, sementara papanya malah asik menonton TV, ntah apa acaranya.
“Via, apapun yang terjadi sama kamu dan Alvin, jangan sampai kamu membenci Alvin. Terus sayangi dia, kasih motifasi ke dia, kasih semangat. Jangan sampai kamu meninggalkan Alvin!” kata mamanya sambil membelai lembut rambut putrinya itu.
“Kenapa sih, mama kok aneh gini. Emang Alvin kenapa? Kan Alvin yang ngejauhin Via!” Via bingung banget sama mamanya. Kenapa kesannya mamanya khawatir banget sama Alvin.
“Nggak apa-apa kok. Alvin ngejauhin kamu pasti ada alasannya!”
“Iya ma, Via tau. Tapi apa alasan Alvin? Dia nggak ngasih penjelasan sama Via, Alvin malah ngejauhin Via akhir-akhir ini. Via jadi bingung sama Alvin. Apa Via ada salah sama dia?” matanya mulai berair, sepertinya sebentar lagi Via sudah tidak bisa membendung air mata yang selama beberapa hari ini berusaha keluar dari kantong air matanya.
“Sudah dong sayang, jangan nangis lagi. Mungkin Alvin belum siap crita sama kamu! Kamu harus sabar ngadepin Alvin. Mama yakin bentar lagi Alvin bakal crita. Kamu udah berusaha ke rumah Alvin?”
“Sudah ma, tadi pulang sekolah Via langsung kesana.”
“Trus, ketemu sama Alvinnya?”
“Nggak ketemu. Kata kak Tasya Alvin lagi keluar. Trus Via bilang nanti mau nelphon Alvin.”
“Sudah ditelfon belum?”
“Belum, hehehe..” Via nyengir
“Nah gitu dong, senyum. Ya udah sana, cepet telfon Alvinnya!”
“Siap Bos..” kata Via semangat. Kini dia bergegas ke kamarnya dan segera meraih Iphonenya. Kemudian mendial nomor Alvin.
Tuuut… tuuutt… tuttt….
“Halo..”
“Halo, Alvin??”
“Ya iyalah,e lo ngigo?” Via terlonjak senang setelah memastikan bahwa Alvinlah yang mengangkat telphonnya.
“Emm.. Vin, aku pengen ngomong sama kamu!” Via gugub, ‘kok Alvin pake gue elo ya sama gue, biasanya kan? Ah
udahlah ikutin aja’ batin Via
“Nah ini udahkan! Elo ngigo beneran ya?”
“Nggak kok, gue pengen ngomong penting. Nggak bisa lewat telfon, kita harus ketemu!”
“Yaudah, damana? Kapan?”
“Di taman aja gimana, sekalian ke makam Alvia? Kalo waktunya terserah kamu!”
“Yaudah, besok pulang sekolah di taman!”
“Ya udah Vin, love you..”
“…. Ya”
Klik “tuuuut, ttutuuut”
‘Alvin knapa sih? Kok cuek bebek gini. Biasanya aku yang nutup tefhonnya, lha ini? udah ah, sabodo. Blajar dulu.’
Semenit kemudia Via udah tenggelam bersama buku-buku tugas dan buku lainnya.
Huuuust, jangan ganggu Sivia dulu, dia lagi serius belajar noh…
jadi sampek sini dulu ya…
~TBC~
Second to Remember part 1
Akhirnya aku post jga, kalo jelek and gak sesuai harapan dimaklumin aja ya……
Read, and keep coment please……..
Second to Remember
Terlihat seorang cowok berlari mengejar cewek yang meninggalkannya
“Pia, Pia, Pia…….”
“Alvin, jangan manggil gw gitu dong. Kan malu sama temen2”
“PMS ya? Kug marah2?”
“Alvin.....” kata Via kesel. “ Abis kamu sih, ngapain juga ngladeni cewek2 ganjen itu?? Bikin BT aja!!” Via memper cepat langkahnya.
“OoO….. Critanya Via cemburu sama mereka? Via suka Alvin ya? Ayo ngaku!” Alvin ngegoda Via. Muka Via langsung merah. Via memalingkan wajahnya dari Alvin. Tpi terlambat Alvin telah menangkap basah dia. “Hahahaha, mukamu merah tuh.. tenang aja hati ku Cuma buat kamu kok Via sayang, nggak akan aku ksih ke orang lain kog!” kata Alvin mendekatkan wajahnya kewajah Via
“Alvin apaan sih, aku malu.”Via mendorong tubuh Alvin menjauh.
“Udah, ayuk ke kelas. Ntar keburu Bu Winda dateng lagi!”
$_$
@Via’s House
“Alvi, nih saying minum susunya, jangan tidur terus. Kog Alvi nggak mau bangun2 sih” Via yang bingung langsung nelfon Alvin, nyuruh dia meriksa keadaan anak mereka. Karena emang hari ini Ortu Via keluarkota, jdi g da sapa2 dirumah, pembantunya jga lgi belanja.
“Halo, Alvin. kamu cepet kemari dong”
“Ngapain Vi, aku msih ngantuk nih…”
“Udah jangan banyak nanya, anak kita kayaknya sakitdeh! Kamu cepet kemariya, aku takut Alvi knapa2!”
Tanpa nunggu jawaban Alvin Via langsung nutup telphonnya.
@Via’s House
“Via, kamu dimana?” teriak Alvin yang muncul dari balik pintu dengan wajah cemasnya
“Aku di gazebo, Vin!”Teriak Via.
Alvin langsung pergi ke gazebo. Alangkah terkejutnya dia saat mendapati Via menangis sambil memeluk anak mereka, matanya terlihat sembab. Terlihat sekali gurat kesedihan dari wajahnya. Alvin berjalan mendekati Via, kmudian duduk disampingya dan membelai rambutnya mencoba menenangkannya.
“Via, udah ya nangisnya. Kita makamin anak kita dulu.Biar dia tenang di sana!”
“Hiks, ayo Vin. Kita makamin di bawah pohon…….. deket makam ibunya, biar dia nggak kesepian!” Via mulai tenang. Kemudian mereka berjalan ketaman yang jaraknya nggak jauh darirumah Via. Alvin yang memang sudah menenteng sekop sedari tadi mulai menggali lubang.Sedangkan Via menunggunya di sisi pohon satunnya.
“Udah nih Vi, sini biar aku yang masukin!”
“Nih Vin, hati2 kasian dia!” Via memberikan anak mereka yang sudah dibalut dengan kain putih bersih. Setelah mendoakan anaknya Alvin dan Via menutup lubang itu. Via mulai menangis lagi.
“Udah dong Via sayang, jangan nangis lagi. Kasian nanti Alvi nggak tenang disana. Alvia kan udah sama ibunya di sana. Senyum dong!” Alvin mencoba menghibur Via lagi. Kemudian Via tersenyum
“Aku akan berusaha ikhlasin Alvi, aku saying dia!”
“Nah gitu dong, senyum kan lebih cantik!”
“Vin…..”
“Hmmm….”
“Kita cari anak lagi yuk, yang lucu kayak Alvi. Tapi bulunya jangan kayak Alvi, putih semua gitu. Kita cri yang ada bintik2 hitamnya!” kata Via tersenyum jail
“Nggak, aku nggak mau kamu nangis kayak gini lagi. Lagian ntar Alvi cemburu lagi!”
“Tapi ntar kalo aku kangen Alvi gimana?” Via sedikit memelas
“Gini aja, setahun sekali kita kesini, dimulai dari hari ini, gimana?”
“Oke! Tapi ntar kalo kangen aku boleh kesini kan?? “ ya bolehlah Via saying!!” kata Alvin gemes
“Vin pulang yuk. Dah sore nih!”
OTW to Home
“Vin, inget waktu pertama kita ketemu nggak?”
“Ingetlah…..”
~FBon~
“Kamu knapa?” Tanya cowok kecil itu saat melihat seorang cewek kecil sedang duduk sambil menangis. Tapi yang ditanya hanya diam sambil memegangi lututnya yang berdarah.
“Oww, kaki kamu sakit?Ayo aku gendong. Rumah kamu mana, ayo aku antar?” kata cowok kecil membungkukkan badannya bersiap menopang tubuh cewek kecil. Cewek kecil itu Cuma mengangguk pelan, senyum kecil terkembang, lesung pipi menambah keimutannya.
@Rumah cewek kecil
“kamu bias jalan sendiri? Atau perlu aku antar sampaike dalam?” Cowok kecil menurunkan sicewek dari gendongannya.
“Aku bias sendiri kok!” cewek kecil mencoba melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumahnya yang cukup luas.
“Yaudah, hati-hatiya. Akupulang dulu” kata cowok kecil, kemudian membalikkan badannya bersiap untuk kembali kearah taman tadi.
“Tunggu, kamu g mau mampir?”
“Nggak ah, kapan2 aja! Nanti orang tuaku nyariin lagi!” kata cowok kecil yang mulai melangkahkan kakinya. Baru beberapa langkah dia berjalan terdengar cewek kecil memanggilnya.
“Tunggu” langkah cowok kecil terhenti .“Apakah kita bias ketemu lagi?”Kata cewek kecil penuh harap.
“Tentu saja, rumah aku di depan taman tadi kok. Kamu maen aja ke sana!”Kata cowok kecil sambil tersenyum, cewek kecil pun membalasnya dengan senyum kecil dan sedikit anggukan lemah.
$_$
Di sebuah taman terlihat sepasang anak kecil yang sedang asik bermain sambil sesekali diikuti tawa.
“Apin, udah sore nih, aku pulang ya!” kata cewek kecil, kemudian berdiri sambil membersihkan debu yang menempel dirok Coklatnya.
“Pia…” kata sicowok kecil yang dipanggil Apin tadi
“Ada apa, Pin?” jawab si cewek kecil yang dipanggil Pia tadi
“Besok pagi kamu main ke sinilagi kan?”
“Iya dunk, aku kan seneng main sama Apin! Emang ada apa?”
“Nggak apa2, yaudah ayok kuantar!”
Pia cumin mengangguk kecil sambil tersenyum.
$_$
@Pia’s House
“Pia, ini buat kamu. Kita rawat baik2 ya, ini bayi kita!” kata Apin sambil memberikan seekor kucing kecil berkulit putih bersih, dengan sedikit warna hitam di mengelilingilehernya.
“Apin, lucu banget. Namanya siapa? Dapat dri mana?”Kata Pia girang sambil menerima Kucing kecil dari pelukan Apin.
“Aku nemuin dia di taman tdi tadi pagi. Aku nemuai dia di deket ibunya yang udah meninggal. Aku udah nemuin dia, sekarang giliran kamu yang kasih nama!” kata Apin tersenyum licik
“Apin curang ah……” kata Pia manyunin Bibirnya, tapiApinmalah senyum2 GJ. “Ibunya udah kamu makamin?”
“Udah dong, di deket pohon yang di samping perosotan. Eh ayo kasih nama!!”
“Namain Alvia aja gimana?” Apin sedikit mengerutkan keningnya.“Kan lucu, singkatan dari nama kita, ALvinVia” kata Pia tersenyum malu.
“Hehehe…. Piabisa aja…”
~FBoff~
TBC
Hiks, critanya maksa banget, abis ngepostnya jga maksa, nggak diperhitungkan sblumnya.……..
Ada yang komen nggak……
Komen ya, kritik sangat dibutuhkan…….
Follow me @JokerJn940207
Read, and keep coment please……..
Second to Remember
Terlihat seorang cowok berlari mengejar cewek yang meninggalkannya
“Pia, Pia, Pia…….”
“Alvin, jangan manggil gw gitu dong. Kan malu sama temen2”
“PMS ya? Kug marah2?”
“Alvin.....” kata Via kesel. “ Abis kamu sih, ngapain juga ngladeni cewek2 ganjen itu?? Bikin BT aja!!” Via memper cepat langkahnya.
“OoO….. Critanya Via cemburu sama mereka? Via suka Alvin ya? Ayo ngaku!” Alvin ngegoda Via. Muka Via langsung merah. Via memalingkan wajahnya dari Alvin. Tpi terlambat Alvin telah menangkap basah dia. “Hahahaha, mukamu merah tuh.. tenang aja hati ku Cuma buat kamu kok Via sayang, nggak akan aku ksih ke orang lain kog!” kata Alvin mendekatkan wajahnya kewajah Via
“Alvin apaan sih, aku malu.”Via mendorong tubuh Alvin menjauh.
“Udah, ayuk ke kelas. Ntar keburu Bu Winda dateng lagi!”
$_$
@Via’s House
“Alvi, nih saying minum susunya, jangan tidur terus. Kog Alvi nggak mau bangun2 sih” Via yang bingung langsung nelfon Alvin, nyuruh dia meriksa keadaan anak mereka. Karena emang hari ini Ortu Via keluarkota, jdi g da sapa2 dirumah, pembantunya jga lgi belanja.
“Halo, Alvin. kamu cepet kemari dong”
“Ngapain Vi, aku msih ngantuk nih…”
“Udah jangan banyak nanya, anak kita kayaknya sakitdeh! Kamu cepet kemariya, aku takut Alvi knapa2!”
Tanpa nunggu jawaban Alvin Via langsung nutup telphonnya.
@Via’s House
“Via, kamu dimana?” teriak Alvin yang muncul dari balik pintu dengan wajah cemasnya
“Aku di gazebo, Vin!”Teriak Via.
Alvin langsung pergi ke gazebo. Alangkah terkejutnya dia saat mendapati Via menangis sambil memeluk anak mereka, matanya terlihat sembab. Terlihat sekali gurat kesedihan dari wajahnya. Alvin berjalan mendekati Via, kmudian duduk disampingya dan membelai rambutnya mencoba menenangkannya.
“Via, udah ya nangisnya. Kita makamin anak kita dulu.Biar dia tenang di sana!”
“Hiks, ayo Vin. Kita makamin di bawah pohon…….. deket makam ibunya, biar dia nggak kesepian!” Via mulai tenang. Kemudian mereka berjalan ketaman yang jaraknya nggak jauh darirumah Via. Alvin yang memang sudah menenteng sekop sedari tadi mulai menggali lubang.Sedangkan Via menunggunya di sisi pohon satunnya.
“Udah nih Vi, sini biar aku yang masukin!”
“Nih Vin, hati2 kasian dia!” Via memberikan anak mereka yang sudah dibalut dengan kain putih bersih. Setelah mendoakan anaknya Alvin dan Via menutup lubang itu. Via mulai menangis lagi.
“Udah dong Via sayang, jangan nangis lagi. Kasian nanti Alvi nggak tenang disana. Alvia kan udah sama ibunya di sana. Senyum dong!” Alvin mencoba menghibur Via lagi. Kemudian Via tersenyum
“Aku akan berusaha ikhlasin Alvi, aku saying dia!”
“Nah gitu dong, senyum kan lebih cantik!”
“Vin…..”
“Hmmm….”
“Kita cari anak lagi yuk, yang lucu kayak Alvi. Tapi bulunya jangan kayak Alvi, putih semua gitu. Kita cri yang ada bintik2 hitamnya!” kata Via tersenyum jail
“Nggak, aku nggak mau kamu nangis kayak gini lagi. Lagian ntar Alvi cemburu lagi!”
“Tapi ntar kalo aku kangen Alvi gimana?” Via sedikit memelas
“Gini aja, setahun sekali kita kesini, dimulai dari hari ini, gimana?”
“Oke! Tapi ntar kalo kangen aku boleh kesini kan?? “ ya bolehlah Via saying!!” kata Alvin gemes
“Vin pulang yuk. Dah sore nih!”
OTW to Home
“Vin, inget waktu pertama kita ketemu nggak?”
“Ingetlah…..”
~FBon~
“Kamu knapa?” Tanya cowok kecil itu saat melihat seorang cewek kecil sedang duduk sambil menangis. Tapi yang ditanya hanya diam sambil memegangi lututnya yang berdarah.
“Oww, kaki kamu sakit?Ayo aku gendong. Rumah kamu mana, ayo aku antar?” kata cowok kecil membungkukkan badannya bersiap menopang tubuh cewek kecil. Cewek kecil itu Cuma mengangguk pelan, senyum kecil terkembang, lesung pipi menambah keimutannya.
@Rumah cewek kecil
“kamu bias jalan sendiri? Atau perlu aku antar sampaike dalam?” Cowok kecil menurunkan sicewek dari gendongannya.
“Aku bias sendiri kok!” cewek kecil mencoba melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumahnya yang cukup luas.
“Yaudah, hati-hatiya. Akupulang dulu” kata cowok kecil, kemudian membalikkan badannya bersiap untuk kembali kearah taman tadi.
“Tunggu, kamu g mau mampir?”
“Nggak ah, kapan2 aja! Nanti orang tuaku nyariin lagi!” kata cowok kecil yang mulai melangkahkan kakinya. Baru beberapa langkah dia berjalan terdengar cewek kecil memanggilnya.
“Tunggu” langkah cowok kecil terhenti .“Apakah kita bias ketemu lagi?”Kata cewek kecil penuh harap.
“Tentu saja, rumah aku di depan taman tadi kok. Kamu maen aja ke sana!”Kata cowok kecil sambil tersenyum, cewek kecil pun membalasnya dengan senyum kecil dan sedikit anggukan lemah.
$_$
Di sebuah taman terlihat sepasang anak kecil yang sedang asik bermain sambil sesekali diikuti tawa.
“Apin, udah sore nih, aku pulang ya!” kata cewek kecil, kemudian berdiri sambil membersihkan debu yang menempel dirok Coklatnya.
“Pia…” kata sicowok kecil yang dipanggil Apin tadi
“Ada apa, Pin?” jawab si cewek kecil yang dipanggil Pia tadi
“Besok pagi kamu main ke sinilagi kan?”
“Iya dunk, aku kan seneng main sama Apin! Emang ada apa?”
“Nggak apa2, yaudah ayok kuantar!”
Pia cumin mengangguk kecil sambil tersenyum.
$_$
@Pia’s House
“Pia, ini buat kamu. Kita rawat baik2 ya, ini bayi kita!” kata Apin sambil memberikan seekor kucing kecil berkulit putih bersih, dengan sedikit warna hitam di mengelilingilehernya.
“Apin, lucu banget. Namanya siapa? Dapat dri mana?”Kata Pia girang sambil menerima Kucing kecil dari pelukan Apin.
“Aku nemuin dia di taman tdi tadi pagi. Aku nemuai dia di deket ibunya yang udah meninggal. Aku udah nemuin dia, sekarang giliran kamu yang kasih nama!” kata Apin tersenyum licik
“Apin curang ah……” kata Pia manyunin Bibirnya, tapiApinmalah senyum2 GJ. “Ibunya udah kamu makamin?”
“Udah dong, di deket pohon yang di samping perosotan. Eh ayo kasih nama!!”
“Namain Alvia aja gimana?” Apin sedikit mengerutkan keningnya.“Kan lucu, singkatan dari nama kita, ALvinVia” kata Pia tersenyum malu.
“Hehehe…. Piabisa aja…”
~FBoff~
TBC
Hiks, critanya maksa banget, abis ngepostnya jga maksa, nggak diperhitungkan sblumnya.……..
Ada yang komen nggak……
Komen ya, kritik sangat dibutuhkan…….
Follow me @JokerJn940207
Minggu, 19 Desember 2010
Second to Remember
Coba baca, walau agak mengecewakan, apalagi part 1 nya..
Belum kelar sih, masih dalam proses..
Let's check this out
Second to Remember part 1 >> http://www.facebook.com/note.php?note_id=175045485843984
Second to Remember part 2 >> http://www.facebook.com/note.php?note_id=185658304782702
~TBC~
Kalo sempet baca + komen yaw..
syukur-syukur kalau mau nge-add, very tararangkyu..
Belum kelar sih, masih dalam proses..
Let's check this out
Second to Remember part 1 >> http://www.facebook.com/note.php?note_id=175045485843984
Second to Remember part 2 >> http://www.facebook.com/note.php?note_id=185658304782702
~TBC~
Kalo sempet baca + komen yaw..
syukur-syukur kalau mau nge-add, very tararangkyu..
Sabtu, 06 November 2010
Langganan:
Postingan (Atom)
My Blog List
Diberdayakan oleh Blogger.
